Isra Mi'raj

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Isra Miraj terjadi setahun sebelum beliau hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dalam peristiwa fenomenal ini, dikisahkan bahwa Rasulullah SAW bertemu dengan para Nabi pendahulunya, sekaligus mendapatkan wahyu berupa perintah melaksanakan shalat lima waktu. Perjalanan tersebut diawali dengan melakukan perjalanan dari Mekkah ke Madinah yang dikenal dengan istilah Isra, kemudian dilanjutkan perjalanan ke langit sampai pada langit ketujuh yang dikenal dengan istilah Miraj. Dengan menunggangi Buraq dan ditemani malaikat Jibril, Nabi Muhammad naik ke langit hingga lapis ketujuh, yaitu Sidratul Muntaha. Ini dilakukan dalam waktu satu malam, tepatnya pada Senin  27 Rajab tahun 621 M. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Didatangkan kepadaku Buraaq – yaitu yaitu hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar . Kemudian datang kepadaku Jibril  ‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian berkata : “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis salaam  meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari kebagusan(wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab: “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit keempat) dan saya bertemu dengan  Idris alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang artinya : “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi” (Maryam:57).
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan saya bertemu dengan  Harun ‘alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab, “Muhammad” Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliau sedang menyandarkan punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul Ma’muur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya
 Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Musa ’alaihis salam.  Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”. Saya menjawab: “50 shalat”. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”. Beliau bersabda :“Maka sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata:“Allah mengurangi untukku 5 shalat”. Dia berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis(baginya) satu kejelekan”. Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa’alaihis salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka sayapun berkata: “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”. (H.R Muslim 162)

Setelah mendapat perintah shalat lima waktu itu maka Muhamad saw dan Jibril kembali turun ke Yerusalem kemudian mereka kembali ke Mekah melewati banyak kafilah yang menuju ke arah selatan yaitu Mekah. Ketika mereka tiba di Kabah, dan setelah Jibril pergi meninggalkan Muhamad saw, waktu itu sudah subuh lewat dan Muhamad saw kembali ke rumah keponakanya. Umm Hani menuturkan, " Menjelang fajar, Nabi membangunkan kami, setelah kami melaksanakan shalat shubuh dan beliau berkata "Hai Umm Hani, Aku shalat isa bersamamu di lembah ini seperti yang engkau lihat, lalu aku pergi ke Yerusalem dan shalat di sana. Kini aku shalat shubuh bersamamu." Beliau kemudian hendak beranjak pergi dan kupegang jubahnya erat erat dan aku berkata "Wahai Rasulullah jangan kau ceritakan hal ini kepada masyarakat karena engkau akan di cap pembohong, mereka akan menghinamu" ujarku, tapi Rasulullah bersabda "Demi Allah aku akan menceritakanya kepada mereka".

Dalam Musnad Imam Ahmad, dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa Muhammad saw bersabda menceritakan kepada manusia tentang peristiwa Isra. Mereka bertanya, “Ke mana?” Beliau menjawab, “Ke Baitul Maqdis.” Mereka berkata, “Kemudian pagi ini, kamu sudah berada di tengah-tengah kami lagi?” Beliau menjawab, “Ya.”

Ketika banyak orang orang  tidak percaya dengan apa yang dialami nabi pada malam Isra dan Miraj, kabar pun sampai ke telinga Abu Jahal, pamannya. Mengetahui hal ini, otak licik Abu Jahal bermain. Ia akan memanfaatkan situasi. Abu Jahal mendatangi Muhammad saw  dengan penuh simpati kepadanya, dan mengejek sahabat-sahabat nabi dengan mengganggap mereka kurang cerdas karena tak percaya. Kemudian Abu Jahal mengundang Muhammad saw untuk bercerita di hadapan sahabat dan kelompoknya. sampailah saat yang dinantikan, yaitu nabi hendak bercerita peristiwa yang tak masuk akal itu di depan pemuka Mekah. Abu Jahal pun tak kalah cerdik, ia mengundang orang yang ahli perjalanan jauh, bahkan mereka yang tahu persis Masjidil Aqsha di antara mereka, dengan maksud menguji kesahihan cerita keponakannya.

Kaum kafir Quraisy yang saat itu dipimpin oleh Abu Jahal, tak percaya dengan apa yang diceritakan Rasulullah saw, dan mempertanyakan, bagaimana Beliau bisa menempuh perjalanan sejauh itu hingga diangkat ke langit ketujuh dan hanya dalam satu malam. Kafilah dagang biasanya memerlukan waktu sebulan untuk sampai ke Yerusalem dan memerlukan waktu sebulan untuk pulang ke Mekah, Dan karena hal itu, Bahkan beberapa orang yang telah masuk Islam meragukan hal itu dan menjadi murtad kembali.

Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah Saw., bersabda:
”Ketika aku berada di Hijir, orang-orang Quraisy menanyaiku tentang isra’. Mereka menanyaiku tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Baitul Maqdis yang tidak aku ketahui.
Maka aku merasakan kesulitan yang belum pernah kualami.
Tiba-tiba Allah ta’ala memperlihatkan kepadaku sehingga aku dapat melihatnya. Tidak ada satupun yang mereka tanyakan kecuali aku dapat menjawabnya.” (H.R Muslim)

Ibnu Abbas berkata, “Adapun ciri-ciri tersebut aku tidak hafal.” Maka mereka pun berkata, “Adapun ciri-cirinya demi Allah semua benar.” (HR. Ahmad dalam musnadnya, tahqiq Ahmad Syakir, 4:293, no. 2820, sanad hadits ini sahih. Disebutkan juga oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid, 1:64-65).

Beliau saw juga menceritakan tentang unta yang terlepas. Dan realitanya persis seperti apa yang dikatakannya. Namun, semua itu tidak menambahkan, kecuali semakin menjauhnya mereka dari kebenaran dan orang-orang zalim tidak menginginkan, kecuali kekufuran.” (Zaad Al-Ma’ad, 3:39)

Begitulah sikap orang-orang kafir terhadap peristiwa Isra dan Mikraj, sementara sebagian orang yang telah menyatakan Islam, tetapi keimanan mereka masih lemah menjadi murtad. Lihat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (3:62), status riwayat ini, sanadnya sahih dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi.

Iman mereka goyah karena perjalanan yang tidak masuk bagi akal mereka. Sementara itu, sekelompok lain imannya semakin mantap seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ketika menerima informasi tersebut, beliau langsung membenarkannya tanpa ada keraguan sedikit pun.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diperjalankan ke Masjidil Aqsha, maka orang-orang pun mulai memperbincangkannya. Sebagian orang yang sebelumnya beriman dan membenarkannya ada yang menjadi murtad, mereka pun datang menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu seraya berkata,

هَلْ لَكَ إِلَى صَاحِبِكَ يَزْعَمُ أَسْرَى بِهِ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ المَقْدِسِ ؟

“Apakah engkau mengetahui kalau temanmu mengaku melakukan perjalanan pada malam hari ke Baitul Maqdis?”
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya,

أَوْ قَالَ ذَلِكَ ؟

“Apakah ia mengatakan seperti itu?” “Iya”, jawabnya.
Abu Bakar berkata,

لَئِنْ كَانَ قَالَ ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ

“Andai ia memang mengatakan seperti itu sungguh ia benar.”
Mereka berkata,

أَوْ تُصَدِّقُهُ أَنَّهُ ذَهَبَ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ المَقْدِسِ وَ جَاءَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ؟

“Apakah engkau mempercayainya bahwa ia pergi semalaman ke Baitul Maqdis dan sudah kembali pada pagi harinya?”
Abu Bakar menjawab,

نَعَمْ إِنِّي لَأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غَدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ

“Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.”

Aisyah mengatakan,

فَلِذَلِكَ سُمِّيَ أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ

“Itulah mengapa beliau dinamakan Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang yang membenarkannya.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 3:65. Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish mengatakan bahwa hadits ini sahih).

kepada kaum kafir Mekah, Muhamad saw hanya menceritakan tentang perjalanan isra ke Yerusalem tanpa memberitahu perjalananya dari Yerusalem ke Baitul Mamur, tapi ketika beliau berkumpul dengan kaum muslim dan para sahabatnya maka Beliau menceritakan perjalananya ke Baitul Makmur Sidratul Muntaha dan menerima perintah shalat wajib 5 waktu, dan mengajarkan kepada kaum muslim tentang waktu waktu untuk mendirikan shalat lima waktu dan kisah kisah penting lainya yang Beliau alami dalam perjalan tersebut.

Syekh Utsman Ibn Hasan al-Khoubawy dalam kitabnya Durrotun Nasihin, mengisahkan satu riwayat yang meupakan musabab terjadinya Miraj Nabi SAW. Dalam kitab tersebut dijelaskan dialog antara langit dan bumi yang saling mengklaim paling mulia sebagaimana berikut:

“Aku lebih baik darimu (langit), karena Allah SWT telah menghiasiku dengan hamparan pulau, lautan, sungai, pepohonan, pegunungan dan lain sebagainya,” kata Bumi.
Maka, berkatalah langit, “aku lebih baik darimu (bumi), karena matahari, bulan, bintang, falaq (garis edar), buruj (gugusan bintang), arsy (singgasana-Nya), kursy (kekuasaan-Nya) dan surga berada padaku.”
Seolah tak mau kalah, Bumi kemudian membalas, “dan padaku ada Baitullah (Ka’bah) yang selalu diziarahi dan digunakan untuk melaksanakan ibadah thawaf oleh seluruh para Nabi dan Rasul, ulama, ahli hukum, para pembesar dan orang-orang yang beriman.”
Sejurus kemudian, Langit berkata, “dan padaku ada Baitil Ma’mur, yang digunakan thawaf oleh seluruh malaikat, dan padaku ada surga yang menjadi tempat para arwah Nabi dan Rasul, ulama yang mengamalkan ilmunya, para hukama, para pembesar dan orang-orang saleh.”
Maka bumi pun menjawab, “sesungguhnya pemimpin para Rasul dan penutup para Nabi, kekasih rabbil alamin berada padaku, dan syari’atnya berjalan di atasku.”
Ketika mendengar jawaban tersebut, Langit terdiam dan tidak mampu menjawab. Ia lantas mengadu kepada Allah SWT, “Ya Allah, Engkau Maha mengijabah doa hamba yang butuh ketika berdoa, kini aku tak mampu menjawab bumi. Maka aku mohon agar Engkau sudi menaikkan Nabi Muhammad SAW padaku, sehingga aku bisa berbangga kepada bumi dengan Mi’rajnya Nabi SAW.”
Allah SWT kemudian mengabulkan permintaan langit dan memberikan wahyu kepada malaikat Jibril, tertanggal malam 27 Rajab. Allah SWT memerintahkan kepada malaikat Jibril, “wahai Jibril, bawalah padaku Nabi Muhammad SAW.”
Jibril lalu bergegas bersama Mikail ke Surga. Sewaktu tiba di surga, keduanya melihat 40.000 Buraq sedang memakan rumput surga, tetapi Jibril dan Mikail melihat satu Buraq yang selalu menundukkan kepalanya dan menangis dengan air mata yang deras.
Malaikat Jibril kemudian bertanya kepada Buraq tersebut, “wahai Buraq, ada apa denganmu?”
“Wahai Jibril, aku telah mendengar seorang hamba yang bernama Muhammad SAW selama 40.000 tahun. Entah mengapa aku jatuh cinta dan merindukan pemilik nama ini. Sejak itulah, aku butuh makanan dan minuman karena aku telah terbakar api kerinduan”, terang Buraq.
Jibril kemudian berkata, “aku akan mempertemukanmu dengan orang yang kau rindukan tersebut.”
Malaikat Jibril kemudian membawanya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, untuk melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dari bumi (Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha) ke langit, hingga menembus sidratul muntaha."


Luas kompleks Masjid al-Aqsha adalah 144 dunum (satu dunum = 100 m2). Luas Masjid al-Aqsha ini tidak bertambah dan berkurang dalam kurun sejarahnya, berbeda dengan luas Masjid al-Haram dengan Masjid an-Nabawi yang terus mengalami perluasan.

Ketika Isra Mi'raj terjadi, baik Masjidil Haram maupun Masjidil Aqsha, sebenarnya masih belum berupa bangunan masjid seperti yang ada pada bangunan masjid saat ini. Di Masjidil Haram hanya ada bangunan Ka’bah, sedangkan di Masjidil Aqsha hanya ada Qubatush Sakhra. Saat itu, al-Shakhra masih berupa batu di atas gundukan tanah (Bukit Moria) yang dipenuhi debu. Sedangkan Masjid Kubah Emas atau Dome of Rock adalah tempat batu pijakan ketika Rasulullah saw melakukan perjalanan Mi'raj ke Sidrathul Muntaha. al-Aqsha adalah salah satu bangunan utama yang terdapat dalam kompleks Masjid Al-Aqsha bagian selatan dengan ciri khas kubah timahnya yang berwarna abu-abu. al-Aqsha sering dianggap sebagai Masjid Al-Aqsha itu sendiri, walaupun sesungguhnya nama Masjid Al-Aqsha merujuk kepada keseluruhan kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa bangunan penting; seperti Al-Jami' al-Aqsha itu sendiri, Kubah Ash-Shakhrah, Mushalla Al-Marwani, Kubah Al-Mi’raj, Kubah As-Silsilah, Kubah An-Nabi, dan bangunan-bangunan lainnya. al-Aqsha pertama kali dibangun pada masa Umar bin Khaththab yang kala itu menjadi Khalifah.