Perang Bani Quraizhah

Nabi pun pulanglah kembali bersama shahabat-shahabatnya ke dalam kota, dengan terlebih dahulu menerangkan perhitungan beliau menurut siasat perang, bahwa mulai saat itu Quraisy tidak akan bangkit lagi menyerang kaum Muslimin, melainkan kaum Musliminlah yang mulai saat itu yang akan menyerang dan menaklukkan mereka.

Sesampai di rumah isteri beliau Ummu Habibah dan istirahat, bermandi-mandi, menukar pakaian dengan yang bersih dan hati gembira bersyukur karena kemenangan, dan orang-orang telah mulai mengembalikan senjata masing-masing ke tempatnya, tiba-tiba datang­lah Malaikat Jibril menyatakan diri di hadapan beliau lalu berkata: "Apakah engkau telah mengembalikan senjata ke tempatnya, ya Rasul Allah?" Nabi menjawab: "Benar!" Lalu kata Jibril: "Kami malaikat belum meletakkan senjata. Kami disuruh ke sana terlebih dahulu sekarang juga untuk menurunkan kegoncangan ke dalam hati mereka". "Ke mana?" tanya Nabi saw. "Ke Bani Quraizhah", jawab Jibril. Lalu dianjurkan Nabi segera berangkat.

Nabi segera memerintahkan seluruh pasukannya agar bergegas menuju benteng Bani Quraizah. Bahkan Nabi memberi ultimatum, “Tak usah salat asar dulu sebelum sampai ke lokasi!”

Menjelang magrib mereka sampai di lokasi. Tentara Islam kala itu berkekuatan 3000 orang dan mereka mengepung benteng Bani Quraizah selama 25 hari 25 malam. Tak kuat dalam gentar dan takut berkepanjangan, pada akhirnya kaum Yahudi itu menyerah dan pilih berunding.

Beberapa waktu sebelumnya, Bani Quraizah sejatinya telah menjalin kontrak politik dengan kaum Muslimin di Madinah untuk hidup damai dan saling membantu. Terutama untuk menghadapi serangan dari luar Madinah, kaum Muslim dan Yahudi bersepakat untuk saling menolong dan melindungi.

Akan tetapi, karena termakan rayuan seorang Yahudi dari Bani Nadhir bernama Huyay, Yahudi Quraizah di bawah pimpinan Ka’b bin Asad melanggar perjanjian yang telah diteken bersama kaum Muslimin. Mereka akan bergabung dengan kaum musyrikin Quraisy untuk menyerang umat Islam di Madinah. Sebab, mereka sangat yakin bahwa dengan melihat jumlah pasukan kafir Quraisy yang begitu banyak, Muhammad dan pengikutnya pasti akan hancur kali ini.

Setelah dilihatnya tentara Quraisy dan Ghathfaan datang, Ka'ab bin Asad segera mengurung diri dalam benteng dan diambilnya keputusan bahwa dia akan setia memegang janji dengan Muhammad saw. Tetapi Huyay datang, lalu diketoknya pintu benteng dan dengan keras dimintanya hendak bertemu langsung dengan Ka'ab bin Asad.

"Buka pintu, Ka'ab! Buka!" Setelah dilihatnya Huyayy yang datang, Ka'ab berkata: "Saya lihat ke datanganmu ini akan membawa bencana. Saya telah tahu maksudmu. Saya telah mengikat janji dengan Muhammad Saya tidak akan mengkhiartati janji saya. Muhammad selama ini pun baik kepada kami". Huyayy menyambut lagi: "Buka sajalah pintu, ada hal penting yang akan saya bicarakan dengan engkau!" "Saya tidak mau!", sambut Ka'ab.

Lalu dengan cerdik jahatnya Huyay menyinggung perasaan harga diri Ka'ab: "Demi Allah! Saya tahu engkau enggan membuka pintu karena engkau tak mau aku makan dalam hidanganmu!"
Mendengar kata demikian, terpaksalah Ka'ab membuka pintu d Huyayy pun masuk. Sampai di dalam dibukalah pembicaraan: "Celaka engkau Ka'ab! Saya datang sekarang ini membawakan engkau kesempatan yang tidak ada taranya, gelombang lautan dahsyat". "Apa itu?" tanya Ka'ab.

"Saya datang membawa Quraisy dengan segala kelengkapannya, dengan segala pemimpin dan pahlawannya, sekarang telah berlabuh di pertemuan banjir di Raumah. Dan saya pun datang dengan Ghathfaan lengkap dengan segala pemimpin dan pahlawannya, sekarang telah melabuhkan tentaranya di samping Uhud. Mereka semuanya telah membuat janji teguh dengan saya, bahwa mereka belum akan mening­galkan negeri ini sebelum mereka menyapu bersih Muhammad dan segala pengikutnya.

Ka'ab menjawab: "Omong kosong! Engkau datang membawa berita kehinaan belaka, berita mega berkumpul tetapi tidak mengan­dung air akan hujan. Guruh berbunyi, kilat berapi, namun hujan tidak turun. Tinggalkanlah saya dalam keadaan seperti ini. Saya tidak peraah melihat dari Muhammad saw terhadap kepada kami selain keteguh­an janji dan kejujuran". Yang lihat menyela: "Kalau kamu tidak mau menolong Muhammad saw ketika dia telah diserang begini, menurut sepanjang janji kita dahulu, maka biarkanlah dia berhadapan dengan musuhnya, dan kita diam sajalah."

Tetapi Huyay gigih juga merayu. Dia mengatakan bahwa jaranglah kita mendapati peluang yang sebaik ini. Di saat sedang dia terdesak karena serbuan musuh inilah yang sebaik-baiknya kita hapuskan sendiri janji itu. Kita bersatu padu dengan Quraisy dan Ghathfaan dan bersama kita mengambil tekad, belum akan berhenti sebelum Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu kita hapuskan dari muka bumi ini. -

Oleh karena pandainya Huyayy menghasut, tertariklah mereka itu semuanya dan kalahlah pendapat Ka'ab bin Asad oleh gemuruh tan­tangan orang banyak. Lalu dikeluarkan Surat Perjanjian Nabi Muhammad saw. dengan Bani Quraizhah itu dari simpanan, lalu dibakar di hadapan orang banyak.

Pada akhirnya, singkat cerita, kaum kafir musyrikin Quraisy gagal menaklukkan Madinah dan pulang dengan perasaan hancur karena di terjang badai yang sangat hebat. Tidak ada pertempuran berarti saat itu, hanya gesekan-gesekan fisik kecil, dengan korban tidak seberapa dari kedua belah pihak. Merasa sudah lelah dan putus asa, kaum musyrikin Quraisy enggan melanjutkan peperangan dan memilih balik pulang ke Makkah. Meski begitu, sesungguhnya mereka pilih pulang bukan karena takut bertempur, akan tetapi, selain merasa kesulitan melewati parit raksasa yang dibuat kaum Muslimin (atas ide Salman dari Persia), juga karena tak tahan dengan serangan badai udara dingin nan lembab membuat kuda-kuda mereka banyak yang mati, badai dan angin topan hebat menyapu habis tenda-tenda mereka.

Setelah kaum Qurays kembali ke Mekah, kaum muslim hanya memiliki beberapa saat saja untuk beristirahat, setelah shalat dzuhur, malaikat Jibril datang kepad Rasulullah saw. Jibril datang dengan berbusana mewah, penutup  kepalanya dihiasi dengan emas dan perak dan selembar kain sutra  terbentang di atas pelana kuda yang ditungganginya. "Sudahkah kau letakan senjatamu, hai Rasulullah saw?", ujarnya,"para malaikat tak pernah meletakan senjatanya dan sekarang aku kemabali tidak lain untuk menyerang musuh. Hai Muhamad, sesungguhnya Allah Yang Maha Kuasa memerintahkanmu agar pergi menyerang bani Qurayzah, bahkan aku akan pergi sekarang juga, agar jiwa mereka terguncang", ujar malaikat Jibril.

Rasulullah saw memerintahkan kaum muslim agar tidak ada yang shalat ashar kecuali di wilayah Qurayzah. Bendera diberikan kepada Ali,  dan sebelum matahari terbenam, seluruh benteng bani Qurayzah telah terkepung oleh pasukan muslim yang berkekuatan 3000 ribu pasukan yang sama ketika melawan pasukan Qurays dan sekutu sekutunya dalam perang Khandaq.

Bani Qurayzah dikepung selama 25 hari dan akhirnya menyerah tanpa syarat setelah melakukan negosiasi yang alot dengan kaum muslim pimpinan Rasulullah saw.

Ka`b bin Asad berkata kepada mereka. “Wahai kaum Yahudi! Sesungguhnya keadaan kalian adalah seperti yang kalian lihat sekarang. Aku tawarkan kepada kalian tiga hal, pilihlah mana yang kalian suka!” Mereka bertanya: “Apa saja itu”? Ka`b menjawab:

“Pertama : Kita mengikuti lelaki ini (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), dan beriman kepadanya. Telah pasti bagi kalian bahwa dia adalah seorang nabi yang diutus bagi kalian. Dia pula lelaki yang telah disebutkan dalam kitab kalian. Jika kalian bersedia, maka darah, harta benda, anak-anak dan istri-isri kalian akan aman.” Mereka menjawab: “Kita tidak akan meninggalkan hukum Taurat selamanya dan kita tidak akan mengambil hukum selainnya.” Lalu Ka`b berkata: “Jika kalian tidak setuju dengan usulan ini, maka usulan

Kedua : Mari kita bunuh anak-anak dan istri kita. Kemudian kita keluar mengangkat pedang melawan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya. Kita tidak akan meninggalkan beban di belakang kita, hingga Allah memberi keputusan antara kita dan mereka. Jika kita binasa, maka selesailah urusannya ! Kita tidak meninggalkan keturunan yang kita khawatirkan. Dan jika kita menang, maka, maka demi Allah, kalian pasti akan mendapatkan wanita dan anak-anak lagi.” Mereka bertanya: “Jika kita bunuh mereka, maka kesenangan hidup apalagi bagi kita setelah kehilangan mereka?” Ka`b menjawab: “Jika kalian enggan dengan ini, maka usulan

Ketiga : Pada sabtu malam, mungkin Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya akan memberi keamanan kepada kita. Maka, menyerahlah ! mudah-mudahan kita bisa mengintai Muhammad dan pasukannya. Mereka mengatakan: “(jika demikian), berarti kita mengotori hari sabtu kita yang tidak pernah dilakukan oleh para pendahulu kita, kecuali kamu.” Kemudian Ka`b berkata dengan nada tinggi karena marah: “Apa yang membuat salah seorang dari kalian menjadi keras kepala setelah dilahirkan ibunya semalam suntuk?”

Akhirnya, kemudian mereka mengirimkan utusan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pesan: “Utuslah Abu Lubâbah bin Abdul Mundzir, saudara bani Auf agar menemui kami. Kami akan meminta pendapatnya.” Dulu mereka adalah sekutu suku Aus. Sementara harta dan anak-anak Lubâbah juga ada di wilayah orang-orang yahudi. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya. Saat melihat kedatangan kedatangan Abu Lubâbah, semua orang yahudi mengelu-elukannya. Yang laki-laki bangkit dan mengerumuninya sedangkan para wanita dan anak-anak menangis dihadapannya. Abu lubâbah sangat iba melihat keadaan mereka. Mereka berkata: “wahai Abu Lubâbah, apakah kami harus tunduk kepada keputusan Muhammad ?” Dia menjawab: “Begitulah” sambil memberi isyarat dengan tangannya yang diletakkan di leher yang maksudnya adalah mereka akan dijatuhi hukuman mati. Setelah itu Abu Lubâbah sadar bahwa dia telah mengkhianati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Seketika itu dia berbalik dan menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia mengikat tubuhnya di salah satu tiang masjid. Ia berkata: “Aku tidak akan meninggalkan tempatku hingga Allah Azza wa Jalla memberi taubat kepadaku terhadap semua yang telah aku lakukan.”

Bani Qurayzah membuka pintu gerbang benteng mereka dan menyatakan takluk kepada kedaulatan Rasulullah saw. Orang orang keluar dengan tangan terikat di belakangdan mereka disediakan sebuah ruangan di salah satu sisi perkemahan. Di tempat lainya, para wanita dan anak anak dikumpulkan, dan Rasullah saw memberikan tanggung jawab penjagaan penjagaan mereka kepada Abdullah bin Sallam, seorang mantan rabi dari Bani Qaynuqa, senjata dan perlengkapan perang, pakaian, dan perabotan rumah tangga diambil dari setiap benteng, dan semuanya dikumpulkan di satu tempat. Botol botol anggur dan minuman anggur yang telah difermentasi di buka dan isinya dibuang.

Dalam banyak kitab sirah disebutkan bahwa mereka tunduk kepada hukum Sa`d Radhiyallahu anhu ; dan telah disepakati bahwa mereka telah tunduk kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum tunduk kepada hukum Sa`d Radhiyallahu anhu. Alqamah bin Waqash Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa tatkala kondisi dan situasi terasa berat bagi mereka, seseorang memerintahkan : “Tunduklah kalian kepada keputusan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” Tatkala mereka meminta petunjuk kepada Abu Lubâbah, ia menjawab: “Kita tunduk kepada hukum Sa`d bin Muâdz Radhiyallahu anhu ”. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan hukum kepada Sa`d bin Muâdz Radhiyallahu anhu.

Kaum Muslim dari suku Aws memohon penuh iba kepada Nabi SAW agar berbelas kasihan kepada Yahudi Bani Quraizah. Sebab, Quraizah telah lama juga menjadi sekutu mereka bahkan sejak sebelum mereka (suku Aus) masuk Islam.

Rasulullah saw, mungkin, bisa saja mengambil keputusan sendiri tentang apa yang musti dilakukan terhadap Bani Quraizah yang telah menghianati perjanjian itu, karena Rasulullah saw adalah sebagai pihak pemenang, tetapi, Rasulullah saw tidak melakukan hal itu, tapi menggunakan pendekatan hukum, beliau memberi tawaran kepada suku Aus, “Apa kalian setuju jika salah satu pemimpin kalian, Sa’d bin Mu’az, menjadi hakim yang akan memutuskan status hukum sekutu kalian (Bani Quraizah) itu?”

“Setuju!” jawab orang-orang suku Aus serentak.

Sa'ad bin Mu'adz segera dijemput ke Madinah, dipangku untuk dinaikkan ke atas tandu yang akan membawanya dalam keadaan menderita sakit luka parah. Dia pernah berdoa, bermunajat kepada Allah : "Ya Tuhanku! Kalau masih akan ada lagi peperangan dengan Quraisy ini, panjangkanlah umurku buat ikut dalam peperangan itu. Tetapi jika peperangan dengan Quraisy ini akan berhenti di antara kami dengan mereka, maka porak-porandakanlah mereka. Tetapi aku memohon jangan dahulu aku dimatikan sebelum hatiku puas menghadapi Bani Quraizhah".

Sekarang dia sendiri yang diminta oleh sukunya yaitu Aus untuk  menghakimi Bani Quraizah. Ketika mendengar permintaan keringanan untuk Bani Quraizhah itu ada beberapa orang Bani Aus membisikkan kepada Sa'ad supaya dia bersikap lunak kepada kaum yang telah dijadikan teman di zaman jahiliyah itu. Dengan tegas Sa'ad berkata: "Dalam membela agama Allah saya tidak perduli kepada siapa pun".

Sa’d bin Mu’az yang tengah sakit keras karena luka terkena panah dan sudah di ambang kematian menerima perintah tersebut. Sebelumnya dia meminta kepastian dulu, apa keputusan yang akan diambil akan mengikat semua orang, bahkan Nabi SAW sendiri. Nabi menjawab bahwa keputusannya juga akan mengikat beliau. Maka, apalagi yang lain, tentu semua mengiyakan.

Sa’d bin Mu’az adalah tipe orang cerdas, sangat mempertimbangan suatu perkara dengan cermat, dan tanpa kompromi. Ia setipe dengan Umar bin Khattab. Dalam kasus tawanan perang Badar, Sa’d sepakat dengan Umar agar tawanan perang Badar jangan dikasih ampun, karena jika mereka dibiarkan hidup pasti akan membuat masalah di kemudian hari. Terbukti, ketika pada akhirnya tawanan perang Badar itu dikembalikan ke Makkah dengan tebusan, mereka justru ikut menyerang kembali kaum Muslimin dalam Perang Uhud.

Cara berpikir demikian itu pulalah yang dianut oleh Sa’d sebelum memutuskan status hukum atas Bani Quraizah. Dalam pikirannya, jika mereka dibiarkan hidup, mereka akan membahayakan kaum Muslimin di kemudian hari. Selain itu, Sa’d juga merujuk pada pertimbangan dasar, bahwa jika saja kaum Musyrikin Quraisy kemarin itu jadi menang dalam Perang khandak, pastilah Bani Quraizah akan bersama-sama kafir Quraisy menghabisi kaum Muslimin. Maka hal yang sama pun sudah selayaknya dilakukan kepada mereka.

Setelah Sa'ad sampai di hadapan Muhamad saw maka berkatalah Muhamad saw "Berdirilah kamu semua menghormati pemimpin kalian". Semua orang pun berdiri meng­hormati, yang dimaksud oleh Nabi untuk meneguhkan wibawanya sebagai hakim, sehingga kalau dia menjatuhkan suatu hukum kelak diterima dengan penuh kepatuhan.

Setelah dia duduk, bersabdalah Rasulullah saw.: "Sa'ad ! Semua tunduk kepada yang akan engkau putuskan. Sebab itu hukumlah menurut apa yang engkau sukai." .
Lalu Sa'ad menyambut: "Dan hukumku itu kelak berlaku atas mereka?"
Nabi menjawab: "Ya!"
Kata Sa'ad lagi: "Dan dipatuhi juga oleh orang-orang di khaimah ini?"
Nabi menjawab: "Ya!"
Lalu kata Sa'ad lagi: "Dan akan dipatuhi juga oleh yang di sana?"
Lalu diisyaratkannya dengan telunjuknya ke jurusan Nabi tetapi muka­nya melihat ke tempat lain, sebab sangat besar dan mulia dan agung­nya Nabi di hadapan matanya, maka tidaklah tertantang olehnya wajah Nabi , Nabi menjawab: "Ya!"

Dan, Sa’d pun memutuskan, dan keputusannya itu berdasarkan hukum Taurat, kitab suci kaum Yahudi sendiri "Baik", kata Sa'ad, "Sekarang saya hukumkan bahwa segala mereka itu yang menyiapkan peperangan ini dibunuh semuanya. Perempuan-perempuan dan kanak-kanak yang belum ada bulu kumisnya (riwayat lain menyebutnya bulu kemaluan) dijadikan tawanan dan sekalian harta-bendanya dirampas!"

Keputusan itu jelas tidak mengenakkan, dan membuat seluruh lelaki dan perempuan suku Aus menangis histeris membayangkan nasib sekutu mereka (Bani Quraizah). Mereka mengutuk Sa’d, tetapi Sa’d tak peduli.

Serta merta Nabi menyambut: "Engkau telah menjatuhkan hukuman sesuai dengan. kehendak Allah di langit ketujuh tingkat!" Maka seluruh Bani Quraizah keluar dari benteng, lalu dipisahkan antara lelaki dewasa, perempuan, dan kanak-kanak. Dalam sebuah riwayat Al Barra’ bin Malik, untuk membedakan lelaki dewasa dan kanak-kanak cukup sederhana saja, yakni dengan melihat ada tidaknya bulu kumis yang tumbuh. Jika belum tumbuh bulu kumis, maka dianggap kanak-kanak. Tetapi jika sudah tumbuh bulu kumis, maka kedua tangannya diikat ke belakang, digiring ke tempat eksekusi sebagaimana lelaki dewasa lainnya.

Masing-masing lelaki Quraizah sudah disediakan liang kuburnya. Masing-masing duduk berlutut di bibir lubang, lalu dipenggal/dipancung satu demi satu oleh sahabat Nabi yang menjadi eksekutornya. Salah satu eksekutor itu adalah Ali bin Abi Thalib.

Mereka diangkut ke Madinah semuanya dengan tangan diikat. Di dekat pasar di Madinah Nabi memerintahkan menggali lobang-lobang. Diiringkan ke lobang itu sekelompok demi sekelompok, disuruh menekur di muka lobang, setelah dihukum dipancung leher maka dilemparkan ke dalam lobang.

Beberapa sisa yang tinggal masih bertanya sambil berbisik kepada Pemimpinnya Ka'ab bin Asad: "Akan diapakan kita ini?" Lalu kata Ka'ab: "Sampai di saat seperti ini tidak juga engkau mengerti? Tidakkah kau lihat, dipanggil satu demi satu lalu digiring dan mana yang telah pergi tidak ada yang kembali. Apalagi kalau bukan penggal leher!"

Tidak pandang bulu, termasuk yang masuk daftar eksekusi adalah lansia Quraizah bernama Zabir bin Batha. Ada seorang sahabat yang awalnya meminta kepada Nabi agar Zabir dibebaskan, karena ia (sahabat) berhutang budi padanya dalam suatu peristiwa perang sipil di Madinah di masa lalu. Nabi mengabulkan, Zabir dibiarkan hidup, bahkan juga anak istrinya dibebaskan, harta bendanya dikembalikan. Tetapi, Zabir merasa sudah bosan hidup, ia lebih memilih mati bersama semua lelaki dewasa Quraizah. Bahkan Zabir yang meminta si sahabat tadi mengantarnya ke liang kuburnya dan sekalian menebas batang lehernya.

Pengkhianatan paling besar, yang nyaris meluluh-hancurkan kaum Muslim pada permulaan tumbuhnya dan kekhianatan kepada janji yang telah di ikat. Apalagi hukuman yang lebih adil dari ini? Seandainya Yahudi yang berhasil mengalahkan Muhamad saw maka sudah bisa dipastikan mereka akan menggenapi hukum peperangan dalam Taurat yang mereka banggakan, yaitu "Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya, Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu, Tetapi apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah engkau mengepungnya, dan setelah Tuhanmu menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang, Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh kaurampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, yang diberikan kepadamu oleh Tuhan boleh kau pergunakan, Demikianlah harus kaulakukan terhadap segala kota yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini."

Mungkin para pengikutnya tidak bersalah. Mungkin ini karena nafsu berkuasa dari para pemimpin, terutama ambisi dari Huyay bin Akhthab. Tetapi beratus kali terjadi dalam sejarah, para pengikut menjadi biadab karena pemimpinya dan juga jika pihaknya kalah maka akan menjadi korban dari ambisi para pemimpin. Dan sudah tentu bahwa penghukuman masal tersebut masih bisa dibilang sedikit jika dibandingkan dengan kisah Moses yang menghukum suku Lewi yang mengakibatkan 3000 jiwa melayang hanya dalam waktu satu hari : "Berkatalah ia kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya. Bani Lewi melakukan seperti yang dikatakan Musa dan pada hari itu tewaslah kira-kira TIGA RIBU ORANG dari bangsa itu, Kemudian berkatalah Musa: "Baktikanlah dirimu mulai hari ini kepada TUHAN, masing-masing dengan membayarkan jiwa anaknya laki-laki dan saudaranya yakni supaya kamu diberi berkat pada hari ini."  keluaran 32:27-29

Ketika Huyay bin Akhthab akan disuruh menekur menerima hukumannya dan tangannya telah diikat ke belakang, masih singgah matanya melihat wajah Nabi dan menyampaikan katanya yang terakhir: "Demi Allah, tidaklah saya menyesali diri karena memusuhi engkau ya Muhammad! Soalnya hanya biasa saja, siapa yang dikalah­kan oleh Allah kalahlah dia! Dan aku kalah!" Kemudian dia menghadapkan mukanya kepada orang banyak dan berkata pula: "Hai manusia! Tidak ada penyesalan atas taqdir yang telah ditentukan Allah. Inilah kitab dan taqdir dan perjuangan yang harus dihadapi oleh Bani Israil!" Kemudian dia pun duduk menunduk menunggu hukuman. Melesinglah pedang dan bercerailah kepalanya dengan badannya.

Adalah seorang lelaki tua, Zabir bin Batha, yang perkaranya belum diputuskan, di bawa ke rumah tempat kaum wanita itu menginap. Esok paginya ketika mereka diceritakan tentang kematian kaum lelakinya maka temapt itu bergemuruh oleh suara tangisan, namun Zabir menenangkan mereka, "Diamlah! Apakah kalian wanita pertama dari keturunan Israel yang menjadi tawanan sejak bumi ini ada? jika ada kebaikan pada lelaki lelaki kalian, mereka pasti akan menyelamatkan kalian dari kejadian ini. Tapi berpeganglah kalian kepada agama Yahudi, karena demi agama itulah kita harus mati, dan denganya kita akan hidup di akhirat".

Zabir senantiasa memusuhi Rasulullah saw dan telah melakukan banyak hal dalam menentang Rasulullah saw, namun dalam perang sipil di Yastrib sebelum Rasulullah saw datang, ia telah menyelamatkan nyawa seorang lelaki Khazraj, Tsabit bin Qays. Tsabit ingin membalas jasanya itu, kemudian Tsabit menghadap Rasulullah saw untuk memohon agar Zabir dibiarkan hidup, "Ia milikmu", ujar Rasulullah saw singkat. Namun ketika Zabir diberitahu tentang pembatalan hukuman terhadap dirinya, ia berkata kepada Tsabit,"Seorang tua tanpa anak istri, apa yang akan ia lakukan dalam hidupnya?", ujarnya. Kemudian Tsabit kembali menghadap Rasulullah saw yang kemudian membebaskan istri Zabir dan anak anaknya . "Sebuah rumah di Hijaz, tanpa harta benda, bagaimana mereka dapat bertahan hidup?", ujar Zabir, Tsabit kembali menghadap Rasulullah saw, kemudian Rasulullah saw memberikan semua harta milik Zabir kecuali senjata dan perlengkapan perangnya.

Akan tetapi, pikiran tentang banyak kaumnya yang mati itu meresahkan pikiranya, Zabir berkata lagi kepada Tsabit, "Demi Tuhan, aku meminta kepadamu, Tsabit, demi apa yang kulakukan kepadamu, agar engkau membiarkan aku bersama kaumku, karena sekarang mereka semua sudah mati, hidupku tak ada gunanya lagi". Pada awalnya Tsabit menolak, namun ketika melihat Zabir terlihat sangat serius, maka Tsabit membawanya ke tempat hukuman dan Zabir meminta agar Tsabit lah yang menghukumnya, memenggal kepalanya. Istri dan anak anak Zabir dibebaskan dan hartanya dikembalikan di bawah jaminan Tsabit. Jumlah orang orang Bani Qurayzhah yang dieksekusi waktu berjumlah enam ratus orang lebih.

Adapun Sa'ad setelah memutuskan hukuman terhadap Bani Qurayzhah, ia kembali di tandu ketempat perawatanya di dekat mesjid Madinah, ia berdoa kepada Allah,"Ya Allah, bila masih ada peperangan untuk menegakan agama Islam, maka panjangkanlah umurku, namun bila tidak ada lagi, saya mohon biarkanlah aku meninggal", ujarnya. Kini kesehatanya kian memburuk. Pada malam harinya, Rasulullah saw menemuinya dalam keadaan tidak sadar, Rasulullah saw duduk didekatnya dan mengangkat kepalanya dengan lembut dan mendekapkan kepada dadanya. Kemudian Rasulullah saw berdoa,"Ya Allah, Sa'ad telah berjuang di jalan Mu, dengan penuh keimanan kepada Rasul Mu, tidak melalikan satu tugas pun, Terimalah roh nya disisi Mu dengan sebaik baiknya bersama roh para hamba Mu yang shaleh". Sa'ad terbangun mendengar doa Rasulullah saw tersebut, membuka matanya dan berkata,"Kedamaian atasmu ya Rasulullah, aku bersaksi engkau telah menyampaikan risalahmu", beberapa saat kemudian, setelah Rasulullah saw meninggalkan Sa'ad, malaikat Jibril datang memberitahukan bahwa Sa'ad telah meninggal dunia.

Saat jenazahnya di usung ketempat pemakaman, para pengusungnya terheran heran karena keranda yang mereka usung terasa sangat ringan, padahal Sa'ad memiliki postur tubuh yang gemuk. Ketika di katakan kepada Rasulullah saw, maka Beliau menjawab, "Aku melihat malaikat yang mengusungnya". Jenazah diturunkan di tepi kuburan dan Rasulullah saw sendiri yang mengimami shalat jenazah dengan ber shaf shaf pria dan wanita yang bermakmum dibelakangnya.

Dan, ketika jenazah Sa'ad diturunkan ke dalam liang lahat dan setelah ditimbun tanah maka tiba tiba wajah Rasulullah saw berubah pucat dan Beliau mengucapkan "Subhanallah", tiga kali, suatu ungkapan akan keagungan Allah yang mutlak, terkadang diucapkan ketika terjadi sesuatu yang luar biasa. Semua yang hadir mengulanginya dan kuburan pun menggemakan kembali suara mereka. Setelah beberapa saat, Rasulullah saw bertakbir, "Allahuakbar" dan suara takbir itu menggema di antara semua yang hadir. Sesudah itu, ketika Rasulullah saw ditanya mengapa wajahnya berubah, Rasulullah saw berkata,"Kuburan itu menghimpit sahabatmu, dan ia merasa sesak, yang bila seseorang dapat melepaskan diri darinya Sa'ad pasti akan melepaskan dirinya, Lantas Allah membebaskanya".