Dalam perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satu momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya adalah peristiwa haji wada’, haji perpisahan.
Saat itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperlihatkan sebagian buah dari dakwah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum beliau berpulang ke Rafiqul A’la, beliau diperlihatkan hampir semua wilayah di Jazirah Arab telah menerima cahaya Islam. Orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Allah. Agama Islam telah kokoh. Bendera-bendera tauhid telah berkibar di berbagai tempat. Dan Mekah telah kembali kepada hakikatnya, dimana Allah ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun.
Pada akhir tahun 10 H, tampaklah beberapa tanda yang mengindikasikan bahwa ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat. Hal ini merupakan salah satu bentuk rahmat dan kasih sayang Allah kepada kaum muslimin. Dengan tanda-tanda tersebut mereka bisa mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima suatu musibah berat yang akan menimpa mereka. Karena tidak ada musibah yang lebih berat bagi para sahabat melebihi musibah ditinggal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara tanda-tanda tersebut adalah ditaklukkannya Kota Mekah, masuk Islamnya tokoh-tokoh Bani Tsaqif di Thaif, kedatangan delegasi dan utusan negara-negara non-Islam menuju Madinah untuk memeluk Islam, dll. Ini beberapa tanda yang menunjukkan sudah dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam an-Nasa-i meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya, bahwa Ibnu Abbas mengatakan tentang surat an-Nashr ini: “Ketika diturunkan, ia (surat an-Nashr) mengabarkan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau lebih meningkatkan ketekunan dalam urusan akhirat” (Tafsir an-Nasa-i).
Sebelumnya, pada bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selam 20 hari, padahal di tahun-tahun sebelumnya beliau hanya melakukannya 10 hari saja. Saat i’tikaf adalah saat dimana seseorang menyibukkan diri beribadah kepada Allah dan mengurangi interaksi dengan orang di sekitarnya. Ini merupakan pembelajaran dan persiapan bagi para sahabat. Beliau mengurangi dan sedikit berinteraksi dengan mereka, sebelum nanti beliau akan meninggalkan mereka selamanya.
Demikian juga di bulan Ramadhan di tahun tersebut, Jibril yang biasanya menyimak bacaan Alquran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu kali khatam. Namun pada tahun itu Jibril menyimak dengan dua kali khatam.
Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam menyimak Alquran yang dibacakan Nabi sekali pada setiap tahunnya pada setiap bulan Ramadhan, dan pada tahun wafatnya Nabi, Jibril menyimaknya dua kali. (Muttafaqun ‘alaihi).
Pada bulan Dzul Qa’dah tahun 10 H, mulailah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan diri untuk menunaikan haji yang pertama sekaligus yang terakhir dalam kehidupan beliau. Yang kemudian dicatat sejarah dengan istilah haji wada’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kaum muslimin dari berebagai kabilah untuk menunaikan ibadah haji bersamanya. Diriwayatkan, jamaah haji pada tahun itu berjumlah lebih dari 100.000 orang bahkan lebih.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah Saw dan mengamalkan ibadah haji sebagaimana amalan beliau.”
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah selama sembilan tahun belum pernah melaksanakan Haji. Kemudian mengumumkan kepada umatnya bahwa beliau akan melaksanakan Haji pada tahun kesepuluh.” “Maka berdatanganlah sejumlah besar umatnya, semua ingin berkumpul bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beramal sesuai dengan amalannya.”
“Disebutkan dalam Hadits yang isinya, ‘Sehingga ketika unta beliau sampai di Baidha’ (hamparan padang sahara tanpa ada tumbuhan di daerah Dzul Hilaifah), aku lihat dari kejauhan tampak pengendara dan pejalan kaki datang dari arah depan beliau, demikian juga dari arah samping kanan, kiri, dan dari arah belakang beliau. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami sementara al-Quran diturunkan kepadanya, dan beliaulah yang mengetahui tafsirnya. Apa pun yang beliau kerjakan, kami kerjakan pula..’”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dari Madinah menuju Mekah saat bulan Dzul Qa’dah tersisa empat hari lagi. Beliau berangkat setelah menunaikan shalat zuhur dan sampai di Dzil Hulaifah sebelum ashar. Di tempat itu, beliau menunaikan shalat ashar dengan qashar, kemudian mengenakan pakaian ihram.
Setelah menempuh delapan hari perjalanan, sampailah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tanah kelahirannya, tanah suci Mekah al-Mukaramah. Beliau berthawaf di Ka’bah, setelah itu sa’i antara Shafa dan Marwa.
Pada tanggal 8 Dzul Hijjah 10 H, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju Mina. Beliau shalat zuhur, ashar, maghrib, dan isya di sana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan shalat subuh juga di tempat itu.
Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. Setelah matahari mulai bergeser, condong ke Barat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memberikan khotbah. Dan tempat dimana beliau berkhothbah, dibangun sebuah masjid pada pertengahan abad ke-2 H oleh penguasa Abbasiyah dan diberi nama masjid Namirah.
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika matahari telah condong ke barat, beliau mengendarai Qashwa’ (salah satu nama unta beliau) menuju ke tengah lembah lalu berkhutbah,
‘Sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian sebagaimana sucinya hari, bulan, dan negeri ini. Ingatlah semua perkara jahiliyah telah terhapus di bawah telapak kakiku (Syarh an-Nawawi, 8/432; Syarh al-Abi, 4/255, Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/18), demikian pula darah jahiliyah.’
‘Sesungguhnya darah yang pertama kali lenyap dari kita adalah darah Rabi’ah bin Harits yang disusui oleh wanita Bani Sa’ad. Dia telah dibunuh oleh Hudzail.’
‘Riba Jahiliyah juga telah terhapus. Riba pertama yang terhapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib, terhapus semuanya.’
‘Bertakwalah kepada Allah terhadap istri-istri kalian karena kalian telah menikahinya dengan perlindungan Allah. Kalian telah menghalalkan faraj (kemaluan) mereka dengan kalimat Allah.’
‘Sedangkan hak kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh membawa seorang pun yang kamu benci ke tempat tidur kalian.’ (Syarh an-Nawawi, 8/433; Syarh al-Abi, 4/256, Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/19)
‘Apabila mereka melakukan hal tersebut, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras lagi tidak menyakiti.’ (Syarh an-Nawawi, 8/434; Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/19)
‘Sementara hak mereka atas kalian adalah mendapatkan rezeki dan pakaian yang baik.’
‘Sungguh telah aku tinggalkan untuk kalian Kitabullah yang jika kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan pernah tersesat.’
‘Dan kalian telah menanyakan tentang keadaanku, apa yang akan kalian katakan?’
Para sahabat serentak menjawab. ‘Kami bersaksi bahwa Anda telah menyampaikan nasehat’.’
‘Kemudian beliau bersabda seraya mengangkat jari telunjuknya ke langit dan mengarahkannya kepada khalayak, ‘Ya Allah, saksikanlah!’ diucapkan tiga kali.’ (HR. Muslim No. 1218)
Di tempat itu terdapat sejumlah besar manusia yang tidak bisa diketahui jumlahnya kecuali hanya Allah ‘azza wajalla yang tahu.’ (Ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 130.000 orang.’ (Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/105)
Di akhir khotbahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ « اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab parahabat: kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau talah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk kearah langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, sebanyak 3x” (HR. Muslim).
Setelah beliau berkhotbah, Allah Ta’ala menurunkan ayat:
اليَومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).
Pada saat turun ayat tersebut, Umar bin Khattab pun menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?”
Umar menjawab, “Sesungguhnya tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan, Apakah dengan sempurnanya agama ini akan membuatku menangis. Adapun ketika agama telah sempurna, maka sesuatu itu belum sempurna kecuali akan berkurang.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/12. Sanadnya bersumber dari Tafsir ath-Thabrani)
Dari ayat tersebut, Umar merasakan bahwa ajal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat. Apabila syariat telah sempurna, amak wahyu pun akan terputus. Jika wahyu telah terputus, maka tiba saatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke haribaan Rabnya Jalla wa ‘Ala. Dan itulah kekurangan yang dimaksud Umar, yakni kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara dalam riwayat yang lain Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. menangis. Bersabda Rasulullah SAW kepadanya : ”Apa yang membuatmu menangis dalam ayat tersebut?” Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. menjawab : ”Ini adalah berita kematian.”
Dalam kesempatan lainnya, -di Mina- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali berkhotbah:
“Sesungguhnya setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari).
Kemudian beliau bersabda, “Bulan apa ini?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama bulan ini.
Lalu beliau kembali bersabda, “Bukankah ini bulan Dzul Hijjah?” Para sahabat menjawab, “Betul.”
Beliau melanjutkan, “Negeri apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama tempat ini.
Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini negeri al-haram?” Kami menjawab, “Iya, ini tanah haram.”
Beliau melanjutkan, “Lalu, hari apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama hari ini.
Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini hari nahr (menyembelih kurban)?” Kami menjawab, “Iya, ini hari nahr.”
Kemudian beliau bersabda,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ، أَلا هَلْ بَلَّغْتَ؟
“Sesungguhnya darah dan harta kalian haram seperti sucinya hari kalian ini di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini sampai hari dimana kalian berjumpa dengan Rabb kalian. Bukankah aku telah menyampaikan?”
Kemudian pada hari berikutnya Rasulullah menyampaikan khutbah yang merupakan wasiatnya yang terakhir. Khutban ini disampaikan pada 9 Zulhijah tahun 10 Hijrah di Lembah Uranah, Gunung Arafah.
“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak kukatakan. Aku tidak tahu apakah aku dapat bertemu lagi dengan kalian setelah tahun ini. Maka dengarlah kata-kataku dengan teliti dan sampaikanlah kepada mereka yang tidak hadir disini.
“Wahai manusia, seperti halnya kalian menganggap bulan dan kota ini sebagai kota suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang muslim sebagai amanah yang suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kalian kepada pemiliknya yang berhak. Jangan kau sakiti orang lain, agar ia tidak menyakitimu pula.”
“Wahai manusia! Sesungguhnya darahmu dan hartamu adalah haram (terlarang) bagimu, sampai datang masanya kamu menghadap Tuhan, dan pasti kamu menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung jawaban atas perbuatanmu. Saya sudah menyampaikan ini. Maka barangsiapa yang telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.”
“Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhanmu, dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba. Oleh karena itu, segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.”
“Semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Jangan kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak ada lagi riba, dan riba Abbas bin Abdul Muttalib semua sudah tidak berlaku. Semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi’a bin Harith bin Abdul Muttalib.”
Waspadalah terhadap setan demi keselamatan agamamu. Sesunggunya ia telah berputus asa untuk menyesatkanmu dalam perkara-perkara besar. Maka berjaga-jagalah supaya jangan sampai kamu disesatkan dalam perkara-perkara kecil.
“Wahai manusia! Hari ini syaitan sudah berputus asa untuk disembah di tanah ini selama-lamanya. Tetapi bila kamu perturutkan dia maka senanglah dia. Karena itu peliharalah agamamu ini sebaik-baiknya. Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci.”
“Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas istrimu, mereka juga mempunyai hak atasmu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka atasmu, maka mereka juga mempunyai hak atas nafkahmu secara lahir maupun batin.”
“Layanilah mereka dengan baik dan belaku lemah lembut terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia, serta halal hubungan suami-istri atas kalian. Dan kamu berhak melarang mereka memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu.”
“Wahai manusia, dengarlah dengan sungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah dan dirikanlah shalat lima waktu dalam sehari. Berpuasalah engkau di bulan Ramadhan. Tunaikan zakat dari harta yang kau miliki, serta tunaikan ibadah haji sekiranya engkau mampu melaksanakannya. Ketahuilah, bahwa setiap muslim adalah saudara dengan derajat yang sama, tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya, kecuali dalam taqwa dan amal shaleh.”
“Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari nanti. Dan pada hari itu, kamu akan dimintai pertanggungjawabkan segala yang kamu perbuat. Karena itu, waspadalah, jangan sampai kamu keluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.”
“Wahai manusia, tidak akan ada lagi nabi dan rasul selepas ketiadaanku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh karena itu, wahai manusia, dengarlah dengan sungguh-sungguh dan pahamilah kata-kataku yang telah kusampaikan kepadamu. Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua hal kepadamu, yakni Al Qur’an dan Sunnahku, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti keduanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selamanya.”
“Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku menyampaikan kepada orang lain, dan hendaknya orang lain itu menyampaikan kepada yang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang hanya sekedar mendengar dariku tanpa memahaminya. Saksikanlah Ya Allah, bahwa telah aku sampaikan risalah ini kepada hamba-hamba-Mu.”
Para sahabat menjawab, “Iya, Anda telah menyampaikan.”
فَلْيُبِلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ، فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ، فَلا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
“Maka, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Janganlah kalian kembali kufur sepeninggalanku, sebagian kalian saling membunuh sebagaian lainnya.”
Setelah khotbah ini, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencukur rambutnya kemudian menunggangi kendaraannya berangkat menuju Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah dan shalat zuhur di Mekah. Di sana beliau meminum air zamzam. Setelah itu, kembali lagi ke Mina dan bermalam di sana.
Pada tanggal 11 Dzul Hijjah, saat matahari mulai tergelincir ke barat, beliau menuju jamarat untuk melempar jumrah. Dan di sana beliau kembali berkhotbah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Nadhrah, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاُس، إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلاَ لأَحْمَرَ عَلىَ أَسْوَدَ، وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى
“Ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam (non-Arab), tidak pula orang ajam atas orang Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar ketakwaan.”
Kemudian beliau bertanya, “Bukankah aku telah menyampaikan?”
Para sahabat menjawab, “Rasulullah telah menyampaikan.”
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melempar jumrah dari atas tunggangannya pada hari kesepuluh bulan Dzulhijjah, beliau bersabda,
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ
“Hendaklah kalian mulai bermanasik Haji karena tidak tahu apakah aku masih bisa melaksanakan Haji lagi setelah hajiku ini.” (HR. Muslim No. 1297)
Dari Ummu Husain radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku melaksanakan Haji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku melihat beliau ketika melempar jumrah Aqabah seraya berpaling sedangkan beliau berada di atas tunggangannya. Bersamanya terdapat Bilal dan Usamah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mengatakan sesuatu. Lalu aku mendengar beliau bersabda,
إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ مُجَدَّعٌ أَسْوَدُ، يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى، فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
“Jika kalian nanti dipimpin oleh seorang hamba yang buruk lagi hitam yang akan memimpin kalian dengan kitabullah, maka dengar dan taatilah dia.” (HR. Muslim No. 1298)
Dari Ibnu Umar ia berkata, “Pada hari kesepuluh bulan Dzulhijjah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di antara dua jumrah. Seraya berkata,
‘Ini adalah hari Haji Akbar.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, saksikahlah!” dan beliau berpesan kepada khalayak, “Ini adalah Haji perpisahan.” (HR. Al-Bukhari No. 1742)
Sungguh, Allah ‘azza wajalla telah membuka pendengaran seluruh jamaah Haji yang berada di Mina sehingga mereka bisa mendengar khutbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada yaumun nahr itu.
Ini merupakan mukjizat beliau bahwa Allah ‘azza wajalla telah memberkati suara beliau dalam pendengaran mereka dan menguatkannya sehingga bisa didengar dari jarak jauh maupun dekat, bahkan orang-orang yang tinggal di rumah-rumah mereka juga dapat mendengarnya. (Aunul Ma’bud, 5/436; Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/106)
Dari Abdurrahman bin Muadz at-Taimi radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami sedangkan kami waktu itu berada di Mina. Allah ‘azza wajalla bukakan pendengaran kami sehingga kami semua bisa mendengar apa yang beliau sampaikan meskipun kami waktu itu berada di rumah.” (HR. Abu Daud No. 1957, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud, 1/369 No. 1724)
Rasulullah berkhutbah pada tanggal 12 Dzulhijjah, yaitu hari kedua tasyriq yang biasa disebut dengan yaumur ru’us (hari kepala). Penduduk Mekkah menyebutnya demikian karena pada hari itu mereka makan kepala hewan Udhiyyah, yakni pertengahan hari Tasyriq. (‘Aunul Ma’bud, 5/432; Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/100; Fathul Bari, 3/574)
Dari Abu Najih, dari dua orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Bani Bakr, keduanya berkata, “Kami melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada pertengahan hari Tasyriq sementara kami berada di atas kendaraan kami. Ini adalah sebagaimana khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mina.” (‘Aunul Ma’bud, 5/431; Fathul Muluk al-Ma’bud, 2/100; HR. Abu Daud No. 1952)
Baca juga: Materi Khutbah Jumat: Tazkirah di Balik Musibah Gempa
Dari Abu Nadhrah berkata, “Telah bercerita kepada kami orang yang mendengar khutbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada pertengahan hari Tasyriq. Sabda beliau,
‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rabb kalian adalah satu, bapak kalian juga satu.’
"Ingatlah, tidak ada keutamaan yang dimiliki bangsa Arab atas bangsa non-Arab, tidak pula bangsa non-Arab atas bangsa Arab, Tidak pula orang berkulit merah dengan orang berkulit hitam, dan orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apakah aku telah menyampaikan?"
Mereka menjawab, “Benar, wahai Rasulullah, Anda telah menyampaikan.”
Kemudian beliau bertanya, “Hari apakah ini?”
Bereka menjawab, “Hari suci.”
Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini?”
“Bulan Haram (suci).” Jawab mereka.
“Negeri apakah ini?”
“Negeri Haram.”
Beliau kemudian bersabda,
“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah mengharamkan (menyucikan) di antara kalian darah, harta benda, dan kehormatan kalian sebagaimana Allah ‘azza wajalla telah menyucikan hari, bulan, dan negeri ini. Apakah aku telah menyampaikan?”
Mereka menjawab, “Rasulullah telah sampaikan.”
“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,” lanjut beliau. (HR. Ahmad, 12/226; Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan rijalnya shahih.” Majmu az-Zawaid, 3/266)
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk diibadahi di dunia kalian. Akan tetapi dia rela ditaati dalam hal-hal selain itu sehingga kalian meremehkan amalan-amalan kalian. Maka hendaknya kalian waspada!”
“Sesungguhnya telah aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya, niscaya kalian tidak akan pernah tersesat selamanya, yakni kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Muslim No. 2812; Musnad Ahmad, 2/368; Al-Ahadits ash-Shahihah No. 472)
Juga hadits dari Abu Umammah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau berbicara kepada khalayak di atas unta beliau, yakni Juda’, pada saat Haji Wada’. Beliau bersabda,
“Wahai manusia, taatilah Rabb kalian, shalatlah lima waktu, bayarlah zakat harta kalian, puasalah Ramadhan, dan taatilah Zat pemegang urusan kalian, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga milik Rabb kalian.” (HR. Hakim, 1/473. Dishahihkan dengan syarat Muslim dan disepakati oleh imam azh-Zhahabi). Wallahu a’lam [Sodiq
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mina di hari tasyrik yang ke-3. Setelah itu menuju ke Mekah untuk melaksanakan thawaf wada’. Kemudian beliau langsung berangkat menuju Madinah. Dan berakhirlah prosesi haji yang beliau lakukan.
Inilah momen terbesar berkumpulnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan umatnya untuk terakhir kalinya. Beliau mengulang-ulang ucapan “bukankah aku telah menyampaikan?” persaksian dari umatnya sendiri bahwa beliau telah menyampaikan risalah yang telah Allah amanahkan kepada beliau. Sekaligus sebagai pertanda sudah dekatnya ajal beliau.