Hari Hari Terakhir

Dalam Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah (1999) karya Syekh Shafiyyur-Rahman Mubarakfury terjemahan Abdullah Haidir, pada akhir bulan Shafar tahun ke-11 Hijriah, Nabi pergi ke bukit Uhud dan mendoakan para syuhada yang meninggal pada Perang Uhud.

Setelah itu beliau berkata kepada para sahabat, “Aku akan mendahului kalian, aku akan menjadi saksi bagi kalian, sungguh sekarang aku telah melihat telagaku, dan sungguh aku telah diberikan kunci-kunci bumi dan simpanannya, sungguh aku tidak takut kalian berlaku syirik setelahku, akan tetapi yang aku takutkan adalah kalian saling berlomba-lomba terhadap dunia."

Beliau juga sempat pergi ke pekuburan Baqi’, lalu mengucapkan salam kepada penghuni kubur dan memintakan ampunan kepada mereka. Muhammad Husain Haekal mengisahkan bahwa pada malam pertama Nabi merasa sakit, beliau tak dapat tidur. Ditemani oleh pembantunya, Abu Muwayhiba, beliau lalu keluar rumah dan pergi ke Baqi’.

Saat pertama kali sampai di pekuburan Baqi’, Nabi berkata kepada Abu Muwayhiba bahwa dirinya mendapat perintah memintakan ampun untuk penghuni Baqi’.

Setelah itu beliau berkata kepada penghuni kubur, “Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur! Semoga kamu selamat akan apa yang terjadi atas dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang seperti malam gelap gulita, yang kemudian menyusul yang pertama, dan yang kemudian lebih jahat dari yang pertama." setelah itu Rasulullah SAW menuju mimbar dan berpidato didepan para sahabatnya :

”Aku akan mendahului kalian aku akan menjadi saksi bagi kalian, sungguh sekarang aku telah melihat telagaku dan sungguh aku telah diberikan konci-konci bumi dan simpanannya sunguh aku tidak takut kalian berlaku syirik setelahku, akan tetapi yang aku takutkan adalah kalian saling berlomba – lomba terhadap dunia.” Kemudian Rasulullah SAW pulang sambil menangis. Maka para Sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW : ”Apa yang membuat anda menangis, wahai Rasulullah ?” Nabi SAW bersabda : ”Aku merindukan saudara-saudaraku seiman.” Mereka (para sahabat) berkata : ”Bukankah kami adalah saudaramu seiman wahai Rasulullah ?” Beliau SAW bersabda : ”Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudaraku seiman suatu kaum yang datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.”

Nabi mulai sakit pada 29 Shafar tahun 11 Hijrah. Beliau sakit kepala dan demam, suhu badannya meninggi. Kondisi itu terjadi selama 13 sampai 14 hari. Meski sakit, selama sebelas hari beliau masih sempat mengimami salat berjamaah.

Suatu hari saat beliau tiba di rumah Aisyah, istrinya itu mengeluh sakit kepala. Nabi berkata, “Tetapi akulah, Aisyah, yang merasa sakit kepala." Beliau lalu berbaring di tempat tidur. Saat rasa sakit mereda, beliau mengunjungi istri-istrinya yang lain seperti biasa.

Di rumah Maimunah, istrinya yang terakhir beliau nikahi, sakitnya kambuh lagi dan terasa lebih keras. Beliau SAW bersabda : ”Kumpulkan istri-istriku.” maka berkumpullah istri-istri beliau SAW, beliau bersabda : ”Apakah kalian mengizinkan aku untuk tinggal di rumah Aisyah?” maka mereka menjawab : ”Kami mengizinkan anda wahai Rasulullah.” kemudian beliau berkeinginan untuk berdiri akan tetapi beliau tidak mampu. Datanglah Ali bin Abi Thalib r.a. dan Al-Fadl bin Al-Abbas r.a. maka mereka pun membopong Rasulullah SAW, lalu mereka memindahkan beliau SAW dari kamar Maimunah r.a. menuju kamar Aisyah r.a. Adapun para Sahabat, baru pertama kali ini mereka melihat Rasulullah SAW dibopong diatas dua tangan. Maka berkumpulah para Sahabat dan mereka berkata : ”Apa yang terjadi pada Rasulullah, apa yang terjadi pada Rasulullah ?” mulailah manusia berkumpul di dalam masjid. Masjid pun mulai penuh dengan para sahabat.

Nabi SAW dibawa menuju rumah Aisyah r.a. mulailah Rasulullah SAW mencucurkan keringat, berkeringat dan berkeringat. Berkatalah Aisyah r.a. : ”Sungguh belum pernah aku melihat ada seorang manusia yang berkeringat deras seperti ini.” Maka dia mengambil tangan Rasulullah SAW dan dengannya dia (Aisyah r.a.) mengusap keringat beliau. (Mengapakah dia (Aisyah r.a.) mengusap keringat dengan tangan beliau (Nabi SAW) dan tidak mengusapnya dengan tangannya (Aisyah r.a.) sendiri ?) maka Aisyah r.a. berkata : ”Sesungguhnya tangan Rasulullah SAW lebih lembut dan mulia dari pada tanganku, oleh karena itulah aku mengusap keringat beliau dengan tangan beliau dan tidak dengan tanganku.” (Ini adalah sebuah penghormatan terhadap Nabi SAW.)

Selama tinggal di rumah Aisyah—dan itulah minggu terakhir dalam hidupnya—istrinya itu membacakan surat al-Mu’awwizzat (surat-surat yang berisi mohon perlindungan; al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas) serta doa-doa yang ia dapatkan dari Nabi. Kemudian ia tiup dan usapkan ke tubuh Nabi dengan tangannya. Pada hari ke tujuh sebelum wafat turunlah ayat Al-Qur’an paling akhir yaitu surat Al-Baqarah ayat 281 sebagai berikut :

”Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah : 281)

Ibnu Mas’ud RA, bahwasanya dia berkata: “Ketika ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Rasulullah mengumpulkan kami di rumah Aisyah RA, kemudian Rasulullah memandang kami sambil berlinangan air matanya, lalu bersabda: "Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu."

Aku berwasiat kepada kamu, agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah." Allah berfirman: "Kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan dirinya dan membuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan surga itu bagi orang orang yang bertakwa."

Kemudian kami bertanya: “Bilakah ajal Rasulullah ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Ajalku telah hampir, dan akan pindah ke hadirat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila.” Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan Rasulullah ya Rasulullah?” Rasulullahmenjawab: “Salah seorang ahli bait.” Kami bertanya: “Bagaimana nanti kami mengafani Rasulullah ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.” Kami bertanya: “Siapakah yang mensalatkan Rasulullah di antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah pun turut menangis.

Kemudian Rasulullah bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama mensalatkan aku adalah sahabatku Jibril AS. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya. Kemudian masuklah kamu dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mulai salat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu semua.”

Lima hari menjelang wafat, sakitnya semakin keras. Panas suhu tubuhnya meninggi. Nabi meminta kepada para sahabat untuk menyiramkan air kepadanya. Setelah air disiramkan dan beliau merasa kesehatannya membaik, dengan kepala diikat Nabi masuk masjid dan meminta kepada para sahabat untuk membalas apa yang pernah beliau lakukan kepada mereka, misalnya dicambuk atau dicaci. Tentu saja, tak ada seorangpun yang pernah disakiti Nabi. Kemudian Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (SAW) berkhutbah menerangkan keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq dibandingkan seluruh sahabat laiinya. Ditambah lagi instruksi nabi di hadapan seluruh sahabat agar Abu Bakar ditunjuk menjadi imam kaum muslimin dalam salat.

Dalam Kitab Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa khutbah Nabi ini merupakan pengganti dari keinginan beliau untuk menuliskan wasiat siapa yang menjadi penggantinya. Dalam khutbah ini Rasulullah mandi sebelumnya kemudian keluar untuk salat bersama kaum muslimin dan kemudian menyampaikan khutbahnya.

Hal yang pertama diucapkan Rasulullah setelah memuji Allah, adalah perihal orang-orang yang terbunuh di perang Uhud, maka beliau pun berdoa dan memohon ampunan untuk mereka. Kemudian beiau berkata, "Wahai kaum Muhajirin sesunggunya jumlah kalian semakin banyak, sementara Anshar tetap sebagaimana adanya. Sesungguhnya mereka adalah ibarat rumah tempat kembaliku. Oleh karena itu hormatilah orang-orang yang mulia di antara mereka, dan maafkanlah orang-orang yang berbuat kesalahan dari mereka."

Kemudian beliau melanjutkan, "Wahai sekalian manusia sesungguhnya ada seorang hamba yang disuruh untuk memilih antara kekal di dunia atau memilih apa-apa yang ada di sisi Allah, maka dia memilih apa-apa yang ada di sisi Allah."

Maka ketika itu hanya Abu Bakar yang paham dari sekian banyak para sahabat, dan beliau langsung menangis. Beliau berkata, "Tetapi kamilah yang menjadi tebusanmu wahai Rasulullah dengan diri kami, anak-anak maupun harta kami”.

Maka Rasulullah menjawab, "Sebentar wahai Abu Bakar! Lihatlah ke arah pintu-pintu rumah yang mengarah ke masjid, maka tutuplah kecuali pintu Abu Bakar, aku tidak pernah mengetahui ada seseorang yang begitu mulia berteman denganku selain Abu Bakar."

Imam Ahmad berkata, "Amir menyampaikan kepada kami, ia berkata, Fulaih menyampaikan kepada kami dari Salim Abu Nadhr dari Bisr bin Sa'id dari Abu Sa'id, dia berkata," Rasulullah pernah berpidato sembari berkata, "Sesungguhnya Allah menyuruh seorang hamba memilih antara dunia dan apa-apa yang dijanjikanNya di sisiNya, namun hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah."

Abu Sa'id berkata, "Seketika itu Abu Bakar menangis, dan kami heran kenapa beliau menangis, padahal Rasulullah hanyalah menceritakan seorang hamba yang diberi pilihan. Namun akhirnya kami paham bahwa sebenarnya yang dimaksud Rasulullah itu Abu Bakarlah yang paling alim di antara kami."

Rasulullah bersabda, "Andai saja aku dibolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku pastilah aku memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan Islam dan kecintaan karenanya, maka jangan ada lagi rumah-rumah yang pintunya mengarah ke masjid dan hendaklah ditutup kecuali pintu Abu Bakar saja."

Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis ini dari jalan Abu Amir al-Aqadi dengan sanad yang sama. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Abdurrahman bin Sulaiman bin Hanzalah bin al-Ghasil dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah suatu hari keluar dalam keadaan sakit dengan mengikatkan kain di kepalanya yang ujungnya terjuntai di antara dua bahunya, beliau duduk di atas mimbar, kemudian menyebutkan khutbah tadi.

Di antara pesan wasiat Beliau agar berbuat baik terhadap kaum Anshar hingga akhirnya Ibnu Abbas berkata, "Itulah majelis dan khutbah terakhir Rasulullah.”

Sakit Nabi bertambah parah. Panas demamnya semakin memuncak. Istri-istri dan para tamu yang menjenguknya meletakkan tangan di atas selimut yang Nabi pakai, dan mereka merasakan betapa panasnya demam yang menyerang Nabi.

Empat hari sebelum wafat, dan kondisinya sudah semakin parah, Nabi masih sempat menjadi imam salat. Namun saat waktu Isya datang, beliau sudah tiada sanggup keluar. Nabi kemudian bertanya kepada Aisyah, “Apakah orang-orang sudah salat?" Aisyah menjawab, “Belum, ya Rasulullah, mereka menunggumu."

Kemudian Nabi minta diambilkan air dan beliau mandi. Setelah itu beliau pingsan. Saat tersadar, Nabi bertanya lagi, “Apakah orang-orang sudah salat?" Lalu mandi lagi dan pingsan lagi sebanyak tiga kali. Dalam kondisi teramat payah beliau meminta Abu Bakar untuk menjadi imam salat.

“Abu Bakar orang yang lembut hati, suaranya lemah dan suka menangis kalau sedang membaca Alquran," ujar Nabi.

Fatimah, putri kesayangan Nabi, menjenguk tiap hari. Jika putrinya itu datang, Nabi biasanya meyambut dan menciumnya. Namun saat Nabi telah demikian payah, Fatimah datang menemuinya dan mencium ayahnya.

“Selamat datang, putriku," ujar Nabi.

Beliau lalu membisikkan sesuatu kepada Fatimah. Putrinya menangis, tapi tak lama kemudian ia tertawa. Rupanya Nabi mengabarkan dua hal: pertama bahwa beliau akan meninggal karena sakitnya tersebut, dan kedua Fatimah adalah orang pertama dari keluarganya yang akan menyusul Nabi.

Sebuah bejana berisi air dingin diletakkan di sebelah Nabi, karena panas demamnya semakin tinggi. Sesekali beliau meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke wajah. Saking tinggi suhu panas demamnya, kadang Nabi sampai tak sadarkan diri, dan saat kembali sadar kondisinya sudah semakin payah.

“Alangkah berat penderitaan ayah," ujar Fatimah dengan penuh kesedihan.
“Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawab Nabi.

Sehari sebelum Rasulullah SAW wafat, yaitu hari Ahad beliau SAW memerdekakan budaknya. Beliaupun bersedekah sebanyak sembilan dinar, senjatanya dihadiahkan kepada kaum muslimin. Pada malam harinya, Aisyah r.a. meminjam minyak untuk lampu dari tetangganya. Saat itu, baju besinya digadaikan kepada seorang Yahudi untuk mendapatkan tiga puluh Sha’ gandum. Penyakit Rasulullah semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian dia berkata lagi: “Assolah yarhamukallah,” Fatimah menjawab: “Rasulullah dalam keadaan sakit.”

Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah bersabda: “Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam salat.”

Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: “Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?” Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam salat tersebut. Ketika Abu Bakar melihat ke tempat mimbar Rasulullah SAW yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah.

Mulailah suara-suara didalam Masjid meninggi. Bersabdalah Nabi SAW : ”Apa ini?. Berkata Aisyah : ”Sesungguhnya manusia mengkhawatirkan anda wahai Rasulullah.” Nabi SAW bersabda : ”Bawalah aku kepada mereka.” maka beliau berkehendak untuk bangun, akan tetapi tidak mampu. Maka para sahabat menyiramkan tujuh Qibrah air kepada beliau hingga beliau bangkit dan para sahabat membawa beliau naik di atas mimbar. Jadilah khutbah tersebut adalah khutbah terakhir beliau SAW, menjadi kalimat terakir Rasulullah SAW dan do’a terakhir Rasulullah SAW. Beliau bersabda : ”Wahai manusia, kalian mengkhawatirkan aku?” mereka menjawab : ”Ya, wahai Rasulullah.” Bersabda Rasulullah SAW : ”Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan aku bukanlah di dunia, tempat perjanjian kalian denganku adalah di haudh (telaga). Demi Allah, sungguh seakan-akan aku sekarang sedang melihat kepadanya di depanku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukanya dunia atas kalian sehingga kalian akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”

Kemudian Nabi SAW bersabda : ”Allah – Allah, shalat, Allah-Allah, shalat.” (Maksudnya : Aku bersumpah demi Allah terhadap kalian agar kalian menjaga shalat.) beliau terus mengulang – ulangnya, lantas bersabda : ”Wahai manusia, bertakwalah kalian terhadap kaum wanita, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik terhadap kaum wanita.” kemudian beliau bersabda : ”Wahai manusia, sesungguhnya ada seorang hamba yang Allah SWT telah memberikan pilihan kepadanya antara dunia dan antara apa yang ada disisi-Nya.”

Tidak ada seorangpun yang memahami siapakah yang dimaksud dengan seorang hamba oleh Rasulullah SAW tadi, padahal yang dimaksud oleh Rasulullah SAW adalah diri beliau sendiri. Allah SWT telah memberikan pilihan kepada beliau dan tidak ada seorang pun yang paham selain Abu Bakar Shiddiq r.a. Dan kebiasaan para sahabat adalah bahwa saat Rasulullah SAW berbicara mereka berdiam, seakan-akan ada seekor burung yang bertengger diatas kepala mereka. Maka saat Abu Bakar Shiddiq r.a. mendengar perkataan Rasulullah SAW dia (Abu Bakar Shiddiq) tidak mampu menguasai dirinya, dengan serta merta dia menangis sesenggukkan dan ditengah Masjid dia memotong pembicaraan Rasulullah SAW, dia pun (Abu Bakar Shiddiq) berkata : ”Kami tebus anda dengan bapak-bapak kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan anak-anak kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan harta-harta kami wahai Rasulullah.” Abu Bakar Shiddiq mengulang-ngulangnya, sementara para sahabat yang lain melihat kepadanya dengan pandangan heran, bagaimana dia (Abu Bakar Shiddiq) berani memotong khutbah Rasulullah SAW?!

Rasulullah SAW bersabda : ”Wahai manusia, tidak ada seorang pun diantara kalian yang memiliki keutamaan disisi kami melainkan Abu Bakar, aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan balasannya kepada Allah SWT. Setiap pintu menuju Masjid ditutup kecuali pintu Abu Bakar r.a. tidak akan ditutup selamanya.”

Kemudian mulailah beliau berdo’a untuk mereka dan berkata pada akhir do’a beliau SAW sebelum wafat beliau : ”Mudah-mudahan Allah SWT menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan kalian, mudah-mudahan Allah melindungi kalian.” Dan kalimat terakhir yang beliau sampaikan sebelum turun dari atas mimbar adalah : ”Wahai manusia, sampaikanlah salamku kepada orang yang mengikutiku diatara umatku hingga hari kiamat.” Setelah itu beliau pun dibawa kembali kerumah beliau SAW.

Sesudah salat subuh, umat Islam melihat Rasulullah berangsur sehat. Panglima Usamah bin Zaid mohon diri pada Rasulullah pergi berangkat melaksanakan tugas yang diberikan Rasulullah kepadanya. Setelah Nabi mengijinkan, berangkatlah Usamah ke Juruf, tempat tentara Islam berkemah. Dan sampailah Usamah di Jusuf. Ketika sibuk menyiapkan dan mengatur siasat perang, tiba-tiba datanglah utusan dari Madinah. Membawa kabar duka wafatnya Rasulullah SAW. Mendengar kabar itu, Usamah menjadi bingung. Ia tak yakin akan wafatnya Nabi, karena tadi subuh ia dan para sahabat lainnya menyaksikan sendiri kesehatan Nabi yang semakin membaik. Dan beberapa jam kemudian, seorang utusan menyampaikan bahwa Nabi telah tiada.

Tanpa berlama-lama, Usamah dan seluruh pasukan kembali ke Madinah. Menemui untuk yang terakhir kali kekasih tercinta, yang tak akan mereka temui lagi selama-lamanya. Lalu pulanglah pasukan itu, dibungkus kesedihan yang mendalam dan duka membalut sepanjang perjalanan mereka.

Pada saat itu di rumah Rasulullah saw datanglah Abdul Rahman Ibnu Abu Bakar dan ditangannya ada sebatang siwak, Nabi SAW terus melihat kearah siwak tersebut tetapi tidak mampu berkata aku menginginkan siwak. Aisyah r.a. berkata : ”Aku paham dari pandangan mata beliau bahwa beliau menginginkan siwak maka aku mengambil siwak itu dari Abdul Rahman Ibnu Abu Bakar. Kemudian aku letakkan di mulutku agar aku melunakkannya untuk Nabi, kemudian aku berikan siwak itu kepada beliau. Maka sesuatu yang paling akhir masuk kedalam perut Nabi SAW adalah air dari mulutku.” Aisyah r.a. berkata : ”Termasuk sebuah keutamaan dari Rabb-ku atasku adalah Dia telah mengumpulkan air dari mulutku dengan ludah Nabi SAW sebelum beliau wafat.” Selesai bersiwak beliau SAW mengangkat tangannya dan jarinya dan matanya memandang langit – langit, bibirnya bergerak perlahan berkata. Aisyah r.a. berusaha mendengarkannya :

”Bersama – sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para Shiddiqin, orang – orang yang mati syahid dan ornag-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah SWT cukup mengetahui.” (QS. An-Nisa : 69-70)

Nabi kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana air yang ada dekatnya dan mengusapkan ke wajahnya seraya berkata, “Laa ilaaha illallah, sesungguhnya setiap kematian ada sekaratnya."

Rasulullah SAW memanggil kedua cucu beliau, Hasan dan Husain dan Nabi SAW menciumi keduanya serta berwasiat kebaikan kepada mereka berdua. Lalu Nabi SAW memanggil semua istrinya, menasehatinya dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kepada seluruh manusia yang hadir agar menjaga shalat dan wasiat ini juga teruntuk kepada segenap kaum muslimin :

”Shalat, shalat dan (perhatikanlah) budak – budak kalian yang kalian miliki.”

Kemudian saat itu Ali bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang akan memandikan Rasulullah dan siapakah yang akan mengafaninya?” Rasulullah menjawab: “Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Surga.”

Kemudian diriwayatkan bahwa Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun ke bumi menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah Swt. Dia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah, Malaikat Maut pun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.” Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?”

Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu Rasulullah bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu itu?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil Rasulullah. Saya katakan kepadanya bahawa Rasulullah dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”

Rasulullah bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jamaah dan yang meramaikan kubur. Kemudian Rasulullah bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut.”

Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?” Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.”

Lalu rasa sakit pun terasa semakin berat maka beliau bersabda : ”Keluarlah siapa saja dari rumahku.” Dan beliau bersabda lagi : ”Mendekatlah kemari wahai Aisyah.” Beliau (Nabi SAW) tidur di dada istri beliau, Aisyah r.a, "Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang pernah aku makan di perang Khaibar. Dan inilah saatnya bagiku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun itu” ujar Rasulullah saw kepada Aisyah yang sedang dilanda duka yang mendalam. Allah akan menganugrahi gelar kenabian (nubuwwah) dan kesyahidan (syahadah) sekaligus untuk Nabi-Nya, dan juga agar beliau menempati kedudukan para syuhada’, sekaligus derajat para nabi. Karena itu, Ibnu Mas’ud, Az-Zuhri dan yang lain berpendapat bahwa Rasulullah saw wafat sebagai syahid akibat racun tersebut di atas.

Rasulullah bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?” Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggalkan dia di langit dunia.” Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk di samping Rasulullah . Maka bersabdalah Rasulullah: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?” Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”

Ketika itulah Nabi SAW mendapat berita-berita gembira dari Sahabat beliau, kecintaan beliau, sang pembawa wahyu yaitu Malaikat Jibri As sebagai berikut:

”Bahwa pintu-pintu langit telah dibuka, para Malaikat telah berbaris untuk menyambut kedatangan roh Nabi SAW, bahwa pintu-pintu Surga telah dibuka, para bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu dan tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari Kiamat nanti.”

Untuk semua berita gembira yang disampaikan oleh malaikat Jibril As tersebut disambut oleh oleh Nabi SAW dengan sabdanya : ”Segala puji dan syukur untuk Tuhanku.” Malaikat Jibril As melihat ada kegelisahan diwajah Nabi SAW apalagi bibir itu perlahan bergerak mengucapkan kata-kata : ”Umatii, Umatii.” Malaikat Jibril pun bertanya kepada Nabi SAW : ”Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?” Rasulullah SAW menjawab : ”Tentang kegelisahanku, apakah yang akan diperoleh orang-orang (umatku) yang membaca Al-Qur’an sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang (umatku) yang berpuasa pada bulan mereka (Ramadhan) sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang (umatku) yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?” Jibril menjawab : ”Saya membawa khabar gembira untuk Baginda. Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : ”Aku telah mengharamkan Surga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”

Maka berkatalah Rasulullah saw: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku.” Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah. Kemudian Nabi mengangkat tangannya dan memandang ke atas, bibirnya bergerak-gerak dan berucap, “Bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah maha mengetahui."

Ketika roh Rasulullah sampai di pusat perut, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.” Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril memalingkan wajahnya. Lalu Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat wajah engkau, sedangkan engkau sedang merasakan sakitnya maut?”

Sebelum wafat, Rasulullah saw sempat pingsan sebentar, lalu tersadar. Saat sadar pandangan Nabi Muhammad mengarah ke atap rumah dan berkata, "Allahumma Ar-Rafiqal A'la (Ya Allah dzat yang maha tinggi)."  Nabi mengulangi kalimat tersebut sebanyak tiga kali, kemudian tangannya lemas dan akhirnya nyawa terpisah dari raga. Nabi wafat sambil bersandar antara dada dan leher Aisyah. Kemudian Aisyah meletakkan kepala Rasulullah di atas bantal.

Nabi Muhammad SAW, Nabi termulia, Rasul paling agung telah wafat. Telah berpulang kerahmatullah manusia yang paling mulia, seorang Nabi dan Rasul yang sangat mencintai umatnya, seorang bangsawan Quraisy yang handal sebagai pemimpin umat, yang sukses menjalankan tugas kenabian, telah berpulang Nabi dan Rasul terakhir yang kepribadiaannya oleh Allah SWT telah dipersiapkan buat panutan umat, telah berpulang orang yang tidak pernah memakai sutera, telah berpulang orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, telah berpulang orang yang lebih memilih tikar dari sebuah singgasana, telah berpulang orang yang jarang tidur diwaktu malam karena takut Neraka Sa’ir. Peristiwa ini terjadi pada waktu Dhuha, hari Senin tanggal 12 Rabbiul Awal tahun 11 H atau 632 m. Tepat pada usia beliau (Rasulullah SAW) 63 tahun lebih 4 hari.

Tak lama kemudian datanglah Umar bin Khattab dan al-Mughirah bin Syu'bah, keduanya meminta izin agar dapat masuk dan aku mengizinkan keduanya setelah hijab kuturunkan, seketika Umar memandang Rasulullah dan berkata, "Alangkah beratnya pingsan yang diderita Rasulullah, kemudian ia berdiri. Tatkala keduanya mendekati Rasulullah, al-Mughirah berkata, “Wahai Umar sesungguhnya Rasulullah telah wafat. Umar menjawab, "Engkau bohong, bahkan engkau adalah orang yang cepat termakan fitnah, sebab Rasulullah tidak akan mati hingga Allah membinasakan habis seluruh orang-orang munafik."

Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu sangat terpukul mendengar berita kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia berdiri sembari menyuarakan ketidak percayaannya mendengar kematian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia Radhiyallahu anhu mengatakan, “Demi Allâh! Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak wafat.”

Akhirnya, manusia termulia itupun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rasûlullâh, kekasih Allâh itu wafat dalam pangkuan istri tercinta Aisyah Radhiyallahu anhuma . Setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, seluruh kota Madinah al-munawwarah terasa gelap gulita. Ketika itu, Abu Bakr tidak sedang berada di dekat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Radhiyallahu anhu sedang berada di rumahnya.

Dalam riwayat ini Aisyah melanjutkan, “Setelah itu datang Abu Bakar, dan mengangkat hijab sambil memandang ke arah Rasulullah dan berkata, "inna lillahi wa innna ilaihi rajiun, sesungguhnya Rasulullah telah wafat." Kemudian mendekati kepala Rasulullah, dan mendekat ke arah mulut lalu mencium keningnya, kemudian ia berkata, “Aduhai Nabi,” kemudian dia mengangkat kepalanya dan kembali mendekat ke mulut Nabi serta mencium sambil berkata, “Aduhai pilihan Allah” kemudian ia kembali mengangkat kepalanya dan mendekat ke arah mulut serta mencium keningnya sambil berkata, “Aduhai kekasih Allah... Rasulullah telah wafat!'

Dalam suasana mencekam akibat ketidak percayaan Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu , Abu Bakr Radhiyallahu anhu datang ke tempat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar kematian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Radhiyallahu anhu tanpa banyak bicara langsung menuju ke jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditutup dengan kain. Abu Bakr Radhiyallahu anhu menyingkap bagian kain yang menutupi wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu menangis. Abu Bakr Radhiyallahu anhu mencium kening Rasûlullâh sambil menangis. Abu Bakr Radhiyallahu anhu mengatakan:

بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي طِبْتَ حَيًّا وَمَيِّتًا

Demi bapak dan ibuku! Engkau tetap wangi ketika masih hidup dan juga setelah wafat.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Abu Bakr Radhiyallahu anhu setelah mencium kening Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah wafat, beliau Radhiyallahu anhu menangis dan mengatakan:

بِأَبِي أَنْتَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا

Demi bapakku! Wahai Nabi Allâh Azza wa Jalla! Allâh Azza wa Jalla tidak akan mengumpulkan padamu dua kali kematian. Sekarang kematian yang telah ditetapkan Allâh Azza wa Jalla untukmu telah engkau lalui.

Lalu beliau Radhiyallahu anhu keluar menemui Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu dan berusaha menenangkan beliau, namun tidak berhasil. Akhirnya Abu Bakr Radhiyallahu anhu membiarkan Umar Radhiyallahu anhu dalam ketidakpercayaannya lalu beliau Radhiyallahu anhu menghadapkan wajahnya kearah para Sahabat. Beliau mengawali pembicaraannya dengan membaca tasyahhud lalu mengatakan:   

أَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ

Amma ba’du, barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dan barangsiapa yang menyembah Allâh Azza wa Jalla , maka sesungguhnya Allâh maha hidup dan tidak akan mati.

Lalu Abu Bakr Radhiyallahu anhu membaca ayat:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

"Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka akan mati" Az-Zumar 30

dan juga membaca ayat:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang maka dia tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada Allâh sedikit pun. Dan Allâh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." Ali ‘Imrân 144

Az-Zuhri berkata, "Telah berkata kepadaku Sa'id bin Musayyib bahwa Umar berkata, "Demi Allah aku tidak sadar hingga aku dengar Abu Bakar membacakan ayat tersebut. Maka aku yakin bahwa itulah yang benar. Tanpa sadar akupun jatuh terduduk kakiku tak kuat lagi menahan tubuhku, maka
yakinlah aku ketika Abu Bakar membacakan ayat itu bahwa Rasulullah telah wafat".

Demikianlah kisah wafatnya Rasulullah SAW dan khutbah yang disampaikan beliau menjelang wafatnya. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurah untuk Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Tidak banyak Rasulullah saw meninggalkan warisan kecuali hanya beberapa dirham saja dan itupun sudah disedekahkan sehari sebelum Beliau meninggal, bahkan Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi tersebut untuk membeli gandum untuk dimakan bersama keluarganya. Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya sebagai berikut :

"Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.(HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, sampai wafatnya Nabi tidak sempat menebus baju besinya tersebut hingga pada akhirnya Ali bin Abi Thalib lah yang membayarkannya.

"Rasulullah SAW wafat dan baju besinya masih menjadi barang gadai pada seorang Yahudi dengan 30 sha’ gandum". (HR. Bukhari).

Nabi wafat pada waktu Dhuha, hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijrah, para Sahabat hendak menyiapkan segala sesuatu untuk pemakaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat hendak memandikan jenazah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka kebingungan dan berselisih, apakah mereka harus membuka pakaian Rasûlullâh sebagaimana yang biasa mereka lakukan saat memandikan jenazah yang alain ataukah mereka memandikan jenazah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa melepaskan baju Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Dalam keadaan seperti itu, Allâh Azza wa Jalla mendatangkan rasa kantuk kepada mereka semua, kemudian mereka mendengar ada orang yang menyuruh mereka untuk memandikan jenazah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa melepas pakaian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Tidak ada seorangpun diantara para Sahabat yang mengetahui, siapakah orang yang berbicara itu? Akhirnya, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu memandikan jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dibantu oleh beberapa orang Sahabat lainnya. Mereka membasahi jenazah Beliau Radhiyallahu anhu dengan lembut tanpa melepas baju yang dikenakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu  mendapatkan kemuliaan untuk menggosok-gosok jasad Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lembut. Ali Radhiyallahu anhu bercerita, “Saya terus memperhatikan jenazah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan detail, saya tidak mendapatkan apapun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu selalu dalam keadaan baik, ketika masih hidup maupun ketika sudah wafat.”

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata,

لما اجتمع القوم لغسل رسول الله صلى الله عليه وسلم, وليس في البيت إلا أهله: عمه العباس بن عبد المطلب, وعلي بن أبي طالب, والفضل بن العباس, وقثم بن العباس, وأسامة بن زيد بن حارثة , وصالح مولاه .... وكان العباس والفضل وقثم يقلبونه مع علي بن أبي طالب, وكان أسامة بن زيد وصالح مولاهما يصبان الماء, وجعل علي يغسله, ولم ير من رسول الله صلى الله عليه وسلم شيء مما يراه من الميت, وهو يقول: بأبي وأمي, ما أطيبك حيا وميتا ... إلى آخر الحديث   (رواه أحمد في "المسند" (4/187)

"Ketika orang berkumpul untuk memandikan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, di rumah tidak ada orang kecuali keluarganya, pamannya Abbas bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, Fadl bin Abbas, Qadam bin Abbas, Usamahbin Zaid bin Haritsah serta Shaleh budaknya. Dahulu Abbas, Fadl dan Qadam membolakbalikkan bersama Ali bin Abu Thalib. Sementara Usamah bin Zaid dan Shaleh budaknya menyiram air. Sementara  Ali memandikannya. Tidak didapati pada diri Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam sesuatu yang dilihat pada mayat lainnya. Beliau mengatakan, Demi ayah dan ibuku, alangkah harumnya anda (Rasulullah) waktu hidup maupun meninggal dunia… sampai akhir hadits." (HR. Ahmad di musnad, 4/187. Para peneliti di percetakan Muassasah Ar-Risalah mengatakan, Hasan lighoirihi. Silahkan lihat kitab Al-Khosois Al-Kubro, 2/469-492.

Setelah dimandikan, jenazah Rasûlullâh dikafankan dengan tiga lapis kain berwarna putih. Beliau tidak dipakaikan baju dan juga surban. Lalu para Sahabat menyalati Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri-sendiri tanpa ada seorang imam yang mengimami mereka. Shalat jenazah diawali oleh kaum laki-laki dewasa, kemudian anak-anak kecil, lalu para wanita dan terakhir  para budak. Karena sangat banyaknya umat yang menyalatkan maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan pada hari Rabu ditempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat yaitu di rumah ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berada di luar masjid Nabawi kala itu.

Sebelum prosesi pemakaman, terjadi sedikit perdebatan di kalangan pemuka sahabat. Ada yang menyarankan agar Rasulullah SAW dimakamkan di mimbar, tempat dimana Rasulullah biasa memberikan khutbah dan menyampaikan pesan-pesan penting. Ada pula yang menyarankannya di Baqi, sebuah pemakaman umum dimana para sahabat dan kaum muslimin dimakamkan di situ. Ada pula yang menyarankannya di mihrab, tempat Rasulullah biasa mengimami shalat.

Perdebatan tersebut hampir meruncing sebelum datangnya Abu Bakar As-Shiddiq RA, namun menjadi reda setelah sahabat terdekat Nabi itu datang. “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tak seorang nabi pun yang meninggal dunia kecuali dimakamkan di tempat dia meninggal,” demikian Abu Bakar RA menyampaikan apa yang didengarnya dari Rasul SAW di hadapan seluruh para sahabat yang hadir waktu itu.

Setelah Abu Bakar RA mengingatkan dengan sabda Rasul tersebut, maka meredalah perdebatan para sahabat itu, seolah-olah mereka tak menyadarinya. Dan akhirnya semua sepakat Rasulullah SAW dimakamkan di tempat meninggalnya, yaitu di kamar Aisyah RA.

Ketika hendak menggali kubur Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para para Sahabat kembali berselisih pendapat tentang bagaimana kuburan Rasûlullâh? Apakah dibuatkan lahat, atau hanya dibuatkan sebuah lubang begitu saja? Pada saat itu, di Madinah ada dua penggali kubur, yang satu menggali dengan membuat lahat, sementara yang satu lagi hanya berupa lubang biasa saja. Karena tidak bisa memutuskan, akhirnya para Sahabat sepakat untuk melakukan shalat Istikharah untuk memohon petunjuk kepada Allâh Azza wa Jalla lalu setelah mereka itu mereka mengirim utusan kepada dua orang penggali kuburan itu, siapapun diantara dua orang ini yang datang, maka dialah yang menggali kubur Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan caranya sendiri. Ternyata yang lebih dahulu datang adalah orang yang biasa menggali kuburan dengan ditambahkan lahat. Akhirnya kuburan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuatkan lahat.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan dengan beralaskan sebuah kain merah, kemudian setelah itu, sebuah batu ditancapkan di atasnya. Kuburan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditinggikan sekitar satu jengkal dari tanah semula. Setelah pemakaman selesai, Anas Radhiyallahua anhu lewat didepan rumah Fathimah binti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Fathimah Radhiyallahu anhuma berkata kepada Anas Radhiyallahua anhu, “Wahai Anas! Apakah kalian sanggup menimbunkan pasir ke jenazah Rasûlullâh?!”, Anas tetap berlalu tak sempat menghiraukan pertanyaan Fathimah ra. karena masih diliputi rasa duka yang mendalam.