Perang Khandaq

Kaum Yahudi Bani Nadhir yang terusir dan bermukim di Khaybar ingin merebut kembali tanah yang terlepas dari tangan mereka. Harapan mereka terpusat pada persiapan kaum Qurays yang kala itu sedang mengadakan persiapan penyerangan besar besaran terhadap kaum muslim. Pada akhir tahun ke 5 Hijriah (627 M), persiapan tersebut mencapai puncaknya dengan kunjungan Huyay bin Akhtab dan para pemimpin Yaudi lainya dari Khaybar ke Mekah.

"Kami adalah bagian dari kalian, kita akan bersama sama menangkap Muhamad", ujar mereka kepada Abu Sufyan, "Orang orang yang kami hormati adalah orang orang yang dapat membantu kami dalam melawan Muhamad", lanjutnya. Maka mereka bersama Abu Sufyan dan Shafwan dan kepala kepala suku Qurays yang lainya masuk ke dalam Ka'bah. Mereka bersama sama mengangkat sumpah di hadapan Tuhan mereka bahwa mereka tak akan memutuskan perjanjian itu hingga tujuan mereka menaklukan Muhamad tercapai.

Pada kesempatan itu, Abu Sufyan bertanya ke pada kaum Yahudi tersebut,"Wahai orang orang Yahudi, kalian adalah ahli kitab yang pertama, dan kalian memiliki pengetahuan, katakanlah kepada kami, bagaimana pendirian kalian terhadap Muhamad, Apakah agama kalian lebih baik dari pada agamanya?", ujarnya, dan mereka menjawab,"Agama mu lebih baik dari pada agamanya, dan kalian lebih dekat dengan kebenaran dibandingkan dia", ujarnya.

Atas dasar keserasian, ke dua sekutu ini mulai membuat beberapa rencana. Kaum Yahudi bertugas untuk membangkitkan dan menyatukan seluruh suku badui di dataran Najd, yang sejak lama memendam dendam terhadap Rasulullah saw. Bani Asad langsung menyetujui ajakan kaum Yaudi tersebut, sementara Bani Gathafan baru bersedia setelah dijanjikan akan mendapat setengah hasil panen kurma di ladang Khaybar. Dengan kesepakatan tersebut jumlah kekuatan bertambah dua ribu pasukan dari suku Ghafan Fazarah, Murrah dan Asyja. Kaum Yahudi juga berhasil mendatangkan tujuh ratus pasukan dari suku Bani Sulaym yang mestinya bisa lebih banyak, namun sejak peristiwa pembantaian 70 utusan Rasulullah saw di sumur Bi'r Maunah, sekelompok orang, yang semakin lama semakin banyak, mulai bersimpati kepada Rasulullah saw. Sedangkan tetangga mereka di sebelah selatan yaitu Bani 'Am tetap menjaga perjanjian mereka dengan Rasulullah saw.

Kaum Qurays sendiri dengan kaumnya berjumlah 4000 pasukan dengan 300 penunggang kuda, dan 1.500 pasukan unta, di tambah dua kontingen dari selatan Mekah, mereka keluar dari Mekah, menyusuri pesisir barat menuju Madinah, sama dengan jalur yang mereka tempuh dalam perang Uhud. Iring iringan pasukan kedua menelusuri jalan dari arah timur dataran Najd. Jumlah pasukan mereka deperkirakan lebih dari tiga kali lipat kekuatan Qurays saat perang Uhud, dengan tambahan dari pasukan Bani Gathafan yang menambahkan kekuatan sekitar 2.000 pasukan dengan 300 pasukan berkuda yang dipimpin oleh Unaina bin Hasan Fazari. Bani Asad juga setuju untuk bergabung dengan mereka yang dipimpin oleh Thulaihah al-Asadi. Dari Bani Sulaim, Nadir menjamin 700 pria, Suku-suku lain termasuk Bani Murrah dengan 400 orang dipimpin oleh Hars bin Auf Murri dari Bani Shuja dengan 700 laki-laki dipimpin oleh Sufyan bin Abd Syams. Secara total, kekuatan pasukan gabungan (Ahzab), diperkirakan sekitar 10.000 lebih pasukan pejalan kaki dengan enam ratus ekor kuda. Pada akhir Maret 627 M, pasukan Qurays  yang dipimpin oleh Abu Sufyan bergerak menuju Madinah.

Pasukan Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan, kaum Ghathafan dipimpin Uyainah bin Hisn dari Bani Fazarah. Al Harist bin Auf bin Abu Haritsah al Murri memimpin Bani Murrah. Mir'ar bin Rukhailah bin Nuwairah bin Tharif memimpin kaum Asyja. Adapun Bani Nadhir dipimpin Sallam bin Abul Huqaiq, Huyay bin Akhtab dan Kinanah bin Rabi'.

Perang ini juga dikenal dengan perang Ahzab, sebab kaum Quraisy bersama seluruh sekutunya dari kabilah-kabilah Arab yang kafir dan kaum Yahudi bekerja sama dan bersatu padu dalam rangka menghancurkan Islam

Pada suatu malam Rasulullah Saw bersama para sahabat hendak melaksanakan Sholat Isya berjamaah. Namun para sahabat merasakan ada yang janggal dari diri Nabi Nabi Muhammad. Para Sahabat yang menjadi makmum dalam mendengar suara aneh dari perut sang Rasul tersebut. Suara itu terdengar jelas ketika rukuk maupun sujud. Seusai salam, para sahabat lalu saling pandang dan kebingungan saling mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Dalam kebingungan itu, lalu Umar bin Khatab memberanikan diri bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda sedang sakit?”
“Tidak,” jawab Nabi. Tapi jawaban tersebut tidak membuat Umar puas. Ia pun melanjutkan pertanyaannya, “Tapi wahai Rasulullah, saat sholat tadi kami mendengar ada bunyi sendi yang saling bergesekan dari tubuhmu.”
“Tidak, aku tidak sedang sakit,” Nabi Muhammad Saw terus mengelak. Para sahabat yang masih belum yakin terus menanyakan pertanyaan serupa untuk memastikan keadaan Nabi Saw. Tetapi, jawaban Nabi tetap sama, ia terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Namun Nabi Muhammad Saw yang terdesak dengan pertanyaan para sahabat itu akhirnya mengatakan yang sebenarnya, sambil membuka perutnya untuk memperlihatkan lilitan kain dan mengatakan bahwa di dalam litan kain itu terdapat beberapa batu batu kecil. Betapa terkejut para sahabat saat melihat apa yang ada di perut Nabi Saw. Saat dibuka, dari balik bajunya terdapat batu-batu kecil yang digunakan untuk mengganjal perutnya yang sedang lapar.

“Wahai Rasulullah, untuk apakah engkau mengikat perutmu dengan batu?” tanya Umar.

“Aku lapar, dan aku tidak memiliki apa pun untuk dimakan,” jawab Nabi Saw.

Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana engkau memandang kami? Jika engkau kelaparan, tidak mungkin kami tak memberi makanan paling lezat untukmu."

“Wahai Rasulullah, kami semua sahabatmu ini hidup dalam kemakmuran,” ujar sahabat kepada Nabi Muhammad lagi.

“Tidak wahai Umar, aku tahu kalian tidak hanya akan memberikan makanan lezat untukku, tapi juga harta bahkan nyawa kalian untukku, sebagai bukti rasa cinta. Tapi Umar, bagaimana nanti aku akan menghadap Allah, dan bagaimana caraku menyembunyikan malu, jika sebagai pemimpin aku membebani orang yang aku pimpin,” ucap Nabi Muhammad.

Ia lalu menambahkan, “Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah Allah untukku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini. Lebih-lebih lagi, tidak ada yang kelaparan di akhirat kelak.”

Beberapa saat kemudian, datanglah sejumlah penunggang kuda dari Bani Khuza'ah, berpacu dengan sangat cepat ke Madinah yang diutus oleh Abbas pamanya Rasulullah saw,  memperingatkan Rasulullah saw akan adanya serangan gabungan dari kaum Qurays dan kaum Yahudi, dan memberikan gambaran kekuatan pasukan gabungan tersebut.

Rasulullah saw kemudian mengumpulka para sahabat untuk bermusyawarah. dalam musyawarah tersebut, Rasulullah saw berpesan kepada pengikutnya bahwa mereka akan menang jika mereka sabar, tabah dan tawakal dan mematuhi perintah Allah, dan jangan sekali kali ada pasukan yang melanggar aturan perang seperti halnya yang terjadi pada perang Uhud ketika kelompok pasukan pemanah meninggalkan tanggung jawab posnya sehingga membuat pasukan muslim mengalami kekalahan yang fatal.

Rasulullah saw menayakan pandangan dan usulan kepada para sahabatnya tentang strategi terbaik yang mereka ketahui dalam menghadapai serangan musuh tersebut. Kemudian Salaman berdiri dan mengajukan sebuah usul,"Wahai Rasulullah, di Persia, jika kami takut akan serangan pasukan berkuda, kami akan menggali paritmengelilingi rumah rumah kami, oleh karena itulah mari kita gali parit untuk melindungi kita".

Semua setuju dengan penuh semangat, dan sebagian besar mereka tidak mau mengulangi strategi yang telah mereka lakukan dalam perang Uhud.

Kemudian Salman menerangkan usulanya agar umat Muslim menggali parit di wilayah utara kota Madinah, untuk menghubungkan antara kedua ujung Harrah Waqim dan Harrah Al-Wabrah. Daerah ini adalah satu-satunya yang terbuka di hadapan pasukan musuh. Kaum Muhajirin bertanggung jawab untuk menggali dari sekitar benteng Ratij di sebelah timur sampai benteng Dzubab.

Sedangkan sisi lainnya, bagaikan benteng yang bangunannya saling berdekatan dan dipenuhi pohon-pohon kurma, yang dikelilingi oleh perkampungan kecil yang menyulitkan unta dan pejalan kaki untuk melewatinya. Panjang parit itu mencapai 5.544 meter, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman 3.234 meter. Dan berhasil di gali oleh kaum muslim dalam waktu 9-10 hari.

Tak mudah bagi kaum Muslimin menggali parit sepanjang lebih dari lima kilometer itu. Dalam Fathul Bari  dikisahkan,  pada saat itu kondisi Kota Madinah sangat dingin. Tak hanya itu, kaum Muslim pun kekurangan bahan makanan sehingga dilanda kelaparan.

Selain dikenal sebagai pengatur strategi ternyata Salaman tahu persis, berapa luas dan dalamnya parit yang harus di gali. Setelah bekerja pada Bani Qurayzhah, ia tahu bahwa mereka mempunyai semua peralatan yang dibutuhkan. Bani Qurayzhah pun meminjamkan alat alat yang dibutuhkan walaupun mereka nyata nyata tidak menyukai Rasulullah saw. Mereka meminjamkan cangkul, keranjang keranjang kurma yang sangat kuat yang dapat digunakan untuk mengangkut tanah galian.

Rasulullah saw membagi tugas setiap kelompok masyarakat untuk bagian bagian tertentu Rasulullah saw pun ikut menggali parit, agar memberi semangat kepada semua kaum Muslimin.  Setiap hari mereka keluar rumah saat terbit fajar, ba'da shubuh, dan pulang saat senja tiba, Suatu pagi, Rasulullah saw bersenandung, mengingatkan mereka saat saat ketika membangun mesjid.

"Ya, Allah tak ada kebaikan selain dari Mu"
"Ampuni kaum Anshar dan Muhajirin"

Dengan serentak mereka mengikutinya, dan sesekali mereka juga bersenandung;

"Ya Allah, tiada kehidupan sejati kecuali dari Mu"
"Lindungilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin"

Mereka terus saling mengingatkan satu sama lain dabhwa waktu begitu singkat. Pasukan musuh bisa saja datang secara tiba tiba, di sisi lain, Salman menjadi objek kebanggan, bukan hanya karena tubuhnya yang sangat tegap, kuat dan kekar, tapi juga telah bertahun tahun bekerja menggali dan mengangkut barang bagi Bani Qurayzhah, "Ia seperti sepuluh orang pekerja", kata kaum mereka, Mereka pun mulai saling membanggakan kelompoknya masing masing, "Salman itu orang kami", kata kaum Muhajirin, karena Salman dipandang sama sama pendatang. Dan dibalas oleh kaum Anshar,"Kami lebih berhak terhadap Salman", kemudian Rasulullah saw turut bicara,"Salman itu anggota kami, dia adalah ahlul baitku".

Rasulullah saw turut bekerja sama dengan kaum Anshar, dan kadang juga dengan kaum Muhajirin, kadang Rasulullah saw menggunakan godam, dan juga menggunakan sekop, sesekali bekerja sebagai pengangkut tanah. Di samping pekerjaan pekerjaan berat, terdapat saat saat yang menyenagkan. Seorang Bani Dhamrah yang baru saja memeluk Islam, salah seorang ahli shuffah, adalah pria yang shaleh tetapi tampak kurang menarik penampilanya, orang tuanya sendiri yang menamakanya Juayl, yang bisa berarti 'kumbang kecil', Rasulullah saw baru saja mengganti namanya menjadi Amr, yang berarti kehidupan, pencerahan. Melihat Juayl sedang menggali parit, seorang Muhajirin bersenandung menyindir Juayl;
\
"Namanya telah berubah, dari Juay menjadi Amr"
"Bantulah dia, si orang miskin"

Ia mengulanginya didekat Amr yang diam saja tak memperdulikan senandung itu, dan orang orang yang mendengarnya menyambungnya menjadi sebuah lagu yang penuh canda, Rasulullah saw pun awalnya mengikuti senandung tersebut, namun akhirnya Rasulullah saw mengalihkan mereka untukmmenyanyikan lagu yang lainya;

"Hanya Allah yang melindungi kita"
"Selalu melimpahkan karunia Nya kepada siapapun yang berdoa kepada Nya"
"Berilah kami ketentraman"
"Kuatkan kaki kami dalam pertempuran"
"Musuh musuh kami yang menindas kami, yang menyesatkan kami"
"Tapi kami menolaknya"

Teriakan minta tolong terdengar dari Jabir, yang tertimbun batu besar dan tak satupun peralatan mereka yang mampu menggesernya. Rasulullah saw kemudian meminta air dan kmeludahinya, setelah memanjatkan doa, beliau menyiramkan air tersebut ke atas batu besar yang menimbun Jabir, dan merekapun dengan mudah dapat mnggeser batu tersebut seolah olah sedang menyekop timbunan pasir.

Replika parit Khandaq
Di hari yang lain, seorang Anshar membutuhkan pertolongan karena menghadapi sebongkah batu yang sangat keras dan besar menghalangi pekerjaanya, lalu para sahabat menemui Rasulullah saw seraya mengatakan, "Batu yang sangat keras ini menghalangi kami menggali parit", Lalu Rasulullah saw  bersabda, “Aku sendiri yang akan turun.” Kemudian beliau berdiri (dalam parit), sementara perut beliau diganjal dengan batu batu kecil (karena lapar). Tiga hari kami (para shahabat) belum merasakan makanan,
kemudian beliau mengambil palu godam dan memukul batu besar tersebut, dan keluarlah kilatan cahaya api yang sangat terang, sampai  ke atas dan menuju ke arah selatan, pecahlah batu itu sepertiganya, kemudian Rasulullah saw memukul lagi dan keluar lagi kilatan cahaya yang menuju ke bukit Uhud, dan melewatinya terus menuju ke utara, pecahlah batu itu setengahnya, kemudian pukulan yang ke tiga membuat batu besar itu hancur berkeping keping, dan kali ini cahayanya melesat ke arah timur. Salman melihat dengan jelas kilatan cahaya tersebut, dan pasti hal itu pasti mengandung makna, oleh karena itulah Salman memberanikan diri untuk bertanya kepadaRasulullah saw mengenai arti dari kilatan cahaya tersebut, dan Rasulullah saw mejawab,"Perhatikanlah kilatan kilatan cahaya tadi itu hai Salman, Dengan cahaya yang pertama, aku dapat menyaksikan kastil kastil di Yaman, dengan cahaya yang ke dua, aku menyaksikan kastil kastil di Syam, dan dengan cahaya yang ke tiga, aku menyaksikan istana Kisra di Madain. Melalui yang pertama, Allah membukakan pintu bagiku menuju Yaman, melalui yang ke dua, menuju Syam dan dunia barat, dan melalui yang ke tiga, ke arah timur".

Sebagian besar para penggali tidak cukup makan seperti biasanya, apalagi kerja keras yang semakin cepat membuat lapar. Jabir yang seluruh waktunya digunakan untuk membantu Nabi dengan segenap kemampuanya, setelah Jabir melihat sendiri bahwa Rasulullah saw mengganjal perutnya dengan beberapa batu batu kecil, maka Jabir pulang ke rumahnya dan menanyakan kepada istrinya, apakah ia dapat memasakan makanan baginya, "Kita tidak memiliki apa apa kecuali seekor anak kambing dan sedikit gandum", jawab istrinya. Maka kambing itupun disembelih dan langsung istrinya mengolah gandum untuk membuat roti. Ketika hari sudah terlalu gelap untuk meneruskan pekerjaan, Jabir pergi menghampiri Nabi saw dan berbisik mengundang beliau seorang untuk makan daging goreng dan roti, “Wahai Rasûlullâh, aku memiliki sedikit makanan. Datanglah ke rumahku dan ajaklah satu atau dua orang saja.” Beliau saw bertanya, “Untuk berapa orang ?” Lalu Jabir beritahukan kepada beliau. bahwa makanan yang hanya cukup untuk belasan orang saja  Beliau bersabda, “lebih banyak yang datang lebih baik.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, “Katakan kepada isterimu, jangan ia angkat bejananya dan adonan roti dari tungku api sampai aku datang.” Kemudian Rasulullah saw meletakan telapak tanganya diatas telapak tangan Jabir, dan mengaitkanya disela sela jari jemarinya, kemudian Rasulullah saw berkata dengan suara keras agar didengar oleh para sahabatnya yang lain,"Ayo berangkat bersama Rasulullah ke rumah Jabir, mari kita penuhi undangan Jabir", Jabir terkejut dan mengucapkan,"Ina lillahi wa Ina illahi Rojiun!",  dan Jabir segera lari pulang menuju rumahnya, "Apakah engkau yang mengundang mereka atau Rasulullah?", tanya istrinya, Jabir menjawab,"Tidak, beliau lah yang mengundang mereka, biarkan mereka datang, karena beliau lebih tahui yang terbaik", ujarnya. Kemudian makanan dihidangkan kepada Rasulullah saw dan beliau memberkatinya, menyebut nama Allah kemudian menyantapnya. Ada sepuluh orang yang hadir dan ikut bersantap. Setelah makan, mereka bangkit dan pulang ke rumah masing masing, setelah itu masuk lagi 10 orang bergantian bersantap daging goreng dan roti. Demikian seterusnya hingga larut malam, hingga semua pekerja penggali parit tersebut pulang ke rumah dalam keadaan kenyang. Dan Subhanallah!, daging goreng dan roti itu masih tersisa banyak.

Pada hari yang lain, Rasulullah saw melihat seorang gadis masuk ke perkemahan, membawa sesuatu di tanganya. Rasulullah saw memanggilnya, ternyata dia adalah keponakan Abdullah bin Rawahah, yang kemudian mengisahkan hal tersebut, "ketika ku beri tahu Rasulullah bahwa aku membawakan kurma untuk ayah dan pamanku, beliau meminta agar kurma itu diserahkan kepadanya. Maka kutumpahkan semuanya ke tanganya, tetapi tidak penuh. Beliau meminta seseorang untuk membentangkan sehelai kain, dan kurma kurma itu diletakan diatasnya. Sungguh aneh, semua permukaan kain itu dipenuhi oleh kurma yang sangat banyak dan berhamburan. Kemudian Rasulullah mengundang semua orang yang ada untuk turut menyantap kurma itu sebagai makan siang. Para penggali itu memakanya bergantian, sementara kurma itu terus bertambah, sehingga setelah mereka selesai makan semuanya, kurma baru habis di bagian pinggir kain saja.

Baru saja parit itu selesai dalam enam hari, terdengar berita bahwa pasukan Qurays telah menuruni lembah Aqiq, tidak jauh dari sebelah barat daya Madinah. Sementara itu pasukan dari Bani Gathafan dan suku suku lainya dari Najd tengah bergerak menuju Uhud dari arah timur. Pasukan gabungan Qurays dan sekutu sekutunya dari Bani Gathafan dan Bani Nadhir mendirikan perkemahan tidak jauh dari bukit Uhud. Pasukan gabungan itu terkejut ketika melihat padang rumput di oasis telah habis mengering, tidak sedikitpun dari tanaman perkebunan yang tersisa karena masyarakat Madinah sudah membuang tanamannya beberapa hari sebelumnya. Sehingga rumput yang tersisa di atas tanah tidak cukup untuk kuda-kuda Quraisy dan unta-unta yang mereka bawapun menjadi kelaparan dan hampir mati. Selain itu, tanah kota Madinah menjadi tandus disebabkan tidak turunnya hujan, dan itu adalah masalah yang sangat menggelisahkan pasukan gabungan tersebut, mereka kesulitan untuk memberi makan enam  ratusan kuda dan ribuan unta yang mereka bawa. Itulah yang menyebabkan mereka berupaya agar secepatnya menghabisi kaum muslim dan Rasulullah saw.

Beberapa saat kemudian pasukan gabungan itu langsung bergerak maju menuju Madinah. Abu Sufyan menjadi panglima tertinggi, setiap kepala suku memimpin golonganya. Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal memimpin pasukan berkuda kaum Qurays, Amr bin Ash berada dalam pasukan berkuda ini. Ketika mereka sudah mendekat dan merasa senang melihat perkemahan kaum muslim berada di luar benteng, sebelumnya pasukan gabungan ini merasa khawatir jika perkemahan pasukan muslim berada di dalam benteng, ternyata perkemahan pasukan muslim berada di luar benteng sehingga mereka akan mudah menghancurkan pasukan kaum muslim dengan menyerbu sekaligus bersama sepuluh ribu pasukan mereka.

Namun saat semakin mendekat, mereka terkejut ketika melihat parit besar memisahkan mereka dengan pasukan pemanah dari pasukan muslim yang berbaris rapih memanjang di tepian parit tersebut. Enam ratus pasukan berkuda merasa kesulitan untuk melompati parit yang cukup lebar dan hanya berdiri kebingungan melihat parit tersebut. Hujan panah dari pasukan muslim mulai berhamburan menyambut kedatangan pasukan berkuda pimpinan Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal, menandakan bahwa mereka telah berada jarak yang sangat dekat dengan wilayah pasukan muslim, maka pasukan gabungan tersebut segera mundur mencari wilayah yang lebih aman dari jangkauan anak panah pasukan muslim.

Akhirnya pasukan gabungan tersebut berunding dan memutuskan bahwa harapan terbaik adalah terletak pada kemungkinan terbaik jiak mereka dapat menyerang pasukan muslim dari wilayah belakang pasukan muslim yang dikuasai oleh Bani Quraizhah dan mereka tahu bahwa Bani Quraizhah sudah mengadakan perjanjian dengan Rasulullah saw. Benteng Bani Quraizhah memblokir jalan ke Madinah dari arah belakang yaitu arah tenggara Madinah. Kemudian Huyay yang berasal dari Bani Nadhir mengajukan diri kepada Abu Sufyan sebagai duta bagi benteng Bani Quraizhah tersebut, Huyay meyakinkan Abu Sufyan bahwa ia akan dengan mudah membujuk Bani Quraizha agar menghianati perjanjian dengan Rasulullah saw, dan mengatakan jika Bani Quraizhah ikut bergabung maka dengan mudah pasukan gabungan bisa menyerbu Madinah dari dua arah sekaligus dari depan dan belakang kota.Abu Sufyan sangat senang mendengar siasat Huyay tersebut dan mendesaknya agar secepatnya dan tidak membuang buang waktu.

Ka'ab bin Asad tetua Bani Quraizhah yang kala itu mengurung diri dalam benteng dan mengambil keputusan bahwa dia akan setia memegang janji dengan Muhammad saw. Tetapi Huyay datang, lalu diketoknya pintu benteng dan dengan keras dimintanya hendak bertemu langsung dengan Ka'ab bin Asad. Secara umum rang orang Bani Qurayzhah takut kepada Huyay, mereka menganggapnya sebagai seseorang yang membawa nasib buruk kepada kaumnya yaitu Bani Nadhir, jika dibiarkan bisa jadi akan membawa nasib buruk pula kepada kaumnya yaitu Bani Qurayzhah. Huyay pergi mendatangi benteng Bani Qurayzhah dan menggedor pintu gerbang benteng, memberi tahu kedatanganya. Pada mulanya Ka'b bin Asad pemimpin Bani Qurayzhah tidak mau membukanya.

"Buka pintu, Ka'ab! Buka!" Setelah dilihatnya Huyay yang datang, Ka'ab berkata: "Saya lihat ke datanganmu ini akan membawa bencana. Saya telah tahu maksudmu. Saya telah mengikat janji dengan Muhammad Saya tidak akan mengkhianati janji saya, Muhammad selama ini pun baik kepada kami". Huyay berteriak lagi: "Buka sajalah pintu, ada hal penting yang akan saya bicarakan dengan engkau!", yang langsung dibalas, "Saya tidak mau!", sambut Ka'ab.

Lalu dengan cerdik jahatnya Huyayy menyinggung perasaan harga diri Ka'ab: "Demi Allah! Saya tahu engkau enggan membuka pintu hanya karena engkau tak mau aku makan dalam hidanganmu!"
Mendengar kata demikian, terpaksalah Ka'ab membuka pintu d Huyay pun masuk. Sampai di dalam dibukalah pembicaraan: "Celaka engkau Ka'ab! Saya datang sekarang ini membawakan engkau kesempatan yang tidak ada taranya, gelombang lautan dahsyat", ujar Huyay,"Apa itu?" tanya Ka'ab.

"Celaka engkau Ka'b, aku telah membawakanmu kejayaan sepanjang waktu dan kekuasaan laksana lautan, saya datang membawa Quraisy dengan segala kelengkapannya, dengan segala pemimpin dan pahlawannya, sekarang telah berlabuh di pertemuan banjir di Raumah. Dan saya pun datang dengan Ghathfaan lengkap dengan segala pemimpin dan pahlawannya, sekarang telah melabuhkan tentaranya di samping Uhud, jumlah pasukan kita sepuluh ribu pasukan dengan seribu kuda, Mereka semuanya telah membuat janji teguh dengan saya, bahwa mereka tidak akan mening­galkan negeri ini sebelum mereka menyapu bersih Muhammad dan semua pengikutnya", ujar Huyay menggebu gebu.

Ka'ab menjawab: "Omong kosong! Engkau datang membawa berita kehinaan belaka, berita awan mega berkumpul tetapi tidak mengan­dung air hujan. Guruh berbunyi, kilat berapi, namun hujan tidak turun. Tinggalkanlah saya dalam keadaan seperti ini. Saya tidak pernah melihat dari Muhammad terhadap kepada kami selain keteguh­an janji dan kejujuran, kalau kamu tidak mau menolong Muhammad  ketika dia telah diserang begini, menurut sepanjang janji kita dahulu, maka biarkanlah dia berhadapan dengan musuhnya, dan kita diam sajalah." ujar Ka'ab menjelaskan.

Tetapi Huyay gigih juga merayu. Dia berkata bahwa "Jaranglah kita mendapati peluang yang sebaik ini. Di saat dia sedang terdesak karena serbuan musuh inilah yang sebaik-baiknya kita hapuskan sendiri janji itu. Kita bersatu padu dengan Quraisy dan Ghathfaan dan bersama kita mengambil tekad, belum akan berhenti sebelum Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu kita hapuskan dari muka bumi ini". kemudian Huyay barkata lagi sambil bersumpah,"Jika Qurays dan Gathafan kembali pulang ke Mekah tanpa menaklukan Madinah maka aku akan menyerahkan diriku kepadamu dan nasibku menjadi milikmu", ujarnya. Perkataan penuh siasat dari Huyay ini membuat Ka'b luluh juga hatinya, Ka'b juga menjadi yakin bahwa sudah tidak ada kemungkinan bagi Rasulullah saw untuk bertahan, dan akhirnya Ka'b bersepakat dengan Huyay untuk menghianati Rasulullah saw.

Oleh karena pandainya Huyay menghasut, tertariklah mereka itu semuanya dan semakin yakinlah  Ka'ab bin Asad yang juga terpengaruh oleh gemuruh tan­tangan orang banyak yang mengiringi Huyay. Lalu dikeluarkan surat perjanjian dengan Muhammad saw dengan Bani Quraizhah itu dari simpanan, lalu disobek dan dibakar di hadapan orang banyak.

Diantara Bani Qurayzhah ada seorang tua yang bernama Ibn al Hayaban, seorang Yahudi asal Syam yang selalu berharap bisa bertemu dengan nabi yang akan datang seperti yang di tersirat dalam kitab Tanakh (Tanakh adalah kitab Yahudi yang terdiri dari Torah, Nevi'im dan Ketuvim). Dialah yang menggambarkan nabi dan menegaskan bahwa masa kedatanganya telah tiba. Banyak diantara mereka yang yakin bahwa Muhamad lah orang yang dimaksud, tapi hanya sedikit dari Bani Qurayzhah yang tertarik dan sebatas hanya simpati kepada Muhamad saw hanya lantaran Muhamad saw bukanlah seorang keturunan Yahudi. Ibn al Hayaban sangat keberatan dengan sikap Ka'b yang menghianati perjanjian dengan Rasulullah saw, namun tak dihiraukan oleh kebanyakan orang, pada saat itu ada beberapa orang Bani Qurayzhah dan kaum munafik yang membawa berita bahwa mereka telah melihat pemandangan yang sangat luar biasa, dilihat dari sisi bukit Madinah, daratan di seberang parit itu dipadati oleh pasukan gabungan seluas dan sejauh mata memandang. Dalam beberapa hari hanya terjadi pertempuran tidak lebih dari perang panah, pada saat itulah beberapa pasukan muslim terkena anak panah, satu diantaranya adalah Sa'd bin Muadz dari suku Aus, ia turut mempertahankan Madinah mati-matian. Ia terluka terkena panah Hibban bin Qais pada lenganya yang rupanya mengenai tepat urat nadinya. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan untuk merawat Sa’ad di kemah Rufaidhah agar memudahkan beliau untuk menjenguknya.

Pada saat yang sama, Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal mengamati parit dari jauh, mengamati mencari cari bagian manakah yang paling mudah untuk disebrangi. "Ini perangkap", ujar Ikrimah kesal, "Tidak pernah ada orang Arab membuat pertahanan seperti ini, pasti ada orang Persia bersamanya". Mereka sangat kecewa karena parit itu yang di gali dengan sangat baik. Kuda kuda mereka belum pernah melihat parit selebar itu sehingga tidak mau melompatinya.

Penghianatan Bani Qurayzhah atas perjanjian dengan Rasulullah saw tak dapat disembunyikan lagi, beberapa orang munafik pimpinan Abdullah bin Ubay belum memutuskan kepada pihak mana mereka akan bergabung, dan sewaktu waktu mereka siap bergerak sesuai arahan ketuanya yaitu Abdullah bin Ubay. Di antara para sahabat, Umar lah yang pertama kali mendengar bahwa Bani Qurayzhah telah menjadi musuh dalam selimut. Umar menghadap Rasulullah saw yang tengah duduk bersama Abu Bakar di kemahnya. "Ya Rasulullah, aku telah diberi tahu bahwa Bani Qurayzhah telah membakar lembaran perjanjian damai dengan kita, dan mereka sedang bersiap untuk memerangi kita", Rasulullah saw terlihat sangat kecewa. Maka Beliaupun mengutus Zubayr dan beberapa orang dari suku Aus dan Khazraj, sambil berpesan kepada mereka, "Pergi dan selidikilah kebenaran berita tersebut. Jika ternyata bohong maka sebarkanlah secara luas, tapi jika berita itu benar maka katakan kepadaku secara pelan pelan agar aku saja yang mengerti",

Misinya mengingatkan mereka agar kembali ke perjanjian awal yang sudah mereka sepakati. Tetapi, Bani Quraizah malah menjawab: “Siapa itu Muhamad? Tidak ada kesepakatan apa pun antara kami dengan Muhamad!”, sia sia Zubayr memperingatkan Bani Qurayzhah bahwa nasib buruk akan menimpa mereka seperti yang dialami oleh Bani Qaynuqa dan Bani Nadhir, Ka'b dan yang lainya terlalu yakin akan kemenangan pasukan gabungan daripada mendengar peringatan dari Zubayr. Setelah para utusan Rasulullah saw itu merasa sia sia membujuk Bani Qurayzhah maka mereka pun kembali ke perkemahan Rasulullah saw dan melaporkan penghianatan Bani Qurayzhah terhadap Rasulullah saw. Zubayr berkata kepada Rasulullah saw, "Adhal dan Qarah" , ujar Zubayr secara singkat namun penuh arti kepada Rasulullah saw. Adhal dan Qarah adalah sebutan untuk suku yang pernah menghianati Khubayb bin Adi dan mengakibatkan 10 utusan Rasulullah saw tewas dibantai oleh orang orang Hudzayl. Rasulullah saw mengerti akan maksud dari Zubayr, kemudian bertakbir,"Allahu Akbar!, Tegarlah wahai kaum muslim!", ujar Rasulullah saw.

Kini kekuatan pasukan muslim dikurangi sebagian untuk menjaga pertahanan di dalam Medinah sendiri, Rasulullah saw memilih seratus pasukan muslim untuk tugas ini. Beliau di beritahu bahwa Huyay sedang mendesak kaum Qurays dan Bani Gathafan mengutus seribu pasukanya hingga diharapkan terbentuk dua ribu pasukan gabungan yang akan menyerang Medinah dari belakang dan diharapkan secepatnya bergabung dengan pasukan Bani Qurayzhah. Oleh karena itulah Rasulullah saw menarik semua pasukan berkuda di sekitar parit untuk berjaga jaga di dalam Medinah, kemudian mereka bertakbir sepanjang malam seingga kota itu seolah olah dipenuhi oleh pasukan yang sangat kuat.

Di perkemahan kaum Qurays dan Bani Gathafan, kuda kuda mereka tidak dibutuhkan lagi, serbuan pasukan Qurays selalu gagal karena parit itu selalu dijaga ketat siang malam. Hari hari berlalu dan ketegangan kian memuncak bersamaan dengan bahan makanan pasukan gabungan yang mulai menipis. Akhirnya Ikrimah bersama beberapa pasukan berkuda berhasil melompati parit yang agak sempit, yang langsung disambut dengan anak panah kaum muslim sehingga Ikrimah beserta 3 pasukanya menjauh dari bagian yang sempit itu, kemudian, Ali dan beberapa pasukan muslim kembali menggali melebarkan parit itu sehingga Ikrimah dan ke tiga orangnya tidak bisa kembali ke markasnya. Salah seorang diantara mereka Amr bin Abdu Wudd, berteriak menantang duel. Ketika Ali maju, Amr menolak sambil berkata,"Aku tidak suka membunuh orang sepertimu. Ayahmu adalah sahabat setia ayahku, karena itu pergilah! engkau masih terlalu muda bagiku", ujarnya meremehkan Ali, namun Ali berkata,"Tapi aku suka membunuhmu", ujar Ali singkat namun penuh arti. Maka Amr turun dari kudanya dan menghadapi Ali. Terlalu cepat mereka berdua bergerak saling serang, dan tiba tiba Ali bertakbir dan pasukan muslim tahu bahwa Ali berhasil memenangkan pertempuran. Sementara itu Ikrimah dan ke dua kawanya ketika Ali dan Amr berduel justru mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri, tetapi seorang diantara mereka yaitu Nawfal dari Bani Makhzum tergelincir dan jatuh ke parit bersama kudanya dan pasukan muslim melemparinya dengan batu batu yang cukup besar, alih alih minta ampun atau menyerah justru Nawfal berteriak,"Hai orang Arab, kematian lebih baik dari pada terhina seperti ini", sehingga pasukan muslim mengejarnya dan membunuhnya.

Berhari hari pasukan gabungan mencoba melakukan serangan dari berbagai tempat, bahkan sebelum matahari terbit. Kali ini agak meresahkan karena pasukan berkuda pasukan muslim terpecah konsentrasinya karena khawatir akan serangan dari belakang dari pihak Bani Qurayzhah dan sekutunya. Parit itu benar benar membuat pasukan gabungan menjadi mati langkah yang membuat serangan mereka menjadi gagal total, Karena itu, seperti hari hari yang sudah terlewati, peperangan yang terjadi hanya sebatas perang hujan anak panah, yang sudah mengakibatkan beberapa orang terbunuh dan yang terluka baik dari pasukan muslim dan pasukan gabungan, namun banyak kuda kuda dari pasukan gabungan yang terluka terkena panah dari pasukan muslim.

Pada suatu hari, di benteng tempat menginapnya para wanita dan anak anak termasuk para istri Rasulullah saw, mereka sedang resah karena ada berita bahwa Bani Quraizhah sudah berhianat dan akan melakukan serangan dari belakang pasukan kaum muslim,  Kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang-orang Yahudi yang memang merupakan musuh dalam selimut, untuk menyerang benteng kaum Muslimin. Mereka mengirim seorang mata-mata untuk menyelidiki keadaan di dalam benteng tempat para wanita tersebut yang hanya dijaga oleh seorang Hasan bin Tsabit..

Ketika mata-mata itu berada di atas benteng, terlihat oleh Shafiyah r.a. Kemudian Shafiyah ra melaporkannya kepada Hasan ra, “Wahai Hasan, ada seorang pengintip memasuki benteng kita. Keluarlah engkau, dan bunuhlah orang itu!”

Hasan bin Tsabit ra. adalah seorang laki-laki yang lemah, ia tidak sanggup melakukan hal itu. Akhirnya, Shafiyah mengambil sebuah patok kemah, dan keluar membunuh Yahudi tersebut. Ia hantamkan patok itu ke kepala Yahudi hingga mati. Kemudian ia kembali ke benteng dan berkata kepada Hasan ra, “Wahai Hasan, karena orang Yahudi itu adalah laki-laki dan bukan mahramku, pergilah engkau untuk mengambil barang-barangnya, dan lepaskan bajunya, lalu penggal kepalanya.”

Lagi-lagi Hasan ra tidak sanggup melakukannya. Akhirnya, Shafiyah r.a. keluar lagi untuk memenggal kepala orang Yahudi tersebut dan dilemparkannya keluar benteng. Ketika kaum Yahudi melihat kejadian itu, mereka berkata, “Sudah kita duga bahwa Muhammad tidak akan meninggalkan para perempuan itu sendirian, pasti ada beberapa orang penjaga laki-laki di sana.” dan orang orang Bani Quraizhah itu pun melarikan diri. Shafiyah r.a adalah bibi Rasulullah SAW dan saudara kandung Hamzah ra. dan ketika itu umurnya 58 tahun.

Suatu saat, waktu shalat zhuhur telah tiba, tapi tidak mungkin bagi setiap orang untuk tidak berjaga walau sejenak, ketika waktu shalat telah habis, orang orang mendekati Rasulullah saw dan berkata,"Ya Rasulullah, kami belum shalat", ujarnya dan segera di balas oleh Rasulullah saw,"Demi Allah, akupun belum shalat", sampai menjelang maghrib serangan pasukan gabungan belum mengendur, sampai matahari tenggelam di ufuk barat pasukan gabungan tersebut mulai kendur dan meninggalkan parit menuju perkemahanya. Begitu mereka hilang dari pandangan, Rasulullah saw mundur agak menjauh dari parit dan shalat mengimami empat shalat sekaligus pada waktu shalat Isya. Sementara sebagian pasukan masih tetap berjaga di pimpin oleh Usayd. Pada saat itulah Khalid bin Walid secara tiba tiba muncul bersama pasukanya dan berharap parit itu lengah dari penjagaan, namun kembali mereka kecewa karena mendapatkan hujan panah dari pasukan pimpinan Usayd yang sangat merepotkan mereka, akhirnya pasukan berkuda Qurays itu pun kembali ke markasnya.

Pengingkaran perjanjian yang dilakukan oleh Bani Quraizhah, cuaca yang sangat dingin, rasa haus dan lapar memberikan tekanan yang memuncak bagi kaum muslimin, dari arah belakang tidak merasakan aman lagi bagi keluarganya karena ada kecurigaan serangan dari bani Quraizhah, dan dari arah depan berhadapan dengan pasukan musyrikin dengan jumlah yang sangat banyak yang setiap saat bisa melompati parit, benar-benar sangat panik, rasa takut ini begitu besar mereka rasakan sehingga salah seorang dari kaum munafik yaitu Muattab bin Qusyair berkata; "Muhammad telah menjanjikan untuk menguasai kerajaan-kerajaan dan kaisar-kaisar, sementara saat ini tidak seorang pun yang berani keluar untuk memenuhi kebutuhannya". Wahyu yang turun kala itu melukiskan ketegangan pada hari hari yang penuh dengan serangan pasukan gabungan tersebut;

"Ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam macam prasangka. Di situlah di uji orang orang mukmin dan diguncangkan hatinya dengan guncangan yang sangat" (QS Al Ahzab 10-11)

Beberapa pertanyaan muncul di kalangan pasukan muslim, kapan hari hari yang menegangkan ini akan berakhir, persediaan makan semakin menipis dan udara sangat dingin dimalam hari, kebanyakan mereka yang lemah iman hampir bersedia bergabung dengan kaum munafik yang menyebarkan desas desus bahwa tidaklah mungkin untuk bertahan dari musuh yang hanya dipisahkan dengan parit, sebaiknya mundur dan masuk benteng kota, ujar kaum munafik itu.

Pada saat itu juga turun firman Allah yang menggambarkan pasukan muslim yang tahan uji;

"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." Al Ahzab 22

Pasukan muslim yang sabar itu telah saling mengingatkan diantara mereka tentang sebuah ayat yang dulu pernah diturunkan, yaitu;

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (Al Baqarah 214)

Rasulullah saw menyadari bahwa kekuatan sebagian besar umatnya untuk bertahan mulai berkurang, begitu juga dengan pasukan gabungan pun pasti mengalami penderitaan yang serupa dengan kesukaran yang mereka hadapi. Oleh karena itulah Rasulullah saw mengadakan musyawarah dengan para sahabat dan juga perwakilan dari suku Aus dan suku Khazraj, Rasulullah saw mengutarakan rencananya untuk mengadakan perjanjian dengan Bani Gathafan dengan memberikan sebagian hasil panen kurma dari perkebunan kurma yang dimiliki oleh suku Aus dan suku Khazraj. Kemudian mereka berkata kepada Rasulullah saw,"Hai Rasulullah, apakah ini perintahmu untuk kami laksanakan atau perintah Allah yang wajib dilaksanakan?, Ataukah ini engkau lakukan demi nasib kami?", Rasulullah saw menjawab,"Hal ini kulakukan demi kepentingan kalian, Demi Allah, sebenarnya aku tidak ingin melakukanya, tapi kulihat pasukan musuh telah menghujani kepala kepala kalian dengan panah dan selalu mengancam untuk membantai kalian dari setiap penjuru", Namun Sa'd, perwakilan dari suku Aus, yang kala itu sedang terluka cukup parah berkata,"Hai Rasulullah, dahulu kami dan mereka sama sama menyekutukan Allah, pemuja berhala, tidak sungguh sungguh menyembah Allah, dan tidak pula mengenal Nya, dan mereka tak akan pernah memakan sebutir pun kurma dari kami, menyimpanya atau menukarnya. dan sekarang ketika Allah telah menunjuki kami kepada Islam, membimbing kami dan menguatkan kami denganmu dan dengan Islam, akankah kami menyerahkan harta kami kepada mereka?, Demi Allah, kami tidak akan memberikan apapun kepada mereka kecuali pedang, sampai Allah memutuskan siapa yang menang diantara kita", dan Raslullah saw membalas,"Laksanakanlah tekadmu", sambil tersenyum karena bangga melihat pengikutnya begitu tegar menghadapi musuh, kemudian Sa'd bin Muadz mengambil pena dan kulit dari Utsman bin Affan, lalu menghapus apa yang telah dituliskan, dan berkata,"Biarkan mereka memperoleh yang terburuk".

Sampai pada suatu malam, setelah kira-kira 20 hari dalam pengepungan, Rasulullah saw berdoa, mengadu kepada Allah dengan sungguh-sungguh. “Ya Allah, aku memohon pertolongan-Mu sesuai dengan apa yang Engkau Janjikan.”

Sementara itu, jauh dari tempat Nabi saw bermunajat, seorang tokoh Bani Ghathafan, Nu’aim bin Mas’ud, tengah berbaring dalam tendanya dengan gelisah. Ia merasa apa yang dilakukannya adalah suatu kebenaran. Namun, dalam hatinya ia merasa bersalah. Kekagumanya terhadap para pemeluk agama baru itu kini semakin menguat dan meningkat karena melihat kemampuan mereka bertahan dari serangan pasukan Al Ahzab yang besarnya tiga kali lipat lebih kuat dari pada mereka.

"Sungguh, alangkah bodohnya diriku. Selama ini, hidupku dipenuhi dengan kesenangan yang menipu dan kegembiraan sesaat. Namun, mengapa kini aku  melawan Muhammad yang katanya bisa mengajarkan kehidupan yang dipenuhi ketenteraman yang abadi? Bukankah aku tetap tidak ingin kembali ke kehidupanku yang sebelumnya?” Nu'aim mendapat hidayah Allah SWT.

Malam itu juga, ia berjalan mengendap ngendap menaiki bukit terjal menyelusup menuju ke dekat kota Madinah. Sesampainya di sana, ia meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah saw bukan sebagai musuh.

Ketika Rasulullah melihatnya Nu'aim berdiri di hadapannya, beliau bertanya, "Engkau Nu'aim bin Mas'ud?"

"Betul, wahai Rasulullah," jawab Nu'aim.

"Apa yang mendorongmu datang ke sini pada saat seperti ini?" tanya beliau.

"Aku datang untuk menyatakan pengakuanku. Tidak ada Tuhan selain Allah dan seusungguhnya engkau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku mengakui agama yang engkau bawa sesungguhnya benar," jawab Nu'aim sungguh-sungguh.

Kemudian ia melanjutkan kata-katanya, "Wahai Rasulullah, sungguh aku telah benar-benar masuk Islam. Dan kaumku tidak mengetahui bahwa aku telah masuk Islam. Perintahkanlah kepadaku perintah apa saja yang dapat aku laksanakan!, bolehkah aku melemahkan niat mereka untuk memerangimu ya Rasulullah".

Rasulullah saw menjawab, "Engkau adalah seorang dari pihak kami, kembalilah kepada kaummu! Dan jika kamu sanggup, takut-takutilah mereka bahwa sesungguhnya mereka lemah dan kami kuat. Sesungguhnya perang itu adalah tipu daya".

“Saya siap, wahai  Rasulullah. Insya Allah engkau akan segera melihat sesuatu yang menggembirakan,” janji Nu’aim.

Setelah itu, Nu’aim segera berangkat menuju ke kubu Bani Quraidzah, yang telah menjadi sahabat baiknya sampai saat ini. Ia akan meyakinkan mereka untuk tidak dalam pertempuran melawan Rasulullah SAW. Ia di sambut sebagai teman lama dan ditawari minuman dan minuman, namun Nu'aim berkata,"Aku bukan datang hanya untuk ini", ujarnya,"tetadan aku datang untuk mengingatkan kalian, aku menghawatrikan keselamatan kalian  dan aku datang untuk menasehati kalian", ujarnya.

"Jangan kalian bantu mereka memerangi Muhammad sebelum kalian minta jaminan kepada kedua sekutu kalian itu, yakni pemuka-pemuka atau bangsawan-bangsawan terpandang dari mereka sebagai jaminan atas peperangan ini. Sampai kalian memenangkan peperangan ini dan menguasai negeri ini, atau kalian mati bersama-sama dengan mereka,” saran Nu’aim. Bani Quraizhah pun menerima saran itu, dan Nuaim pun menjelaskan lebih lanjut bahwa jika Qurays dan Bani Gathafan gagal menaklukan Madinah maka mereka akan pulang dan membiarkan orang orang Quraizhah dalam kekuasaan Rasulullah dan pengikutnya. Karena itu mereka harus menolak memberi dukungan kepada pasukan gabungan sebelum pasukan gabungan menyerahkan jaminan berupa seorang tokoh diantara mereka sebagai sandera, dan sandera inilah sebagai jaminan bahwa mereka benar benar akan bertempur untuk menaklukan Rasulullah dan para pengikutnya. Bani Quraizhah menerima saran dari Nuaim dengan antusias dan menerima nasehat dari Nuaim dan berjanji tidak akan memberitakan kepada siapapun bahwa dirinya yang memberikan nasehat tersebut.

Setelah itu, Nu’aim segera beranjak menuju kubu Quraisy dan Ghathafan di luar Kota Madinah. Ia segera menemui pimpinan Quraisy, Abu Sufyan bin Harb, yang saat itu dikelilingi para pembesar Quraiys. Ia berhasil merayu mereka agar tidak melanjutkan serangan bersama. Ia mengatakan kepadanya bahwa dirinya memiliki informasi yang sangat penting untuk diketahui, asalkan mereka mau bersumpah untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa ia menjadi informan mereka, dan Abu Sufyan beserta tokoh tokoh Qurays menyetujuinya. Nu'aim mengatakan bahwa Bani Quraizhah menyesal memutusan perjanjian dengan Muhammad SAW, dan malah mereka akan membantu Rasulullah saw menghadapi pasukan Ahzab.

Nuaim melanjutkan,"Kaum Yahudi menyesali perbuatanya terhadap Muhamad, dan mereka telah mengirim pesan kepada Muhamad, 'Kami menyesali atas apa yang telah kami lakukan , dan senangkah engkau jika kami menyandera seorang tokoh Qurays dan tokoh Gathafan lalu kami akan menyerahkanya kepadamu agar engkau penggal kepalanya? Setelah itu kami akan bergabung dengan mu untuk memerangi pasukan gabungan', dan Muhamad telah menerima pesan ini dan telah mengirimkan pesan persetujuanya, Karena itu jika kaum Quraizhah meminta sandera kepada kalian maka jangan kalian berikan", ujarnya, yang membuat Abu Sufyan dan tokoh tokoh Qurays yang lainya terpana dengan berita yang disampaikan oleh Nuaim tersebut, Mendengar penjelasan Nu'aim, Abu Sufyan berkata, “Kau adalah sekutu kami yang baik. Semoga kamu mendapat balasan yang baik pula.”, lantas Nuaim pergi ke kaumnya sendiri yaitu Bani Gathafan dan suku sekutu lainya dan mengatakan seperti apa yang sudah ia katakan kepada kaum Qurays.  Dan setelah yakin bahwa Pasukan Ahzab tidak akan melancarkan serangan apa pun kepada kaum Muslimin. Diam-diam Nu’aim pergi ke Madinah dan bergabung dengan pasukan Rasulullah saw.

Setelah mengadakan perundingan maka para pemimpin ke dua pasukan Ahzab memutuskan untuk tidak menceritakan hal ini kepada Huyay, untuk menguji apa yang dikatakan oleh Nuaim. Keesokan malamnya, mereka mengutus Ikrimah bin Abu Jahal ke benteng Bani Quraizhah dengan pesan,"Bersiaplah, besok untuk berperang, kita akan menghabisi Muhamad", dan mereka menjawab,"Besok adalah sabath, apapun alasanya kami tidak akan berperang melawan Muhamad bersama kalian, kecuali kalian memberi kami sandera sebagai jaminan kepada kami sampai Muhamad lenyap, sebab kami khawatir, jika kalah, kalian akan kembali ke negri kalian sendiri dan membiarkan kami dan kami tidak dapat melawanya sendirian", ujar Ka'ab, dan ketika pesan ini sampai kepada QUrays dan Gathafan, mereka berkata, "Demi Tuhan, apa yang dikatakan Nuaim memang benar". Dan, mereka berkata bahwa merka tidak akan menyerahkan seorang sandera pun kepada Bani Quraizhah. Namun Bani Quraizhah tidak akan melakukan penyerangan sebelum Bani Qurays dan Bani Gathafan memberikan sandera sebagai jaminan.

Saat itu juga Abu Sufyan menemui Huyay dan berkata,"Mana bantuan kaum mu yang engkau janjikan kepada kami?, Mereka telah menghianati kami dan mereka telah meninggalkan kami", ujar Abu Sufyan, dan Huyay merasa kaget dengan ucapan Abu Sufyan,"Demi Taurat, tidak", ujarnya, "Hari ini adalah hari sabath, dan kami tidak boleh melanggar hari sabath, tapi pada hari minggu, merka akan menyerang Muhamad dan para pengikutnya dengan cepat laksana kilatan api". Ketika Abu Sufyan menjelaskan bahwa Bani Quraizhah meminta sandera sebagai jaminan, hal itu membuat Huyay tercengang, kemudian Abu Sufyan berkata, "Aku bersumpah demi Al-Lat, ini semua tidak lain adalah penghianatanmu, baik dari mereka maupun dari dirimu, karena kuanggap kau terlibat dalam penghianatan kaum mu", dan Huyay berteriak,"Tidak, demi Taurat yang diturunkan kepada Musa di bukit Sinai, aku bukan penghianat", namun Abu SUfyan sudah tidak percaya lagi kepada Huyay, karena merasa dirinya terancam maka Huyay meninggalkan pasukan gabungan tersebut dan berlindung di benteng Bani Quraizhah.

Sebenarnya hubungan antara sesama suku dalam pasukan gabungan tersebut sudah rapuh karena kesulitan kesulitan yang mereka hadapi, persediaan makanan dan minuman semakin sedikit bahkan hampir habis, sementara setiap hari kuda kuda dan unta unta mereka semakin banyak yang mati akibat kelaparan atau terluka parah akibat anak panah dari pasukan muslim. Bani Gathafan dan suku suku lainya juga lebih menginginkan harta rampasan perang dari pada sekedar memerangi pasukan Muslim. Situasi yang sulit itu justru menimbulkan perpecahan dikalangan pasukan gabungan tersebut dan mereka saling menyalahkan karena kerugian kerugian yang telah mereka alami tanpa ada gambaran jelas bagaimana mereka bisa menaklukan Medinah.

Di perkemahan kaum muslim, Rasulullah saw memanjatkan doa setelah shalat wajib dan selama tiga hari berturut turut,"Ya Allah, Yang menurunkan Kitab, Yang paling cepat melakukan perhitungan! Hancurkanlah persekutuan menjadi perpecahan, ubahlah mereka kepada permusuhan dan hancurkanlah mereka".  Dan turunlah wahyu berkenaan dengan doa Rasulullah saw tersebut;

"Hai orang orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah yang telah diakruniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara tentara, lalu kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya" (QS Al Ahzab 9)

Beberapa hari kemudian, cuaca berubah menjadi sangat dingin dan lembab, angin topan berhembus kencang dari arah timur disertai hujan lebat yang menuntut setiap orang untuk berlindung. Ketika malam tiba, badai menerpa dataran tersebut, berhembus sangat kencang dan menghabisi perkemahan kaum Qurays dan Bani Gathafan, sudah banyak kuda kuda dan untas unta dari pasukan Ahzab yang mati dan banyak pula yang lari akibat hantaman badai tersebut, orang orang bertiarap dan saling berdekatan mencari hangat. Sementara perkemahan pasukan muslim terlindung dari hantaman badai sehingga tidak ada satupun kemah pasukan muslim yang roboh, namun udara terasa sangat dingin menusuk tulang, bercampur dengan penderitaan kelaparan dan tubuh yang lemah karena dalam beberapa hari tidak bisa tidur dengan nyenyak akibat serangan dari pasukan gabungan yang tak kunjung berhenti.

“Dan Allah mengusir orang-orang kafir itu dengan keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Ahzab: 25)

Di tengah suasana yang sangat tidak menentu itulah Allah menurunkan pertolongannya. Pertolongan yang telah lama dirindukan oleh kaum muslimin. Allah memberikan pertolongan melalui nushrah dari masyarakat Madinah. Pada saat itulah kemenangan berada di tangan kebenaran (Islam).

“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi dan mereka menduga bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami. Selalu diselamatkan orang-orang yang kami kehendaki dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari orang-orang yang berdosa.” (QS Yusuf 110)

“Dan Sesungguhnya telah didustakan rasul-rasul sebelum kamu akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka.” (QS Al An’am  34).

Sementara badai berlangsung pada malam itu, Rasulullah saw shalat hingga larut malam, kemudian Rasulullah saw menemui sahabat sahabatnya yang berada di dekat tendanya. Hudzaifah Radhiyallahu anhu menuturkan : “Suatu malam dalam perang Ahzâb, ketika angin bertiup kencang dan udara dingin menusuk tulang, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adakah orang yang sanggup mencarikan berita tentang musuh untukku ? Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikannya bersamaku di surga.”(Tiga kali Rasûlullâh mengulangi ucapan tersebut) dan para shahabat terdiam dan tidak ada satupun yang menjawab. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Hudzaifah, berdirilah, cari dan beritahukanlah kami kabar mengenai musuh!” Aku tidak punya pilihan, aku harus berdiri, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas memanggil namaku. Beliau bersabda, “Pergi dan carilah kabar mengenai musuh, dan jangan kamu mengagetkan mereka tentang diriku.” Tatkala aku mulai beranjak dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seakan-akan aku berjalan dalam udara hangat (tidak kedinginan dan tidak berangin seperti yang dirasakan oleh orang lain), sampai aku berhasil mendekati mereka, lantas aku melihat Abu Sufyân yang sedang menghangatkan badannya dengan api, maka aku langsung menaruh anak panah pada busurnya dan membidikkannya kearah Abu Sufyan, sekiranya aku tidak ingat pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Jangan kamu mengagetkan mereka dengan diriku.’ niscaya aku telah melepaskan anak panahku dan pasti akan mengenai sasaran. Lalu aku kembali dengan berjalan kaki dalam kehangatan. Kemudian aku menemui Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kondisi musuh. Setelah itu aku pergi, tiba-tiba aku mulai merasakan kedinginan, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelimutiku dengan kain burdah yang biasa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pakai shalat , kemudian aku tertidur sampai pagi. Keesokan harinya, beliau bersabda, “Bangun, wahai orang yang banyak tidur.”

Pasukan Qurays dan Bani Gathafan dan sekutu sekutunya bermalam dengan diselimuti udara yang sangat dingin mencekam, menjelang fajar, ketika angin mulai mereda, Abu Sufyan berteriak keras keras, "Hai kaum Qurays, kuda kuda dan unta unta kita sudah banyak yang mati, Bani Qurayzhah telah meninggalkan kita dan kita diberi tahu bahwa mereka akan menghianati kita, dan kini kita menderita akibat angin seperti yang kalian lihat, maka, pergilah dari tempat ini, karena akupun akan pergi", ujarnya, Abu Sufyan dengan cepat cepat menuju untanya dan menaikinya, namun pada saat itu, Ikrimah menegur Abu Sufyan, "Engkau pemimpin kaumu, akankah engkau pergi dari kami begitu saja dan meninggalkan orang orang dibelakang?", seketika itu juga Abu Sufyan merasa malu dan menyuruh untanya untuk berlutut lagi dan iapun turun. Para pasukan segera berkemas dan merapikan perkemahan yang kala itu berantakan bahkan banyak yang hilang terlempar jauh akibat dari hantaman badai tersebut. Kemudian Abu Sufyan bersepakat dengan Khalid dan Amr agar mereka berbaris paling belakang bersama pasukan berkuda.

Ketika sedang menunggu keberangkatan pasukan, Khalid berkata, "Setiap orang yang berakal sehat pasti tahu bahwa Muhamad tidaklah berdusta", ujarnya, kemudian Abu Sufyan menyela perkataan Khalid, "Engkau sungguh tidak pantas mengatakan hal itu", kemudian Khalid langsung menimpali, "Kenapa...??", dan Abu Sufyan menjawab, "Karena ia telah merendahkan kehormatan ayahmu dan telah membunuh kepala sukumu, Abu Jahal", ujarnya. Tak seberapa lama, pasukan Al Ahzab itu pun dengan tergesa gesa balik ke kampung halamanya.

Bilal mengumandangkan adzan shubuh, setelah mereka shalat berjamaah, semburat cahaya pagi menampakan lenggangnya dataran diseberang parit, Rasulullah saw mengijinkan mereka untuk pulang ke rumah masing masing, maka kebanyakan pasukan muslim dengan tergesa gesa pulang ke rumahnya. Namun Rasulullah saw masih merasa kawatir dengan adanya mata mata dari pihak Qurays atau serangan dari pihak Bani Gathafan, oleh karena itulah Beliau menyuruh Jabir dan Abdullah bin Umar untuk mengingatkan rekan rekan mereka yang telah berjalan pulang itu untuk kembali berjaga jaga. Jabir dan Abdullah menyusul mereka dan berteriak memperingatkan untuk kembali berjaga jaga namun tak seorang pun yang menoleh. Jabir mengikuti Bani Haritsah di sepanjang jalan, dan bahkan berteriak didekat rumah rumah mereka, tapi tak seorangpun yang keluar. Ketika Jabir dan Abdullah kembali menemui Rasulullah saw untuk melaporkan hal yang di alaminya, kemudian Rasulullah saw malah tertawa dan Rasulullah saw bersabda, "Kamu sekalian tidak akan diserang lagi oleh kaum Quraisy setelah tahun ini." kemudian melangkah pulang menuju rumahnya bersama para sahabat lainya yang telah menunggu instruksi dari Rasulullah saw..