Setelah peristiwa turunnya beberapa wahyu, kemudian wahyu berhenti beberapa saat. Ini membuat Muhamad saw bersedih dan berduka. Namun disisi lain ini membuat rasa takut beliau berangsur-angsur hilang dan semakin siap dan kuat jika wahyu kembali turun. Setelah beliau selesai menemui Waraqah bin Naufal, maka beliau kembali mengasingkan diri dan beribadah di Goa Hira sambil menyelesaikan sisa waktu bulan Ramadhan. Ketika selesai bulan Ramadhan beliaupun turun dari goa Hira seperti biasa pada shubuh hari yang sunyi di bulan Syawal.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi saw bercerita "Ketika aku berada di sebuah lembah, tiba-tiba ada suara yang memanggilku. Akupun menoleh ke kanan, namun aku tak melihat apa-apa. Aku menengok ke kiri, juga aku tak melihat sesuatupun. Aku melihat kearah depan juga tidak ada yang aku lihat, aku coba melihat ke belakangku, akupun tak mendapati apapun. Ketika aku mengangkat kepalaku ke atas, maka akupun melihat malaikat (Jibril) yang pernah datang ke Goa hira. Dia duduk diatas kursi yang berada antara langit dan bumi. Akupun merasa takut dan terjerambah ke tanah. Lalu aku mendatangi Khadijah dan mengatakan kepadanya, “Selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku, tuangkan air dingin kepadaku”. Setelah itu turunlah wahyu,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ(1) قُمْ فَأَنْذِرْ(2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ(3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ(4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
“Wahai orang yang berselimut! bangunlah, lalu beri peringatan, dan agungkanlah Rabb mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkan perbuatan dosa” (QS. Al Muddatstsir: 1-5)
Turunya wahyu ini sebelum di wajibkannya shalat. Setelah itu wahyu turun secara berurutan. Setelah turunnya QS. Al Muddatstsir: 1-5 maka dakwah pun mulai dikibarkan. Muhamad saw berdakwah kepada kaumnya yang dikenal kasar. Mereka menyembah berhala dan tidak memiliki dalil dari perbuatan mereka kecuali ikut-ikutan (taqlid) kepada tradisi nenek moyang mereka. Mereka tak punya akhlak kecuali kemulyaan dan kesombongan. Mereka tak punya cara menyelesaikan persoalan kecuali dengan pedang. Kaum inilah yang akan Nabi hadapi, merekalah yang akan Nabi dakwahi. Kita bisa membayangkan betapa sulitnya awal dakwah Muhamad saw. Sesulit apapun dakwah kita di hari ini tidak akan segera dakwah para Nabi terkhusus Rasulullah Muhammad ‘alahi shalatu wassalam.
Sehingga dakwah beliau dimulai dengan sembunyi-sembungi. Ini bukan karena beliau takut, namun lebih kepada strategi dakwah sebagai contoh bagi ummat ini. Beliau mengawali dakwahnya kepada orang-orang yang diyakini sebagai orang yang terpercaya, terkenal kebaikannya, menerima kebenaran, dan bisa segera menyambut dakwan beliau shallallahu alaihi wasallam yang teranggap baru di masa itu. Nabi mengutamakan dakwah kepada keluarga, sahabat dan teman-teman beliau.
Merupakan hal yang wajar bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang hubungannya dekat dengan beliau, keluarga, serta sahabat-sahabat karib beliau. Mereka semua didakwahi oleh beliau untuk memeluk Islam. Beliau juga mendakwahi setiap orang yang memiliki sifat baik dari mereka yang beliau kenal dan mereka yang sudah mengenal beliau. Dalam sejarah Islam mereka ini dikenal sebagai As-Sabiqun Al-Awwalun (orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam).
Abu Bakar adalah saudagar kaya raya, jujur dan berakhlak mulia. Setelah Nabi Muhammad SAW, dia adalah orang yang paling dipercaya di Makkah. Dikutip dari buku The Great Story of Muhammad, kisah masuk Islam Abu Bakar berawal ketika dia mendapat kabar dari tetangga-tetangganya tentang Muhammad menjadi nabi, setelah dia kembali ke Makkah usai berdagang.
Berita tentang dakwah Islam memang diketahui oleh orang-orang Quraisy meski Nabi Muhammad melakukannya dengan sembunyi. Itu terjadi setelah mereka melihat beberapa kejadian.
Menurut Muhammad Al Ghazali, kendati kabar tentang dakwah Islam telah menyebar, namun kaum Quraisy masih tak peduli. Mereka menduga bahwa Nabi Muhammad sama seperti Umayyah bin ash-Shallat, Qus bin Sa'idah, Amr bin Nufail dan lainnya yang peduli terhadap urusan agama. "Muhammad mengaku menjadi Nabi. Ia meminta kita untuk tidak menyembah berhala lagi, tapi kita tak akan pernah meninggalkan berhala-berhala kita," kata para tetangga Abu Bakar.
Kemudian mereka meminta Abu Bakar untuk menemui Nabi Muhammad. "Kami telah menanti-nanti kedatangan mu. Temui Muhammad dan lakukan apa pun yang engkau sukai!".
Abu Bakar tercengang mendengar itu. Dia bergegas pergi menuju kediaman sahabatnya, Rasulullah. Setiba di sana dia disambut Rasulullah dengan senyum mengembang. Abu Bakar langsung mencecar Beliau dengan pertanyaan.
"Wahai Abu Qasim, apa benar engaku telah mengaku sebagai nabi kepada orang-orang di sini? Apa benar engkaun tidak mau menyembah berhala dan tidak aka memeluk agama penduduk Makkah?" tanya Abu Bakar. Dia biasa memanggil Muhammad saw dengan 'Abu Qasim' yang artinya 'ayah Qasim'. Qasim adalah salah satu putra Muhamad saw.
"Betul, Abu Bakar. Aku adalah nabi yang diutus untukmu dan semua manusia. Aku ingin semua manusia beriman dan menyembah Allah Yang Esa. Aku ingin engkau juga beriman," jawab Rasulullah penuh kehangatan.
Abu Bakar menyimak dengan cermat apa yang diucapkan Rasulullah. Tidak sedikit pun keraguan ada di dalam dirinya. Dia yakin, perkataan itu benar karena Rasulullah saw tidak pernah bohong. Tanpa banyak bicara, Abu Bakar langsung bersyahadat.
"Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah".
Rasulullah terlihat gembira usai Abu Bakar berikrar. Beliau peluk dengan erat tubuh Abu Bakar. Kini, bertambah lagi manusia yang memeluk Islam dan itu adalah Abu Bakar, sosok yang sangat dihormati di Makkah.
Abu Bakar sangat bersemangat mendakwahkan Islam. Dia sosok yang ramah, luwes, dan berbudi luhur. Para tokoh kaumnya sering datang berkunjung untuk menemui Abu Bakar.
Setelah satu minggu Abu Bakar masuk Islam, ada enam orang yang berhasil diislamkan olehnya. Mereka adalah enam dari 10 orang yang dijanjikan oleh Allah masuk surga, yaitu Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Adalah Sa'ad ibn Abi Waqqash “Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah,”
Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah.
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah.
Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW. Dan beliau sangat bangga dengan keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”
Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Sa’ad sangat jago memanah, dan selalu berlatih sendiri.
Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.
Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.
Ibu Sa’ad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya; penyembah berhala.
Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
Seruan ini mengetuk kalbu Sa’ad untuk menemui Rasulullah SAW, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun memeluk agama Allah pada saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Siddiq dan Zaid bin Haritsah.
Setelah memeluk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Ibunya sangat marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu.
Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku!”
Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah mengira hati Sa'ad akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan terus melakukan mogok makan.
Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya!” tegas Sa'ad.
Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan kebencian.
Allah SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga."
Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.
Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Ia hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda, "Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu."
Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.” Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar—perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.
Pahlawan perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.