Madinah

Dalam perjalanan menuju Madinah (622M), tidak sedikit peristiwa yang mengagumkan yang menunjukkan bahwa Rasululullah saw betul-betul sebagai Nabi dan Rasul yang mendapat mukjizat dari Allah, antara lain selama dalam perjalanan selalu diikuti oleh awan sehingga seluruh rombongan terlindungi dari sengatan terik matahari yang begitu panas

Kemudian rombongan Rasulullah saw berjalan dan singgah di Quba’ di daerah Bani Amr bin ‘Auf. Di daerah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal selama 14 hari dan mendirikan masjid pertama setelah hijrah, yaitu biasa disebut dengan Masjid Quba`, dan juga sambil menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib RA dari Makkah, bersama rombongan.

Quba adalah satu daerah yang terletak di wilayah Madinah. Jaraknya sekitar dua mil atau kurang lebih lima kilometer dari pusat kota Madinah. Hanafi al-Malawi dalam bukunya Tempat Bersejarah yang dikunjungi Rasulullah saw, menjelaskan, Nabi saw tinggal di Desa Quba selama empat hari dan kemudian membangun sebuah masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Quba. Inilah masjid yang dibangun dengan dasar ketaatan dan ketakwaan Rasulullah saw kepada Allah SWT.

''Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.'' (QS At-Taubah 108).

Menurut hadis yang diriwayatkan Tirmidzi RA, orang yang melakukan shalat di Masjid Quba sama pahalanya dengan melaksanakan umrah. Seperti disebutkan dalam Sahih Bukhari, Nabi saw terbiasa mengunjungi Masjid Quba dengan berjalan kaki atau jika tidak seminggu sekali. Abdullah bin Umar biasa mengikuti sunah ini.

Dalam riwayat lain disebutkan, Masjid Quba ini adalah salah satu masjid yang paling disucikan (dimuliakan) oleh Allah setelah Masjid al-Haram (Makkah), Masjid Nabawi (Madinah), dan Masjid al-Aqsha (Palestina). Selama berada di Quba, jelas Al-Mahlawi, Rasulullah saw tinggal di rumah Kultsum bin al-Hadam bin Amr al-Qais, seorang lelaki tua yang masuk Islam sebelum Rasul hijrah ke Yatsrib (sekarang Madinah).

Para sejarawan menyebutkan, tanah yang menjadi lahan pembangunan Masjid ini mulanya adalah lapangan milik Kultsum bin Hadam, yang biasa digunakan untuk menjemur kurma. Masjid Quba adalah masjid yang dibangun dengan penuh pengorbanan dan perjuangan. Allah SWT menyebutnya dengan dasar takwa, sebagaimana diterangkan dalam ayat At Tawbah 108 di atas.

Hal ini dikarenakan perjuangan Rasulullah saw dalam menegakkan agama Allah yang harus dilalui dengan penuh rintangan dan halangan. Kaum kafir Quraisy hampir setiap saat selalu memantau dan mengawasi aktivitas Nabi saw. Dan ketika kesempatan berhijrah datang, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan masjid sebagai pusat perjuangan dan dakwah Islam. Ini pulalah yang dilakukan Rasulullah saw begitu tiba di Madinah dengan mendirikan Masjid Nabawi, setelah sebelumnya membangun Masjid Quba.

Begitu terdengar keberangkatan Rasulullah saw berhijrah dari Makkah menuju Madinah, maka kaum Anshâr keluar dari rumah-rumahnya untuk menunggu kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka menunggu kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hari pada hari masih pagi. Jika panas sudah terik, mereka pun kembali pulang ke rumah masing-masing.

Hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun ke-14 kenabian (tahun pertama hijriyah, bertepatan 23 September 622 M), kaum Anshar keluar menunggu kedatangan Nabi saw. Ketika panas sudah terik, mereka pun kembali ke rumah masing-masing. Saat itu, ada seorang Yahudi sedang naik di salah satu bangunan yang tinggi di Madinah untuk suatu keperluannya. Seketika ia melihat Rasulullah saw dan sahabatnya, maka diapun berseru: “Wahai orang-orang Arab, inilah kakek kalian yang kalian tunggu”. Sehingga sontak kaum muslimin yang mendengar seruan orang Yahudi itu bangkit mengambil senjata-senjata mereka, menyongsong kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tempat mereka yang merupakan daerah bebatuan.

Suara riuh dan takbir menggema di Bani Amr bin ‘Auf. Kaum muslimin merasa sangat bahagia dan berduka cita dengan kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka menyambut dan menghormatinya sebagai seorang nabi. Sebagian kaum muslimin yang belum pernah berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghormati Abu Bakar sebagaimana menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena mengira dialah Nabi yang dimaksudkan. Mereka pun berkumpul di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan mengerumuninya. Nampak ketenangan menaungi mereka, dan saat itu turun wahyu kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ

"Maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. [at-Tahrîm 4] 

Kaum wanita dan para budak berseru menyambut kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang … Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang … Allahu Akbar … Muhammad datang”.

Abu Darda` Radhiyallahu anhu, salah satu yang menyaksikan peristiwa ini mengisahkan: “Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah lebih bergembira dengan sesuatu sebagaimana kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. [HR al-Bukhâri dalam al-Fath ,7/260].

Rasulullah saw mengendarai tunggangannya lagi ditemani Abu Bakar Radhiyallahu anhu, berjalan ke arah Madinah. Ketika sampai di daerah Bani Salim bin ‘Auf, mereka mendapati hari Jum’at. Rasulullah saw melaksanakan shalat Jum’at di suatu lembah bersama para sahabatnya yang berjumlah sekitar seratus orang. Ini merupakan shalat Jum’at pertama yang dilakukan Rasulullah saw di Madinah. Setelah menunaikan shalat Jum’at, Rasulullah saw dan para sahabatnya memasuki Madinah dalam suasana penuh gembira

Di Madinah, Nabi disambut oleh penduduk Madinah yang sejak beberapa hari telah menunggu kedatangannya sebagaimana yang sering kita dengar dalam setiap selawatan yang bunyinya demikian: "Talaal Badru Alaina min tsaniatul wadai, wajab sykri alain ma da lillahi dai ayuhal mabusu fina ji’ta bil amri muthai". Sebuah ungkapan tulus dan jujur dan pernyataan kesiapan untuk menjadi pengikut Nabi yang baik dan iklhas.  Warga Madinah pun tidak saja menyambut dengan senang hati akan tetapi juga menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh Rasulullah saw termasuk tanah untuk membangun masjid, rumah dan perkebunan. Semua diserahkan kepada kaum Muhajirin  untuk dimanfaatkannya.

Saat memasuki Madinah, banyak sahabat Anshar yang menawarkan diri untuk memberikan tempat tinggal kepada Rasul saw. Banyaknya permintaan itu tentu saja akan membuat Rasulullah sulit menentukan pilihan. Bahkan, dikhawatirkan, jika Rasulullah saw memilih salah satunya, akan timbul perasaan iri di antara mereka. Oleh karena itu, Rasulullah memasrahkan penentuannya oleh unta yang menjadi tunggangannya. Di mana unta itu berhenti dan duduk, disitulah Rasulullah saw akan membangun tempat ibadah dan rumahnya.

Tidak ada satupun rumah yang dilalui Rasulullah saw, kecuali penghuninya memegang tali kekang tunggangannya dan berharap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal bersama mereka. Tetapi Rasulullah saw berkata: “Biarkanlah (ia berjalan), karena sesungguhnya dia ada yang menyuruhnya!” Unta tunggangan Rasulullah saw terus berjalan hingga sampai di Bani Nujjar, tempat masjid Nabawi sekarang ini. Unta itupun berhenti, namun Rasulullah saw tidak turun dari atas punggungnya. Unta itu bangkit, dan ia berjalan lagi. Tidak beberapa lama, unta tunggangan Rasulullah saw menoleh dan kembali ke tempat pemberhentian yang pertama, yaitu di daerah Bani Nujjâr, tepat di depan rumah Abu Ayyûb al-Anshâri Radhiyallahu anhu.

Akhirnya Rasulullah saw turun. Melihat hal ini, Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu bergegas menghampiri barang bawaan Rasulullah saw. Sejurus kemudian memasukkannya ke dalam rumahnya, dan saw bersabda: الْمَرْءُ مَعَ رَحْلِهِ "Si pemilik barang ikut bersama barangnya".

Rumah Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu terdiri dari dua tingkat. Rasulullah saw tinggal di bagian bawah, sedangkan Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu dan istrinya di bagian atas. Suatu malam Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu tersadar keberadaan dirinya, sehingga ia berkata: “Kita berjalan di atas kepala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,” lalu mereka minggir dan tidur di bagian tepinya. Kemudian ia meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar pindah ke bagian atas, sedangkan Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu dan istrinya pindah ke bawah. Mendengar permintaan Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali: “Di bawah lebih mudah,” tetapi Abu Ayyûb Radhiyallahu anhu menjawab: “Saya tidak akan menaiki suatu atap, sedangkan engkau berada di bawahnya,” maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pindah naik ke bagian atas rumah Abu Ayyûb, dan Abu Ayyûb pun turun menempati bagian bawah.

Demikianlah, Rasulullah saw tinggal sementara bersama Abu Ayyûb. Sedangkan Abu Bakar Radhiyallahu anhu, ia tinggal bersama Habib. Ada yang mengatakan Khubaib bin Yasaf. Ada pula yang mengatakan Abu Bakar Radhiyallahu anhu tinggal bersama Kharijah bin Zaid.

Setelah tinggal beberapa bulan di rumah Abu Ayyub al-Anshari, Nabi saw mendirikan masjid di atas sebidang tanah yang sebagian milik As’ad bin Zurrah yang diserahkan sebagai wakaf. Sebagian lagi milik dua anak yatim bersaudara, Sahl dan Suhail bin ‘Amr. Lokasi tanah milik kedua anak yatim itu merupakan lahan penjemuran buah kurma.

Dikisahkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani adalah terdapat seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Salam, beliau adalah seorang pemuda yang berasal dari Madinah, Abdullah ini sangat mengidolakan Nabi Muhammad saw dan menginginkan sekali untuk berjumpa dengan Nabi Muhammad saw.

Pemuda yang bernama Abdullah bin Salam ini pertama kali masuk Islam di saat Nabi Muhammad saw, belum hijrah ke Madinah, sehingga Abdullah tersebut selalu membayangkan wajah Rasulullah, dia juga sangat merindukan Rasulullah saw walaupun dia tidak pernah bertemu sama sekali. Suatu hari, tiba saatnya Rasulullah saw akan berhijrah ke Madinah dan Abdullah juga mendengar kabar bahwa Rasulullah saw akan hampir tiba di Madinah, maka bersegeralah Abdullah menanti-nanti kedatangan Rasulullah saw bersama kaum muslimin laki dan perempuan. Penantian yang panjang akan kehadiran Rasulullah saw pun akhirnya tiba, Rasulullah saw telah sampai di kota Madinah dan Rasulullah saw pun menjumpai serta menyapa kaum muslimin yang sudah lama menanti kedatangan Rasulullah saw ke kota Madinah, tak luput pula Abdullah bin Salam menunggu kedatangan Rasulullah saw.

Ketika berhasil menatap wajah Rasulullah saw, Abdullah begitu puas, dia merasakan bahwa ada sebuah keyakinan yang mendalam pada diri Rasulullah dan ketika melihat wajah Rasulullah saw, Abdullah melihat dari wajahnya terdapat pancaran cahaya keteduhan, ketenangan dan kedamaian yang dibawa oleh Rasulullah saw. Abdullah  pun akhirnya semakin yakin dengan keyakinannya, bahwa orang yang telah lama ia nantikan bukanlah seorang yang suka berdusta, dan bukan orang yang patut untuk dicurigai, melainkan beliau seorang Rasul yang mulia. Mulailah Abdullah menanti-nantikan hal apa yang pertama kali diucapkan oleh Rasulullah saw. Dan Rasulullah saw pun mengatakan “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan (kepada yang membutuhkan), sambunglah tali silahturahim, dan sholatlah di waktu malam hari saat manusia (umumnya) sedang tertidur, niscaya, kalian akan masuk surga dengan keselamatan.”

Adalah Abdullah bin Ubay sebelumnya direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan penguasa Madinah. Namun setelah Nabi Muhammad saw datang ke Madinah, pengaruh Abdullah menjadi pudar. Hingga akhirnya Nabi Muhammad lah yang menjadi pemimpin Kota Madinah. Hal itu yang membuat Abdullah bin Ubay menaruh kebencian dan kedengkian terhadap Nabi Muhammad. Jika bersama Rasulullah saw, Abdullah mengaku beriman dan beribadah layaknya umat Islam namun ketika dia sudah berpisah dengan Rasul, dia kembali kepada agamanya yang lama. Ia menjelek-jelekkan umat Islam dan Rasulullah. Selain itu Abdullah bin Ubay juga kerap mengadu domba dan menjadi provokator dalam kerusuhan. Pemuka kaum Anshar ini berupaya menghasut kaumnya untuk tidak menyokong kaum Muhajirin tinggal di Madinah hingga mereka berpisah dari Nabi Muhammad SAW. Abdullah bin Ubay memandang kedatangan Rasulullah telah merampas haknya sebagai raja.

Madinah adalah salah satu kota yang dibangun oleh seseorang yang bernama Yastrib, salah seorang warga Yahudi yang pindah dari Yaman dan membangun kota itu kemudian menamakannya Yastrib. Yastrib telah dihuni oleh sejumlah suku dan sebagian diantara mereka telah beriman kepada Rasulullah saw dan mereka inilah yang mengajak agar Rasulullah hijrah ke Yastrib.

Ketika itu, di Madinah terdapat suku-suku yang sebelumnya terlibat dalam peperangan antar mereka selama bertahun-tahun, terutama suku Aus dan Khazraj. Ada juga sekian banyak orang Yahudi dari berbagai suku dengan kekuatan ekonomi serta persenjataan, bahkan benteng-benteng yang kokoh, untuk melindungi diri. Ada juga masyarakat muslim, walau belum banyak. Sebelum Nabi saw., tiba di Madinah, mereka sudah aktif berdakwah sehingga jumlah muslim dari hari ke hari bertambah. Keanekaragaman itu tercermin pula dalam keanekaragaman agama dan kepercayaan mereka.

Dalam situasi seperti itu, Nabi saw., hadir. Memang jauh sebelum kehadiran beliau, berita tentang akan hadirnya seorang nabi telah diberitakan oleh orang-orang Yahudi sambil menekankan bahwa jika Sang Nabi datang, pasti mereka akan memperoleh kemenangan menghadapi lawan-lawan mereka. Itu karena mereka menduga bahwa Sang Nabi yang dijanjikan dalam Kitab Perjanjian Lama adalah seorang Yahudi, sebagaimana lazimnya nabi-nabi yang mereka kenal sebelumnya.

Langkah pertama Nabi saw, begitu tiba di Madinah adalah membangun masjid sebagai markas kegiatan dan tempat ibadah. Dari sana lahir langkah-langkah berikutnya yaitu mempersatukan umat Islam penduduk Madinah/al-Anshar dengan para pendatang dari Mekkah, yakni al-Muhajirin. Setiap Muhajir hidup dalam keterbatasan akibat terpaksa meninggalkan keluarga dan harta benda di Mekkah. Karena itu Nabi saw., “mempersaudarakan" setiap muhajir dengan seorang anshar yang siap mendukung saudaranya yang datang dari Mekkah.

Replika Masjid Nabawi
Ketika pertama kali didirikan, masjid ini berukuran sekitar 50x50 meter dengan tinggi atap sekitar 3,5 meter. Rasulullah saw membangunnya bersama dengan para sahabat dan kaum Muslim. Beliau juga meletakkan batu pertama. Selanjutnya batu kedua, ketiga, keempat, dan kelima masing-masing diletakkan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu tanah, sedangkan tiang-tiangnya dari batang kurma dan atapnya dari pelepah daun kurma. Bagian halaman masjid ditutup dengan batu-batu kecil. Kiblat masjid dibuat menghadap Baitul Maqdis karena pada saat itu belum turun perintah untuk menghadap kiblat ke Baitullah di Makkah.

Di bangunan Masjid Nabawi awal ini, terdapat tiga buah pintu, yaitu pintu kanan, pintu kiri, dan pintu belakang. Panjang masjid 70 hasta dan lebar 60 hasta. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan.

Pada waktu shalat Isya, sebagai sumber penerangan, digunakan pelepah daun kurma yang kering. Karena itu, bisa dikatakan masjid yang dibangun Nabi saw beserta para sahabat dan kaum Muslim di Madinah itu sangat sederhana sekali tanpa hiasan, tikar, dan penerangan.

Para sahabat juga membangun rumah kecil untuk Rasulullah saw persis dipinggir masjid. Rumah Nabi Muhammad saw adalah sebuah bangunan persegi panjang, bangunan ini hanya terbuat dari tanah liat dan beratapkan pelepah kurma yang sangat sederhana. Ukuran rumah Nabi hanya 8×4 meter, rumah Nabi terbagi menjadi dua ruangan saja. Ruang pertama dengan luas 5×4 meter berfungsi sebagai ruang istirahat sekaligus ruang serbaguna sedangkan sisanya digunakan sebagai halaman rumah yaitu 3×4 meter. Sangat sederhana dan bersahaja. Masjid Nabawi berada di samping rumah Rasulullah. Berbentuk kotak, seperti benteng sederhana dengan tembok setinggi pagar. Tanpa lantai, hanya beralaskan tanah. Ada mimbar sederhana untuk Nabi.Di bagian depan, ada atap dari daun kurma. Tiang penyangganya pun juga terbuat dari batang kurma. Bagian yang beratap hanya untuk shaf terdepan.

Dalam kitab Shahih Adabul Mufrod karya Imam Bukhari disebutkan bahwa Daud Bin Qais berkata, “Saya melihat kamar Rasulullah saw, atapnya terbuat dari pelepah kurma yang terbalut dengan serabut. Saya perkirakan lebar rumah ini, kira kira 6 atau 7 hasta, saya mengukur luas rumah dari dalam 10 hasta, dan saya kira tingginya antara 7 dan 8. Saya berdiri di pintu Aisyah saya dapati kamar ini menghadap Maghribi (Marocco)”.

Langkah selanjutnya adalah menjalin hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk Madinah dengan mengikat mereka semua dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Madinah". Dalam piagam itu, semua anggota kelompok diakui eksistensinya dan dilindungi hak-haknya. Semua memperoleh hak melaksanakan agama dan kepercayaannya tanpa boleh diganggu gugat oleh siapapun. Lalu semua juga sepakat tampil membela kota Madinah jika datang serangan dari luar.

Nabi Muhammad SAW disepakati menjadi pemimpin mereka. Dalam kesepakatan itu, lahirlah kegiatan kegiatan yang menyejahterakan masyarakat, antara lain melakukan sensus penduduk Muslim, membangun pasar serta menggali beberapa sumur yang kesemuanya merupakan kebutuhan masyarakat.

Selama periode Madinah ini, keadilan diterapkan secara utuh tanpa kecuali oleh Nabi, termasuk terhadap Muslim yang melanggar. QS. An-Nisa ayat 105 menguraikan betapa seorang Yahudi yang dituduh mencuri oleh seorang Muslim yang justru si Muslim munafik itulah pencurinya. Ayat tersebut turun untuk mengingatkan Nabi agar tidak terpengaruh dengan “keislaman" sang pencuri sehingga memenangkannya atas sang Yahudi itu. Demikian keadilan dimemenangkannya atas sang Yahudi itu. Demikian keadilan ditegakkan di tengah masyarakat plural yang dipimpin oleh Nabi.

Dalam periode Madinah ini juga, turun ayat-ayat yang mengajak umat Islam bekerja sama dengan siapapun selama kerja tersebut dalam kebaikan. Firman Allah swt:

"Tolong-menolonglah dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS. Al-Maidah ayat 2)"

Tuntunan Allah ini turun dalam konteks uraian tentang sikap buruk kaum musyrik yang menghalangi Nabi dan kaum Muslim berkunjung ke Masjid al-Haram untuk beribadah.

Dalam periode Madinah ini juga, firman Allah yang menegaskan bahwa izin Allah untuk melakukan pembelaan kebenaran atas para penindas bertujuan untuk memelihara tempat-tempat ibadah. Qs. Al-Hajj ayat 40 menegaskan bahwa:

"Sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian manusia yang lain tentulah telah dirobohkan oleh para penindas biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. (Tetapi Allah tidak menghendaki roboh-robohnya tempat-tempat peribadatan itu. Sambil bersumpah, Allah melanjutkan firman-Nya bahwa) Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama dan nilai-nilaiNya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.

Alkisah, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, SUMUR RAUMAH namanya. Rasanya pun mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut dengan arga yang sangat mahal.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

Adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.

“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.
“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.

Yahudi itupun berfikir cepat,”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.

Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka GRATIS karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham (kira kira Rp 80juta), maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.

Kemudian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah, sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya. Dan sampai hari ini sumur Utsman itu masih berfungsi dan menghasilkan keuntungan bagi Utsman.

Hanya beberapa bulan di Madinah, Rasulullah dan sahabat-sahabatnya  menata kota ini dengan baik termasuk menata tata letak  rumah-rumah warga dan sahabatnya yang kemudian hari menjadi tempat kediaman juga berfungsi sebagai instansi pemerintahan  mulai dari bagian politik dan keamanan hingga masalah pengaturan sampah dan kebersihan kota, semuanya  diatur dengan baik sehingga menjadi kota yang mempesona pada masanya. Demikian pula Masjid yang dibangun dekat rumah Rasulullah dengan luas kurang lebih 1000 meter persegi yang terdiri dari tanah liat dan ditutup dengan pelapa kurma menjadi pusat pertemuan setiap waktu bahkan dari situlah keputusan-keputusan penting seperti perang dan strateginya  dibahas bersama, termasuk membahas kehidupan sosial dan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Madinah.

Wadi Aqiq yang merupakan sumber mata air pada masa itu juga dikelola dengan baik sehingga mampu mengairi pertanian masyarakat di sekitar kota bahkan menurut catatan sejarah Wadi  Aqiq menjadi sumber air minum Khalifa-khalifa Islam di Irak dan Suriah bahkan menjadi sumber air minum masyarakat jazirah Arabia saat itu.

Stabilitas politik dan keamanan dan kehidupan yang aman dan damai menjadi stating point tumbuhnya masyarakat sipil yang maju dan berpengetahuan. Penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh para sahabat ke wilayah-wilayah Jazirah Arab  menjadi salah faktor utama terjadinya transformasi pengetahuan ke dalam Islam yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain seperti tata kelola  keuangan, administrasi dan lain-lain.  Ilmu-ilmu agama dan etika keislaman yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kaumnya dipadu dengan pengetahuan umum membuat  masyarakat muslim semakin disegani karena bukan saja mereka berhasil menciptakan sebuah komunitas  yang bermartabat dan berprikemanusian juga mereka berhasil memperluas wilayah-wilayahnya dan menambah jumlah pengikut-pengikutnya. Keberhasilan dan kesuksesan yang cemerlang terus dicapai oleh umat Islam saat itu membuat peradaban lain semakin melemah.

Islam tidak lagi semata-mata sebagai agama yang mengajarkan keesaan Tuhan dan prinsip-prinsip kesetaraan manusia akan tetapi Islam mulai masuk ke ranah-ranah ilmu pengetahuan, teknik  peperangan, ekonomi dan seluruh aspek kehidupan manusia. Seluruh masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat diselesaikan oleh Rasulullah Saw. Demikian pula masalah yang muncul di kalangan bangsa-bangsa lain yang masuk Islam dapat diselesaikan oleh Rasulullah dengan baik termasuk ketika menawan musuh, semua diatur  sesuai wahyu yang diterima.

Madinah menjadi kota metropolitan dan menjadi pusat ilmu dan pengetahuan dan kiblat orang-orang Islam untuk datang menemui Rasulullah saw dan belajar langsung serta menyampaikan berbagai keluh kesah yang dihadapi di daerahnya termasuk orang-orang yang datang untuk menyatakan keislamannya. Masjid yang dibangun yang luasnya hanya sekitar 1000 meter persegi hampir setiap hari disesaki oleh orang-orang yang  mendengarkan petuah-petuah Rasulullah Saw  dan menjadi tempat penampungan para pendatang. Orang-orang inilah  yang dikenal Ahlussuffa dimana Rasulullah sering berdiskusi dengan mereka setiap habis sholat dan mengajaknya makan bersama bahkan sering juga  mengajak mereka ikut berperang bagi yang dianggap mampu untuk mendampingi para panglima-panglima perang turun ke medan perang. Diantara Ahlussufah yang sering kita dengar namanya adalah Abu Huraira (perawi hadis yang sangat terkenal karena dia termasuk banyak mendengar langsung dari Rasulullah saw).

Sebuah komunitas yang tangguh, kuat, disiplin dan berintegrasi tinggi terhadap Islam telah lahir di Madinah yang dikemudian hari manjadi pahlawan-pahlawan Islam yang menggetarkan kekuatan peradaban lainnya di muka bumi. Pembinaan pendidikan dan keilmuan yang berkesinambungan, pada tahun kedua hijrah, mewajibkan syariat puasa Ramadhan, mewajibkan zakat fithrah, pensyariatan shalat Idul Fitri, pensyariatan zakat secara umum. Umat Islam yang sebelumnya ketika di kota Mekkah menjadi bahan olok-olokan oleh kaum Quraish,  kini tampil sebagai sebuah kekuatan baru yang sangat disegani oleh semua kekuatan pada saat itu.   Dari Madinah-lah, Islam terpancar ke mana-mana di seluruh pelosok dunia ini bukan saja di wilayah Jazirah Arab tetapi juga hingga ke Eropa, Asia dan sekitarnya.  Oleh karena itulah, Rasulullah Saw menetapkan Madinah sebagai tanah suci sebagaimana dalam hadisnya yang  mengatakan “ Bahwa Setiap Nabi memiliki tanah suci, Mekkah Adalah Tanah Suci Nabi Ibrahim dan Madinah Adalah  Tanah Suciku”.

Rasulullah saw bersabda ”sesungguhnya setiap perbuatan itu disertai dengan niat dan setiap hasil adalah  apa yang mereka niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasulnya maka Hijrahnya kepada apa yang mereka niatkan dan barang siapa yang hijrahnya karena seseorang yang ingin dinikahi maka hijrahnya apa yang mereka niatkan.”