Sebelum musuh tiba, kaum muhajirin dan anshar memiliki waktu seminggu, Semua bersiap siap untuk melakukan perlawanan, semua dilakukan sampai tak ada seekor pun kuda, unta, sampai, kambing dan domba yang berada diluar tembok Madinah. Terdengar khabar bahwa pasukan pimpinan Abu Sufyan tersebut melewati jalur sebelah baratdekat pesisir, dan kemudian mereka berbelok ke arah pedalaman dan beristirahat kira kira 8 km di sebelah barat Madinah, kemudian mereka bergerak ke arah timur laut sekitar 4 km dan berkemah di lahan tanah pertanian kosong di dataran kaki bukit Uhud, dimana Madinah dapat dilihat secara langsung dari arah utara.
Sewaktu surat tersebut sampai di tangan Rasulullah saw, pasukan Qurays sedang melakukan perjalanan dan di pimpin langsung oleh Abu Sufyan yang membawa serta istri keduanya yaitu Hindun. Shafwan bin Umayah juga membawa ke dua istrinya, sementara Jubayr anak Muthim bin Adi tetap tinggal di Mekkah dan cuma mengutus seorang budaknya yaitu Wahsyi yang ahli dalam melempar tombak yang sangat jitu. Ketika masih di Mekah Jubayr berpesan kepada Wahsyi "Jika engkau berhasil membunuh Hamzah, sebagai wujud balas dendamku maka engkau akan kubebaskan sebagai budak ku", kemudian Hindun mendengar ucapan itu dan setiap kali melewati Wahsyi maka Hindun selalu menyemangati Wahsyi,"Lakukanlah wahai bapak kegelapan! Balaskan dendam tuanmu itu dan puaskanlah!". Hindun telah berkali kali meyakinkan Wahsyi bahwa dirinya akan memberikan hadiah kepada siapapun yang berhasil membunuh Hamzah.
Rasulullah saw mengirimkan mata mata yang keesokan harinya pulang dan melaporkan bahwa jumlah musuh tepat seperti yang diberitakan oleh Abbas. Dalam pasukan itu turut serta 100 pasukan Bani Tsaqif, kelompok Kinanah dan juga dari suku lainya. tiga ribu unta dan dua ratus kuda memakan rumput dan gandum muda di sebelah utara Madinah, hingga tak sehelaipun daun yang tersisa. Pada malam itu Madinah di jaga ketat, Dua Sa'ad dari Bani Auws' dan Khazraj, Ibn Muadz dan Ibn Ubaidah, ditugaskan untuk berjaga jaga diluar pintu rumah Rasulullah saw, bersama dengan Usayd dan beberapa pengawal kuat yang lainya.
Pada akhirnya, setelah mendapat informasi dari mata-mata yang dikirim Nabi untuk mengintai musuh, Kaum Muslimin pun mengadakan sebuah pertemuan pada Jumat 6 Syawal, 3 Hijriyah. Di dalam pertemuan tersebut, Nabi mengatakan untuk tetap bertahan di dalam Kota dengan membiarkan pasukan musuh menyerbu Kota, tentunya ini menjadi pilihan yang lebih bijak. Dengan harapan, strategi ini mampu memukul mundur pasukan musuh daripada harus meladeni pertempuran di tempat terbuka, mengingat musuh sudah berada sangat dekat dari Kota Madinah. Selain itu, disebabkan juga karena jumlah pasukan, pengalaman tempur dan persiapan musuh jauh lebih unggul dari Kaum Muslimin, sehingga kemungkinan kecil untuk mengalahkannya di medan terbuka.
Di dalam hal ini, Rasulullah juga melihat pada Kaum Muslimin masih terdapat gairah kegemilangan pada Perang Badar, satu tahun sebelumnya. Beberapa diantaranya begitu bersemangat untuk menyambut kedatangan musuh di luar Kota Madinah. “Rasulullah, kami tidak ingin bertempur di jalan-jalan Madinah. Pada zaman Jahiliyah, kami selalu menjaga agar hal itu tidak terjadi. Ada baiknya, setelah kedatangan Islam, hal itu tetap dilestarikan” ujar seorang Anshar.
Mendengar pernyataan tersebut, Nabi tanpa bicara langsung mengenakan baju Zirah, dan mempersiapkan persenjataan untuk menuju ke medan perang. Melihat reaksi Nabi, membuat para sahabat lain merasa terkejut. Ada yang merasa bahwa, yang baru saja dikatakan tidaklah pantas, karena terkesan seperti membangkang perintah Nabi. Terkait hal ini, mengakibatkan perdebatan kecil diantara mereka, “Bukankah Rasulullah sebenarnya telah menjelaskan sesuatu pada kalian, tetapi kalian menghendaki yang lain. Jadi, Hamzah temuilah Rasulullah dan katakan kepada beliau, segala keputusan kami serahkan kepada Rasulullah.” Ujar salah satu sahabat kepada Hamzah bin Abdul Mutholib.
Segera Hamzah menemui Nabi dan menyampaikan pesan tersebut. Mendengar pesan demikian, Nabi bersabda, “Bukanlah seorang Nabi, bila Ia telah memakai baju Zirahnya, lalu menanggalkannya dan surut sebelum perang terlaksana”.
Setelah bermusyawarah dengan para shahabat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memutuskan untuk menyambut serangan kaum kuffar Makkah dan sekitarnya diluar Madinah. Sebelum berangkat, Rasulullah membagi pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tiga regu dan masing-masing diberi bendera. Bendera regu Muhajirin diserahkan kepada Mush’ab bin Umar Radhiyallahu anhu yang selanjutnya diganti oleh Ali bin Abu Thâlib setelah Mush’ab Radhiyallahu anhu gugur sebagai syahid di medan tempur, bendera Auws dibawa oleh Usaid bin Hudhair sementara satu bendera lagi yaitu bendera Khazraj dipercayakan kepada al Habbab bin al Mundzir Radhiyallahu anhu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Madinah pada hari Jum’at disertai dengan seribu pasukan. Diantara mereka ada 100 orang yang mengenakan baju besi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pada saat itu mengenakan dua lapis baju besi. Sebelum meninggalkan Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan amanah kepada Abdullah bin Ummi Maktûm untuk mengimami shalat kaum muslimin di Madinah.
Ketika sudah melewati bukit Wadâ’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sekelompok orang yang bersenjata lengkap. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapa mereka ?” Para shahabat menjawab : “Itu adalah Abdullah bin Ubay ibnu Salul beserta teman-temannya orang-orang Yahudi Bani Qainuqâ’, kelompoknya Abdullah bin Salam yang berjumlah enam ratus” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi : “Apakah mereka sudah memeluk agama Islam ?”, Para shahabat menjawab : “Tidak, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Suruhlah mereka pulang! kita tidak akan minta bantuan kepada orang-orang musyrik dalam rangka menghadapi orang-orang musyrik juga”, sebenarnya Rasulullah saw tidak percaya dengan Abdulah bin Ubay yang sudah terlihat mempunyai sifat munafik.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di as-Syauth (nama tempat), tokoh munafik Abdullah bin Ubay ibnu Salul diikuti oleh tiga ratus munafik lainnya membelot, kembali dan tidak mau ikut berperang. Mereka beralasan bahwa peperangan tidak akan terjadi. Pembelotan ini juga sebagai bentuk protes terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memutuskan untuk menyambut kedatangan musuh di luar Madinah. Dalam merespon tindakan buruk yang dilakukan orang-orang munafik ini, para shahabat terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok memandang agar kaum muslimin menyerang dan memberi pelajaran kepada orang-orang munafik ini sementara satu kelompok lagi memandang tidak perlu menyerang mereka. lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya :
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
"Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? an-Nisa’/4:88"
Menyaksikan pembelotan Abdullah bin Ubay ibnu Salul ini, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu menyusul mereka hendak mengingatkan agar kembali dan bergabung dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun upaya ini gagal dan mereka tetap menolak. Akhirnya, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu geram dan mengatakan : “Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, wahai musuh-musuh Allah! Allah Azza wa Jalla pasti akan menjadikan nabi-Nya tidak butuh pada kalian.” Isyarat tentang percakapan ini terdapat dalam firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ﴿١٦٦﴾وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا ۖ قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ
"Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”. mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu” Pada hari itu, mereka lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan" Ali Imrân/3:166-167
Ketika itu, Bani salamah dari suku Khazraj dan Bani Hâritsah dari suku Aus hampir saja ikut mundur dan bergabung bersama orang-orang munafik, namun Allah Azza wa Jalla memberikan mereka keteguhan hati untuk tetap bertahan dengan kaum Muslimin. Tentang mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِذْ هَمَّتْ طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلَا وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
"Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal hanya kepada Allah" Ali Imrân/3:122
Rasulullah beserta kaum Muslimin terus melanjutkan perjalanan. Ketika tiba di daerah Syaikhân, mereka beristirahat dan bermalam disana. Disinilah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada beberapa pemuda untuk kembali dan tidak memperkenankan mereka ikut terjun ke medan tempur. Hal ini disebabkan karena usia mereka yang masih terlalu muda, yaitu masih berusia empat belas tahun kebawah. Diantara mereka yang disuruh pulang adalah Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsâbit, Usâmah bin Zaid, Nu’mân bin Basyîr, Zaid bin Arqam, Barrâ’ bin ‘âzib dan lain-lain, termasuk diantara yang ditolak oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. Jumlah anak-anak muda yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk kembali ini sekitar 14 orang. Pada saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ijin kepada Raafi’ bin Khadiij Radhiyallahu anhu karena dia ahli memanah juga memberikan ijin kepada Samurah bin Jundub karena dia lebih kuat dibandingkan Raafi’. Saat itu, usia keduanya juga sudah lima belas tahun. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ijin kepada mereka karena usia mereka yang sudah lima belas tahun, bukan karena kemampuan mereka.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras para pemanah ini meninggalkan tempat mereka ini, meskipun dalam keadaan genting kecuali ada perintah dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنْ رَأَيْتُمُوْنَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَلاَ تَبْرَحُوْا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ وَإِنْ رَأَيْتُمُوْنَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلاَ تَبْرَحُوْا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ
"Meskipun kalian melihat kami disambar burung, janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini sampai aku mengutus utusan kepada kalian. Meskipun kalian melihat kami telah berhasil mengalahkan mereka, maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini sampai aku mengutus utusan kepada kalian [HR. al- Bukhâri]
Dengan strategi ini, kaum muslimin menguasai dataran-dataran yang tinggi dan membiarkan lembah untuk pasukan Quraisy menghadap ke bukit Uhud, sekaligus menutup jalur bagian belakang agar pasukan Qurays tidak bisa menyerang pasukan muslim dari belakang.
Rasulullah saw mengambil sebilah pedang yang jatuh dan menawarkannya kepada pasukannya “Siapa yang akan mengambil pedang ini dariku?”, kemudian pasukan Nabi berebut untuk mengambilnya. “Aku ya Rasulullah, Akuu…”. Rasulullah saw pun melanjutkan kalimatnya, “Siapa yang mengambil pedang ini, dan menggunakannya dengan benar?”. Sontak para pasukan yang tadi berebutan terdiam. Hingga akhirnya, Abu Dujannah maju dan mengatakan bahwa dirinya akan mengambil pedang tersebut, “Aku akan mengambil pedang itu dan menggunakannya dengan benar”.
Matahari mulai merangkak naik, kaum Qurays telah bersiap dengan seratus pasukan berkuda di sayap kanan pimpinan Khalid bin Walid, dan seratus pasukan berkuda di sayap kiri dengan dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, sedangkan bagian tengah di pimpin langsung oleh Abu Sufyan yang sudah mengisyaratkan pasukan bagian tengah untuk maju, bendera kaum Qurays di bawa oleh Thalhah dari Abdu al Dar yang dengan semangat mengibar ngibarkan bendera peperangan sambil berjalan maju, disertai dengan ke dua saudara dan empat anak lelakinya. Pada perang Badar, ke dua pembawa bendera Qurays dipermalukan dengan menjadi tawanan kaum Muslim, Abu Sufyan tak dapat melupakan peristiwa tersebut.
Ketika kedua pasukan yang berlawanan ini mulai semakin mendekat, Abu Sufyan menghentikan gerakanya, kemudian maju beberapa langkah dan berteriak,"orang orang Auws dan Khazraj, tinggalkan tempatmu sekarang, datanglah kepadaku, wahai sepupu sepupuku, kami akan meninggalkan kalian , kami tak bermaksud melukai kalian", ujarnya, kemudian disusul dengan Abu ‘Amir yang memanggil kaumnya yaitu kabilah Auws untuk bergabung bersamanya di barisan kaum kafir Quraisy. Mendengar seruan ini, para Sahabat menolaknya dengan keras. Mereka mengatakan, “Wahai orang fasik ! Semoga Allah Azza wa Jalla tidak memberikan kenikmatan kepadamu !” Mendengar jawaban yang tidak diharapkan ini, dia pun kembali dengan penuh kedongkolan.
Sekali lagi Abu Sufyan mengisyaratkan pasukan Qurays untuk maju, tidak jauh dari garis depan, para wanita di pimpin oleh Hindun memukul genderang peperangan sambil bernyanyi menyemangati pasukan kaum Qurays;
"Ayo majulah anak anak Abd al Dar
"majulah ke depan, engkau para pengawal garis belakang"
"Hantam dengan setiap pedang tajam, Hantam !!!"
Perang dimulai ketika pembawa bendera Quraisy Thalhah bin Abi Thalhah maju sambil membawa bendera. Ia termasuk salah satu jawara dalam medan pertempuran. Ia maju kedepan kaum Muslim sambil berteriak menantang mereka sekaligus memberi semangat pasukannya. Ia berkata,"Wahai sahabat-sahabat Muhammad! Bukankah kalian beranggapan bahwa Allah dengan pedang kalian dapat mempercepat kami memasuki pintu neraka, sementara pedang kami dapat mengantarkan kalian lebih cepat memasuki surga?! Apakah ada di antara kalian yang sudah tidak sabar memasuki pintu surga dengan pedangku ini, atau ada yang ingin membuatku cepat-cepat masuk neraka dengan pedang kalian?".
Ali keluar dari barisan pasukan memenuhi tantangannya. Mereka berdua berdiri di antara pasukan masing-masing, sementara Nabi menyaksikan jalannya perang tanding ini, Nabi mengawasi pertempuran sambil mewaspadai dan mengawasi dengan teliti gejolak yang terjadi di sekitar medan pertempuran. Terlihat Ali mengayunkan pedangnya ke arah kaki Thalhah memisahkan kakinya dari badannya. Setelah kakinya terpotong oleh tebasan pedang Ali, Thalhah kemudian terjatuh. Berbarengan dengan jatuhnya Thalhah bendera yang bersamanya pun terjatuh. Ali segera berlari secepatnya ke arah Thalhah. Namun Thalhah dengan niat yang licik membuka pakaian bagian bawahnya dan memperlihatkan kemaluannya, Thalhah sudah mengetahui bahwa Ali sangat menjaga matanya dari melihat aurat sendiri dan sudah tentu tidak akan melihat aurat orang lain. Ia lalu bersumpah atas nama Allah dan kasih-sayang-Nya. Melihat gelagat Thalhah, Ali langsung meninggalkannya. Rasulullah saw kemudian mengucapkan takbir yang kemudian diikuti oleh para sahabat.
Para Sahabat bertempur dengan penuh kesatria. Telah tercatat dalam lembaran sejarah keberanian yang ditunjukkan oleh Hamzah bin ‘Abdul Muththalib Radhiyallahu anhu juga para Sahabat yang lain. Ketika beliau Radhiyallahu anhu mendengar tantangan dari salah seorang kafir Quraisy yang bernama Sibâ’ bin ‘Abdil Uzzâ, beliau Radhiyallahu anhu bergegas menyambut tantangan tersebut. Beliau Radhiyallahu anhu berhasil mengalahkan orang kafir tersebut. Sementara di tempat lain, ada Wahsyi, budak hitam milik Jubair bin Muth’im yang selalu mengintai kesempatan untuk menyerang Hamzah Radhiyallahu anhu. Oleh tuannya, yaitu Jubair bin Muth'im, Wahsyi dijanjikan kebebasan jika berhasil menghabisi Hamzah Radhiyallahu anhu , sebagai pembalasan terhadap Hamzah Radhiyallahu anhu yang telah membunuh Thu’aimah bin ‘Adi dalam perang Badar. Dia mengendap-ngendap berusaha mendekati Hamzah Radhiyallahu anhu , ketika melihat Hamzah Radhiyallahu anhu berada dalam jangkauan serangannya, dia mulai membidik Hamzah Radhiyallahu anhu dengan tombaknya dan melemparnya. Lemparannya tepat mengenai sasaran sehingga menyebabkan Hamzah Radhiyallahu anhu wafat sebagai syahid dalam peperangan ini. Wahsyi berhasil membunuh Hamzah Radhiyallahu anhu dengan cara yang sangat curang. Sementara itu, peperangan terus berlangsung. Kaum Muslimin terus berjuang sehingga memaksa kaum Kafir mundur. Pada babak pertama ini, kaum Muslimin berhasil memenangkan pertarungan. Tentang ini, Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ
"Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian, ketika kalian bisa membunuh mereka dengan izin-Nya" Ali Imrân/3:152
Semua pasukan muslim bergembira dengan duel yang dimenangkan Ali bin Abi Thalib. Melihat Thalhah terjatuh, adiknya, Utsman bin Abi Thalhah segera maju ke depan mengambil bendera. Hamzah bin Abdul-Muththalib maju menyerangnya dan berhasil membunuhnya. Duel belum berhenti, saudara lain mereka yang bernama Abu Saآid segera mengambil bendera Quraisy, namun Ali tidak membiarkannya. Ali maju menyerangnya dan kemudian membunuhnya.
Arthah bin Syurahbil berusaha menyelamatkan bendera Quraisy, namun, lagi-lagi Ali maju menghadangnya dan melakukan duel. Ali berhasil membunuhnya. Begitulah seterusnya hingga sembilan orang dari pihak Quraisy yang berniat mengambil bendera dari tangan Bani Abdud-Dar dan Ali dan Hamzah dengan gagah perkasa membunuh kesembilan orang tersebut. Orang terakhir dari Bani Abdud-Dar yang memegang bendera Quraisy adalah seorang pemuda yang biasa dipanggil as-Shawab. Ali menyerang dan kemudian membunuhnya. Bendera terjatuh di tengah medan pertempuran. Tidak ada satu pun dari pihak Quraisy yang berani untuk mengambilnya. Orang-orang Quraisy mulai dihinggapi rasa ketakutan. Semangat berperang pun mulai luntur. Kaum musyrik mulai merasa bahwa mereka akan terbunuh dan kaum Muslim akan menguasai mereka. Peperangan pun dimulai namun seakan-akan peperangan akan berpihak pada kemenangan kaum Muslim.
Kemenangan yang sudah di depan mata kemudian berubah menjadi sebuah malapetaka yang besar bagi pasukan Muslim. Ketika melihat pasukan musuh lari tunggang langgang, seorang pasukan pemanah`Abdullâh bin Jubair Radhiyallahu anhu yaitu Ashab bin Jabir berkata dari puncak bukit : “Ghanîmah … Ayo kawan-kawan ! ghanîmah … teman-teman kalian sudah menang, tunggu apa lagi ?” Mendengar ajakan ini, `Abdullâh Radhiyallahu anhu berusaha mengingatkan, “Apakah kalian telah lupa pesan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian ?” Mereka menjawab, “Demi Allah ! Kami akan mendatangi mereka kemudian mengambil ghanîmah !” Lalu mereka bergegas meninggalkan tempat itu dan melanggar pesan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Jubair tetap bertahan dengan sisa 9 pasukan pemanah.
Khalid bin Walid bersama dengan pasukan berkudanya, yang kemudian menyadari kecerobohan pasukan pemanah yang meninggalkan pos nya, kemudian mengitari bukit yang kemudian diikuti oleh Ikrimah bin Abu Jahal dan pasukanya berkudanya, kemudian setelah membunuh habis pasukan pemanah Abdullah bin Jubair dengan 9 kawanya, Khalid bin walid menyerang pasukan muslim dari belakang. Khalid bin Walid memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin 200 pasukan berkuda. Mendapatkan serangan dadakan dari belakang dan tak terduga ini, jelas membuat kaum Muslimin kelabakan dan kocar-kacir serta membuat suasana jadi kacau tak terkendali. Suasana perang kini berubah, terdengar riuh rendah pasukan Qurays berseru "ya uzza, ya hubal".
Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qamaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan ayat Ali Imran 144, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."
Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul", Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.
Sampai-sampai kaum Muslimin kesulitan untuk membedakan antara kawan dan lawan. Dalam suasana kacau inilah, kaum Muslimin menyerang dan membunuh al-Yamân, orang tua Sahabat yang bernama Hudzaifah, padahal Hudzaifah Radhiyallahu anhu sudah berteriak bahwa yang sedang mereka serang itu adalah ayahnya. Akhirnya, al-Yamân meninggal akibat kesalahan di tangan kaum Muslimin sendiri. sementara sahabatnya al Yaman yaitu Tsâbit bin Waqsy juga termasuk yang sudah berusia udzur, sehingga tidak diidzinkan untuk ikut perang dan tinggal bersama kaum wanita dan anak-anak di Madînah. Namun kerinduan mereka terhadap mati syahîd membuat mereka enggan tinggal di Madînah. Keduanya menyusul kaum Muslimin dan terjun di medan tempur. Akhirnya, Tsâbit bin Waqsy gugur sebagai syahîd di tangan musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla, Ketika perang telah usai, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak membayarkan diyat sebagai tebusan atas terbunuhnya al Yamân, namun putra beliau Radhiyallahu anhu Hudzaifah Radhiyallahu anhu enggan menerimanya dan menyedekahkannya untuk kepentiangan kaum Muslimin.
Amr bin al-Jamûh Radhiyallahu anhu termasuk diantara para shahabat yang memiliki alasan yang dibenarkan syari’at untuk tidak ikut perang, karena beliau Radhiyallahu anhu pincang. Namun kondisi ini tidak mengurangi semangatnya untuk tetap iut berperang. Usaha anak-anaknya untuk menghalanginya pun tidak dipedulikannya. Akhirnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kerelaan anak-anak Amr bin al-Jamûh untuk membiarkannya ikut berjihad, kalau memang menginginkan mati syahîd. Amr Radhiyallahu anhu pernah bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Bagaimana pendapatmu, jika aku meninggal hari ini, bisakah aku menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Amr Radhiyallahu anhu mengatakan, “Demi Allâh yang telah mengutusmu dengan al-haq, insya Allâh, saya benar-benar akan menginjakkan kakiku ini di surga hari ini.” Kemudian beliau Radhiyallahu anhu terjun ke medan tempur sampai akhirnya keinginan beliau Radhiyallahu anhu tercapai.
Hanzhalah bin ‘Aamir Beliau adalah pengantin baru. Malam ketika panggilan perang di kumandang kan, beliau Radhiyallahu anhu sedang bersama istri. Beliau Radhiyallahu anhu bergegas memenuhi panggilan tersebut tanpa sempat mandi junub terlebih dahulu. Ketika perang berkecamuk, beliau Radhiyallahu anhu maju berperang sampai akhirnya meninggal. Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat jenazah beliau Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, teman kalian ini sedang dimandikan oleh para malaikat.” Oleh karena itu, beliau digelari gasîlul malaaikah (orang yang dimandikan oleh para malaikat) atau al gasîl (orang yang dimandikan)
Kisah Abdullah bin Jahsy Sebelum peperangan berkecamuk, Abdullah bin Jahsy mengatakan, “Sesungguhnya aku bersumpah untuk bertemu dengan musuh. Jika aku bertemu mereka, aku berharap mereka agar membunuhku kemudian melubangi perutku serta memutilasiku. Jika aku bertemu denganMu (ya Allâh) dan Engkau bertanya kepadaku, “Dalam rangka apa ini ?’ Maka aku akan menjawab, ‘Dalam rangka membela (agama)Mu.’ Ketika dia bertemu dengan para musuh Allâh Azza wa Jalla di medan tempur, dia terus bertempur melawan musuh-musuh Allâh itu, sampai akhirnya di akhir peperangan para shahabat mendapatinya dalam kondisi yang diharapkannya.
Kisah Sa’d bin Abi Waqqâsh adalah pemanah yang lihai, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang mensuplay anak panah untuknya sambil bersabda, “Wahai Sa’d, ibu dan bapakku sebagai tebusan buatmu, panahilah (orang-orang kafir itu-red) !” Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikhususkan kepadanya ini mengobarkan semangat tempur beliau sehingga terus bertempur tanpa mengenal lelah. Kemampuan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang yang ahli memanah dipergunakan untuk membela dan melindungi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Banyak kaum Muslimin yang gugur sebagai syahid. Kaum Muslimin juga kehilangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka mendengar teriakan terikan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah gugur. Berbagai tindakan dilakukan oleh kaum Muslimin sebagai sikap terhadap berita wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada yang lari meninggalkan medan tempur, sebagian terdiam tidak mau bertempur lagi, sementara sebagian lagi terus berjuang dan berusaha mengobarkan semangat tempur kaum Muslimin.
Di antara yang terus berjuang dan mengobarkan semangat kaum Muslimin yaitu Anas bin Nadhar Radhiyallahu anhu yang bertekad menebus ketidakikutsertaannya dalam perang Badar. Ketika melihat sebagian kaum Muslimin diam tidak bersemangat lagi, beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Surga, demi Rabbnya Nadhar! Sungguh aku mencium bau surga di balik Uhud !” Kemudian beliau Radhiyallahu anhu maju bertempur sampai gugur sebagai syahid. Ketika jasad beliau ditemukan, tidak ada seorang Sahabat pun yang bisa mengenalinya karena begitu banyak luka tusuk akibat tombak atau panah dan sayatan pedang di tubuh beliau Radhiyallahu anhu . Tentang Anas bin Nadhar Radhiyallahu anhu ini atau para Mujahidin yang semisal dengan beliau Radhiyallahu anhu , Allah Azza wa Jalla berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
"Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)" al-Ahzâb/33:23
Kaum kuffâr Quraisy terus berusaha menyerang Rasulullah saw yang dilindungi mati-matian oleh para shahabatnya Radhiyallahu anhum. Seiring dengan peperangan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, para shahabat yang benar-benar beriman dengan kerasulan Rasulullah saw mulai gelisah dan mengkhawatirkan keselamatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Rasulullah saw semakin terdesak, para shahabat yang menyadari bahaya yang sedang mengancam Rasulullah saw berjuang habis-habisan demi menyelamatkan Rasulullah saw, perjuangan yang dilakukan Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu anhu, Beliau bertempur mempertaruhkan nyawa sampai telapak tangan yang beliau Radhiyallahu anhu pergunakan untuk membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa difungsikan lagi. Thalhah inilah yang menyangga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya bisa naik ke bebatuan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kepung oleh pasukan Quraisy. Lalu Rasulullah saw bersabda : Thalhah pasti masuk surga.
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيْدٍ يَمْشِي عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ الله
"Barangsiapa yang ingin melihat syahîd (orang yang mati syahîd) yang masih berjalan di muka bumi maka hendaklah dia melihat Thalhah bin Ubaidillah.”
Dalam kondisi seperti ini, Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan nikmat yang teramat besar kepada mereka yaitu rasa aman dalam wujud rasa ngantuk. Kantuk berat yang tiba-tiba menerpa membuat para shahabat yang sedang membela Rasulullah saw ini tertidur sejenak dan pedang-pedang mereka berjatuhan lalu tersadar kembali. Setelah itu, rasa khawatir yang mendera mereka sirna berganti dengan keyakinan dan semangat membela Rasulullah saw semakin berkobar. Abu Thalhah al Anshâri Radhiyallahu anhu termasuk diantara para shahabat yang diterpa rasa kantuk berat sampai-sampai pedang beliau Radhiyallahu anhu jatuh beberapa kali. Peristiwa menakjubkan ini beliau Radhiyallahu anhu ceritakan sendiri, sebagaimana dalam riwayat Imam Bukhâri
قَالَ كُنْتُ فِيمَنْ تَغَشَّاهُ النُّعَاسُ يَوْمَ أُحُدٍ حَتَّى سَقَطَ سَيْفِي مِنْ يَدِي مِرَارًا يَسْقُطُ وَآخُذُهُ وَيَسْقُطُ فَآخُذُهُ
Abu Thalhah Radhiyallahu anhu mengatakan : "saya termasuk diantara yang diterpa rasa kantuk yang sangat berat saat perang Uhud sampai-sampai pedang saya jatuh beberapa kali, setiap kali jatuh saya ambil, jatuh lagi saya sambil lagi."
Tentang ni’mat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَىٰ طَائِفَةً مِنْكُمْ
"Kemudian setelah kalian berdukacita, Allâh menurunkan kepada kalian rasa aman (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kalian" Ali Imrân 154
Inilah yang dirasakan oleh para shahabat yang benar-benar beriman kepada kerasulan Rasulullah saw. Kondisi sebaliknya dirasakan oleh kaum munafikin yang memutuskan tidak mengikuti tokoh mereka Abdullah bin Ubay dan memilih ikut terjun ke medan tempur di Uhud. Mereka tidak merasakan ketenangan yang dirasakan oleh kaum Mukminin. Mereka tetap didera kekhawatiran, bukan mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah saw namun mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri dan mereka ini mulai dihinggapi rasa putus asa sampai akhirnya berburuk sangka kepada Allâh Azza wa Jalla . Mereka memendam rasa ini dalam hati-hati mereka, namun Allâh Azza wa Jalla membongkar rasa yang mereka rahasiakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman
. وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۖ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ ۗ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ ۖ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا ۗ قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَىٰ مَضَاجِعِهِمْ ۖ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “…
"Sedang segolongan lagi, (mereka) telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allâh seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata, “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allâh”. mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allâh (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allâh Maha mengetahui isi hati" Ali Imrân 154
Semangat baru yang dirasakan kaum Mukminin membuat perlawanan mereka semakin keras. Tujuan mereka melindungi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menggapai ridha Allâh Azza wa Jalla . Dengan idzin Allâh Azza wa Jalla , akhirnya, mereka berhasil menempatkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada posisi yang lebih aman dari sebelumnya. Keberhasilan ini menimbulkan rasa putus asa di pihak lawan. Mereka merasa kewalahan menghadapi perlawanan kaum Muslimin dan mereka merasa tidak mungkin lagi bisa memenangkan peperangan dengan kemenangan telak. Namun, serangan pasukan berkuda kaum Qurays belum berhenti, silih berganti pasukan berkuda kaum Qurays menyerang lagi pasukan kaum muslim.
Diantara mereka yang melindungi Rasulullah saw adalah Wahab dan Harits dari Muzaynah, ketika satu sekelompok kecil pasukan Qurays menyerang mereka dari arah kiri maka Rasulullah saw berkata,"siapa yang akan menghadapi pasukan ini?", lalu Wahab menjawab,"saya ya Rasulullah", dengan keahlianya memanah ia memanah musuh dengan sangat cepat dan tangkas seolah olah serangan panah itu berasal dari sekawanan pasukan pemanah sehingga pasukan kafir Qurays itu berbalik mundur. Kemudian datang lagi serangan dari pasukan berkuda yang lainya, dan Rasulullah saw pun berkata lagi,"siapa yang akan menghadapi pasukan ini?", dan Wahab pun menghadapi lagi serangan sekelompok pasukan berkuda itu dengan anak panahnya, serangan datang silih berganti dan Wahab dengan semangat tempur yang sangat tinggi selalu menghadapi serangan tersebut, kemudian Rasulullah saw berkata kepada Wahab,"bertahanlah dan bergembiralah karena surga sudah menantimu", dan dengan penuh semangat Wahab membuang busur panahnya karena sudah kehabisan anak panah, kemudian menghunus pedangnya sambil berkata,"demi Allah aku tak akan memberi ampun atau meminta ampun!", lalu Wahab menyerbu seorang diri ketengah tengah pasukan Qurays habis habisan, Rasulullah saw yang melihat kehebatan dan keberanian Wahab menghadapi musuh, kemudian Rasulullah saw berdoa,"Ya Allah, kasihanilah Wahab", Wahab habis habisan menyerang melukai dan membunuh beberapa pasukan musuh seorang diri sampai gugur di tangan musuh dengan tubuh yang hancur dengan dua puluh tusukan tombak dan beberapa tebasan pedang. Dikemudian hari Umar berkomentar, "dari semua kematian, aku takan pernah melupakan kematian orang Muzaynah itu", begitu juga dengan Sa'ad dari Zuhrah menuturkan, "suara Rasulullah yang mengabarkan surga kepada Wahab masih terngiang di telingaku".
Kaum muslim terus terdesak, suatu ketika seorang penantang dari Qurays datang dan bereteriak,"aku anak Atiq, siapa yang berani melawanku?", dia adalah Abdul Kabah, anak sulung Abu Bakar, satu satunya saudara kandung Aisyah dan satu satunya anggota keluarga Abu Bakar yang masih kafir. Abu Bakar segera melempar busurnya dan menghunus pedangnya, tapi dengan cepat Rasulullah saw menahanya, sambil berkata kepada Abu Bakar,"sarungkan pedangmu, kembalilah ke tempatmu, panggilah yang lain untuk menghadapinya", tiba tiba hiruk pikuk serangan pasukan berkuda Qurays yang lain datang menyerang yang membuat Abdul Kabah terpaksa mundur ke belakang.
"Siapa yang mau menjaga pertahanan kita?", ujar Rasulullah saw, lima orang Anshar segera menghunus pedangnya dan menyerbu ke tengah tengah musuh, membunuh beberapa pasukan Qurays sebelum akhirnya mereka gugur semua kecuali satu orang saja yang terkapar dengan luka yang sangat parah. Pertolongan datang menggantikan mereka yaitu Ali, Zubayr, Thalhah, Abu Dujanah yang baru datang dari garis depan, tanpa disangka sangka sebuah lemparan batu melayang dan tepat melukai bibir bawah Rasulullah saw, menanggalkan satu giginya. Rasulullah saw bertahan dengan wajah penuh darah.
"Ketahuilah bahwa surga ada di bawah bayang bayang kelebatan pedang pedang itu,"ujar Rasulullah saw. Kelak di kemudian hari, Rasulullah saw pada waktu waktu tertentu berziarah ketempat tersebut untuk mengenang dan memanjatkan doa bagi para sahabatnya yang guru di tempat itu, suatu saat Rasulullah saw menyatakan,"akankah aku tinggal di kaki bukit ini bersama dengan para sahabatku?".
Pasukan berkuda Qurays semakin mendesak pasukan muslim walaupun sudah ada beberapa kawan mereka yang roboh karena anak panah yang dilepaskan oleh pasukan muslim, persediaan anak panah pasukan muslim hampir habis, pasukan muslim terus menghunus pedangnya, tiba tiba seorang pasukan berkuda datang dari samping bergerak mendekati pasukan muslim dan berteriak,"mana Muhamad?, aku tak mau hidup selama ia hidup", ia adalah Ibn Qamiah yang telah banyak membunuh pasukan muslim sebelumnya, setelah melihat Rasulullah saw ia langsung memacu kudanya ke arah Rasulullah saw sambil menebaskan pedangnya, Thalhah yang sedang berada di persis disamping Rasulullah saw langsung melompat ke arah tebasan pedang itu dan berusaha untuk menangkis tebasan pedang itu dengan pedangnya, namun Thalhah yang sudah kecapaian tersebut tak cukup kuat untuk menahan kuatnya tebasan pedang dari Ibn Qamiyah, sehingga tebasan Bin Qamiyah tersebut merobohkan dan melukai tangan Thalhah dan langsung mengenai topi baja Rasulullah saw yang membuatnya jatuh tak sadarkan diri. Sahabat yang lain segera mendekat melindungi Rasulullah saw, Syamas bin Makhzum maju melindungi Rasulullah saw, menjadi tameng hidup bagi Rasulullah saw dan berjuang dengan gigih sampai gugur sebagai syuhada. posisi Syamas di ambil alih oleh Nusaybah binti Ka'ab yang mendekat sambil menghunus pedangnya menjaga Rasulullah saw.
Ibnu Qamiah yang mengetahui tujuannya dihalang halangi oleh seorang wanita pun jelas saja sangat murka, dia menyerang dengan membabi buta kepada Nusaibah binti Ka'ab, tanpa ampun mengayunkan dan melayangkan pukulan agar wanita yang ada di depannya ini lenyap dari hadapannya. Jelas saja Nusaibah terpojok. Kekuatannya tidak ada-apa apanya dibanding Ibnu Qumai’ah. Namun, menghiraukanluka di sekujur tubuhnya, wanita perkasa ini tetap berdiri.
“Ia tidak berpaling ke kanan atau ke kirikecuali terus berperang demi aku” Ujar Rasulullah saw.
Rasulullah pun juga berkata kepada putra Nusaibah, Abdullah “Allah memberkahi kalian wahai ahlul bait. Kedudukan ibumu lebih baik dari fulan dan fulan. Dan kedudukan suami ibumu Ghaziyyah bin Amr lebih baik dari fulan dan fulan, semoga Allah merahmati kalian wahai ahlul bait”.
Nusaibah saat itu berperang dengan gagah berani di sisi Rasulullah dan melindungi beliau. Nusaibah tetap siaga, lincah bergerak ke sana ke mari bersama putranya. Bahkan dikatakan sampai para sahabat Rasul SAW malu menyadari bahwa mereka kalah tegar, kalah gagah, dan kalah perkasa pada waktu itu bila dibandingkan beliau yang perempuan! Masya Allah! Pada perang ini Nusaibah menderita dua belas luka pada tubuhnya dengan luka paling parah di bagian lehernya.
Kesungguhan Nusaibah melindungi Rasulullah begitu hebat, hingga Rasulullah berkata, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan kecuali melihat Ummu Imarah (Nusaibah) berperang dihadapanku.”
Ketika itu, anaknya Abdullah luka parah ditikam musuh. Dia mengikat luka anaknya lalu berkata, “Bangun wahai anakku.” Anaknya itu terus bangun dan melawan tentera musuh.
Rasulullah saw dalam keadaan terduduk akibat hantaman dari Ibn Qamiah, yang melihat peristiwa itu merasa terharu. “Wahai Ummu Imarah, siapakah yang mampu berbuat seperti mana yang engkau lakukan?” kata Rasulullah kepadanya. Ketika tentara musuh lainya yang menikam anaknya itu menghampiri, Rasulullah berkata kepadanya, “Ini dia orang yang telah melukakan anakmu.”
Nusaibah menghampiri orang itu dan menebas betisnya dengan pedang. “Ya, Ummu Imarah! Engkau berjaya membalasnya,” kata Rasulullah sambil tersenyum melihat kesungguhan Nusaibah. Kemudian, Nusaibah dengan bantuan beberapa tentera muslimin berjaya membunuh orang itu.
Melihat keadaan ini, Rasulullah berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menenangkanmu dan menggembirakan hatimu daripada musuhmu serta memperlihatkan balas dendammu di hadapanmu.”
Ketika Perang Uhud ini, Nusaibah mengalami luka yang banyak, terutamanya di bagian bahu. Rasulullah memeriksa lukanya lalu meminta Abdullah, anaknya untuk mengikat luka tersebut sambil berkata, “Semoga Allah sentiasa memberkati dan merahmati kamu semua.”
Nusaibah mendengar kata-kata Rasulullah itu. “Ya Rasulullah! Mohonlah kepada Allah agar kami boleh menemanimu di surga nanti,” kata Nusaibah. Maka Rasulullah pun berdoa, “Ya Allah! Jadikanlah mereka semua ini penemanku di surga kelak.” “Aku tidak akan mengeluh setiap musibah yang menimpa diriku di dunia ini,” kata Nusaibah.
Setidaknya ada kurang lebih 13 luka di tubuh Nusaibah. Atas pengorbanannya dalam perang tersebut dalam menjaga keselamatan Rasulullah saw, Rasulullah memuji Nusaibah dengan bersabda :
“Kedudukan Nusaibah binti Ka’ab lebih baik daripada si fulan dan si fulan”
Ibn Qamiyah yang melihat bahwa Rasulullah terjatuh akibat hantamanya, menyangka bahwa Rasulullah saw telah tewas, kemudian berteriak,"Muhamad sudah mati!", dia berteriak berulang ulang sambil lari ke arah pasukan Qurays. Maka jeritan kekecewaan pun terdengar dari pasukan muslim yang masih berjuang di lereng Uhud, Teriakan kemenangan Qurays terdengar bergemuruh diselingi dengan kata kata "ya Uzza.. Ya Hubal..", dan membuat serangan kaum Qurays mulai mengendur. Kaum muslimin yang berlindung di tempat yang lebih tinggi lebih mudah menyelamatkan diri dan juga karena sebagian besar musuh menganggap peperangan telah berhenti. Mereka mengira telah berhasil membunuh Rasulullah saw penyebab utama kebencian mereka terhadap kaum muslimin selama ini. mereka yakin telah berhasil mengakhiri agama baru yang di bawa oleh Rasulullah saw, dan mereka akan bisa menegakan kembali agama berhala yang mereka yakini selama ini.
Rasulullah saw segera pulih kekuatanya, ketika musuh mulai menjauh, beliau segera bangkit dan meminta para sahabatnya untuk mengikutinya. Rasulullah saw memasuki sebuah celah bebatuan dengan wajah berlumuran darah akibat lemparan batu dan juga kena hantaman dari Ibn Qamiyah tadi, pecahan pecahan besi sebesar cin cin menancap pada rahangnya, mereka berhenti sebentar, kemudian Abu Ubaydah mengeluarkan pecahan logam tersebut dengan giginya. Abu Ubaydah berusaha keras untuk mencabut pecahan logam tersebut dengan giginya hingga giginya sendiripun tanggal karenanya, setelah pecahan logam itu berhasil dicabut maka keluarlah darah segar dari bekas luka itu yang kemudian darah itu disedot oleh Malik dari Khazraj yang kemudian malah menelanya sampai habis. Dikemudian hari Rasulullah saw bersabda,"jika kalian ingin tahu orang yang darahnya bercampu dengan darahku, maka lihatlah Malik, anak Sinan, Barang siapa yang darahnya menyentuh darahku maka api neraka tidak akan menyentuhnya", Abu Ubaydah juga termasuk dalam isyarat Rasulullah saw tersebut, karena saat Abu Ubaydah berusaha mencabut pecahan logam di rahang Rasulullah saw mengakibatkan dua giginya tanggal sehingga mulutnya ikut berdarah.
Saat kelompok Rasulullah saw itu bergerak lagi secara perlahan di celah celah bebatuan, mereka terlihat oleh beberapa pasukan muslim lainya yang juga sedang mencari tempat perlindungan, maka mereka bergegas mendekat untuk bersatu dengan kelompok Rasulullah saw tersebut. Ka'ab bin Malik berdiri paling depan dan ia sangat terkejut melihat seorang laki laki yang memiliki tubuh persis dengan Rasulullah saw. Kemudian setelah mendekat, Ka'ab melihat kejernihan dan ketajaman laki laki itu yang tak tertandingi dari lubang mata topi baja yang dikenakanya, Maka ia berbalik dan berteriak kepada orang orang yang dibelakangnya,"Hai kaum muslimin, Alhamdulillah! Inilah Rasulullah!", kemudian Rasulullah saw menyuruhnya diam sehingga Ka'ab berhenti berteriak. Namun kabar gembira itu telah tersebar dari mulut ke mulut, dan orang orang pun berdatangan untuk memastikan kebenaran hal tersebut. Karena sangat bahagia mendengar kabar bahwa Rasulullah saw masih hidup, kekalahan mereka seolah berubah menjadi kemenangan.
Teriakan Ka'ab terdengar oleh seorang penunggang kuda Qurays, ia adalah Ubay bin Khalaf dengan kuda tungganganya yang bernama Awd, saudara Umayah, yang telah bersumpah dan mengancam untuk membunuh Rasulullah saw di Madinah ketika Ubay ke Madinah untuk menebus anaknya yang ditawan oleh pasukan muslim. Tadi, setelah mendengar kematian Rasulullah saw, maka Ubay segara mencari jasadnya untuk memastikan kematian Rasulullah saw dan khawatir sekiranya Rasulullah saw masih hidup. Dan ketika ia mendengar bahwa Rasulullah saw masih hidup maka ia langsung memacu kudanya untuk memburu Rasulullah saw, setelah mendekat ia berteriak,"Hai Muhamad, jika engkau lari maka aku tak akan lari", para sahabat segera berputar melindungi Rasulullah saw, beberapa pasukan yang lain sudah menghunus pedang untuk membunuh Ubay,namun Rasulullah saw mencegahnya, kemudian Beliau mengambil tombak dari Harits bin Simmah dan melangkah di depan mereka semua yang terpana ketika melihat kewibawaan Rasulullah saw, seperti diungkapan oleh para sahabat bahwa,"Saat Rasulullah saw memutuskan untuk berjuang hingga selesai, tak ada yang dapat menyaingi pancaran kewibawaanya".
Ubay bin Khalaf mendekat dengan cepat dengan pedang terhunus, kemudian Rasulullah saw memainkan tombaknya dengan cekatan menyerang Ubay yang hanya beberapa kali saja bisa menangkis serangan Rasulullah saw sebelum akhirnya mengeluh karena serangan tombak dari Rasulullah saw tepat mengenai lehernya, Ubay segera limbung hampir jatuh dari kudanya namun Ubay masih bisa memacu kudanya lari menuju ke perkemahan pasukan kaum Qurays, di tempat kemenakanya yaitu Shafwan bin Umayah."Muhamad telah membunuhku.. Muhamad telah membunuhku..", ujar Ubay dengan suara yang tidak jelas lagi karena luka leher yang di deritanya cukup parah, "Muhamad pernah berkata kepadaku bahwa ia akan membunuhku..demi Tuhan, jika ia meludahiku maka ia sudah membunuhku", ujar Ubay yang terlihat sangat panik menghadapi kematianya. Kaum Qurays memeriksa lukanya dan memang sangat parah lukanya yang membuat Ubay tewas beberapa saat kemudian. Kabar yang di bawa Ubay bahwa Rasulullah saw masih hidup sangat mencemaskan kaum Qurays, Ubay jelas jelas melihatnya bahkan mendapat serangan mematikan dari Rasulullah saw.
Beberapa waktu kemudian mereka tiba ditempat yang dapat digunakan sebagai kemah sementara, matahari telah mencapai puncak ketinggianya, maka mereka mendirikan shalat dzuhur yang di imami oleh Rasulullah saw, shalat dengan posisi terduduk dan para sahabat bermakmum di belakangnya, selesai shalat, mereka beristirahatn sebagian besar mereka tetidur karena kelelahan dengan mulut yang sangat kering karena kehausan, beberpa pasukan bergantian berjaga jaga dari tempat yang sangat strategis.