Kemenangan yang telah Allah Azza wa Jalla anugerahkan kepada kaum Muslimin pada perang Badar menorehkan luka yang amat dalam bagi kaum musyrikin dan komplotannya. Peristiwa menyakitkan ini memicu berbagai tindakan balas dendam, sehingga sesudah perang Badar tercatat beberapa peperangan lagi dalam sejarah Islam.
Penyerbuan Sawiq (bahasa Arab: غزوة السويق, translit. gazwah al-sawīq, 'perang tepung') adalah sebuah serangan suku Quraisy Mekkah di bawah pimpinan Abu Sufyan terhadap daerah pinggiran kota Madinah, yang terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun ke-2 Hijriah (623 Masehi), dua bulan setelah Pertempuran Badr. Penyebab peristiwa ini adalah bertekadnya para pemimpin Quraisy Mekkah untuk membalas kekalahan mereka dari Muslim Madinah dalam Pertempuran Badr. Abu Sufyan dan para pemimpin lainnya bahkan bersumpah untuk tidak mandi bersuci sebelum dapat membalas kekalahan mereka atas Muslim Madinah.
Abu Sufyan telah bernadzar untuk tidak menyentuh air sampai mendapat kesempatan menyerang umat Islam. Ia berangkat bersama 200 pasukan berkuda dari kalangan kaum Quraisy, untuk membayar sumpahnya. Ia meminta izin kepada Salam bin Misykam, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir untuk singah di pemukiman mereka. Salam mengizinkannya, serta mempersilahkannya untuk menginap dan menghidangkan makanan untuk mereka. Salam juga memberi informasi tentang pasukan Islam.
Maka pada bulan Dzulhijjah tahun 2 Hijriah, Abu Sufyan memimpin 200 orang pasukan berkuda Mekkah untuk berangkat pada malam hari menuju Madinah. Pasukan tersebut kemudian berhenti di Gunung Naib, lebih kurang 12 mildari Madinah. Abu Sufyan lalu diam-diam mengunjungi rumah para pemimpin suku Yahudi Bani Nadhir, yaitu Huyay bin Akhtab dan Sallam bin Misykam. Huyay tidak bersedia menerima Abu Sufyan, tetapi Salam menyambutnya dan mereka berunding hingga menjelang shubuh, setelah itu Abu Sufyan kembali ke pasukannya.
Abu Sufyan dan pasukannya kemudian bergerak ke Al-Uraidh, sebuah dusun yang berjarak sekitar 3 mil dari Madinah. Pasukan Quraisy Mekkah lalu membakari rumah-rumah dan kebun-kebun penduduk setempat, membunuh seorang Anshar Sa'ad bin 'Amr dan pelayannya yang berpapasan dengan mereka, kemudian segera kembali menuju Mekkah. Setelah berita penyerangan sampai ke Madinah, Muhammad saw segera mengumpulkan pasukan Muslim Madinah sejumlah 200 orang, dan berangkat mengejar pasukan Quraisy Mekkah. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Mundzir menjadi pimpinan sementara di kota Madinah.
Sementara Pasukan Quraisy tidak punya cukup nyali untuk menghadapi pasukan kaum muslim dan terpaksa meninggalkan berkarung-karung perbekalan mereka, berupa tepung gandum (sawiq), untuk meringankan pelarian mereka. Pengejaran oleh pasukan Muslim Madinah berlangsung hingga daerah Qarqarah al-Kudr, tetapi pasukan Quraisy Mekkah tidak dapat terkejar. Pasukan Muslim Madinah kembali ke kota Madinah dengan membawa karung-karung tepung yang ditinggalkan oleh musuh mereka tersebut. Sejak berangkat mengejar hingga kembalinya pasukan Muslim Madinah berlangsung selama lima hari lima malam.
Para tawanan perang bersama beberapa pasukan muslim tiba di Madinah sehari setelah kedatangan Muhamad saw, diantara tawanan perang itu adalah Suhayl, jabatan Suhayl sama pentingnya dengan Abu Sufyan, jika Suhayl masuk Islam maka pengaruhnya akan sangat baik bagi kaum Muslim, namun sayang keberadaanya di Madinah tidak lama karena Bani Amir segera mengutus orang untuk menebusnya.
Beberapa tawanan perang tersebut ada yang dieksekusi mati, yaitu Nadhr bin Harits dan Uqbah bin Abu Mu’aith. Mereka berdua dibunuh karena kejahatan perangnya yang besar, bukan karena faktor balas dendam.
Kebanyakan para tawanan dibebaskan dengan uang tebusan. Rasulullah sangat memperhatikan kondisi ekonomi setiap tawanannya. Jumlah tebusannya pun bervariasi, tergantung harta yang dimiliki mereka. Uang tebusan ini nantinya akan digunakan untuk keperluan umat Islam, bukan untuk Rasulullah secara pribadi. Di antara tawanan yang dilepas dengan tebusan harta adalah Abu Wada’ah dan Zararah bin Umair –saudara Mus’ab bin Umair (4000 dirham), al-Abbas bin Abdul Muthalib (100 uqiyah), Aqil bin Abu Thalib (80 uqiyah), dan lainnya.
Menariknya, tebusan tidak hanya berupa uang atau harta saja. Bisa juga barter tawanan perang. Dalam kasus Abu Amr bin Abu Sufyan misalnya, dia dilepaskan dengan syarat kaum musyrik juga melepaskan Sa’ad bin an-Nu’man bin Akal yang ditawan oleh Abu Sufyan ketika umrah.
Ada juga yang dibebaskan dengan syarat mengajarkan baca tulis. Rasulullah tahu dan sadar kalau tidak semua tawanannya memiliki harta benda yang melimpah. Oleh karenanya, Rasulullah memiliki cara tersendiri untuk mengatasi persoalan itu. Bagi tawanan yang bisa baca tulis, mereka akan dibebaskan jika mau mengajari 10 anak-anak Anshar tentang baca tulis.
“Beberapa tawanan perang Badar ada yang tidak memiliki uang untuk tebusan, maka Rasulullah menjadikan tebusannya dengan mengajar anak-anak Anshar,” sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas.
Rasulullah saw juga membebaskan beberapa tawanannya tanpa uang tebusan sama sekali. Rasulullah saw tidak melakukan itu atas kehendak sendiri, tetapi keputusan itu diambil setelah beliau mendiskusikannya dengan para sahabatnya.
Adalah Abul Ash bin Ar-Rabi, suami Sayyidah Zainab putri Rasulullah, salah seorang tawanan perang yang dilepaskan tanpa uang tebusan. Pada saat itu, menantu Rasulullah saw itu belum masuk Islam dan ikut berperang di barisan kaum musyrik Makkah ketika perang Badar. Naasnya, kaum musyrik kalah dan dia tertawan. Semula Sayyidah Zainab menebus Abul Ash dengan kalung hadiah dari ibundanya Sayyidah Khadijah, namun Rasulullah mengembalikan itu dan membebaskan Abul Ash setelah bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Setiap tawanan di bagi kepada tiga pasukan muslim atau lebih, Sekelompok kaum Anshar membawa Abbas, pamanya Nabi sendiri, kepada Nabi saw, dan berkata "Ya Rasulullah, izinkan kami untuk tidak menerima uang tebusan demi putera saudara perempuan kami", yang dimaksud dengan "saudara perempuan" adalah Salma, nenek orang yang di tawan itu. Tapi Rasulullah saw berkata ,"Kamu tidak boleh melepaskan satu dirham pun".
Kemudian Nabi saw berbalik kepada pamanya, Abbas, dan berkata,"Tebuslah dirimu sendiri dan ke dua keponakanmu, Aqil dan Nawfal, serta sekutumu, Utbah, karena engkau orang kaya", Kemudian Abbas protes,"Aku telah menjadi muslim tapi aku dipaksa mereka untuk melawanmu", dan Nabi saw menjawab,"hanya Allah yang tau ke Islamanmu, jika engkau benar, Allah yang akan memberikan ganjaranya, tapi kenyataanya, engkau telah melawan kami, maka bayarlah tebusanmu sendiri", kemudian Abbas berkata,"aku tidak punya uang ", kemudian Nabi saw membalas,"mana uangmu yang telah kau tinggalkan kepada Umm al Fadl? engkau sendiri yang mengatakan, "jika aku terbunuh, maka banyak yang aku tinggalkan untuk Fadl, Abdullah, Qitsam dan Ubaydillah", Abbas sangat terkejut bahwa Nabi saw mengetahui hal itu, saat itulah keyakinan sejati benar benar meresap ke dalam hati Abbas. "demi Dia yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran", katanya,"tidak ada yang tahu pembicaraan ku tersebut selain aku dan istriku, kini aku benar benar yakin bahwa engkau adalah Rasul Allah", kemudian Abbas pun setuju untuk membayar uang tebusan bagi dirinya, dua keponakanya dan sekutunya.
Abdullah ibn Jahsy menawan Walid, putra bungsu almarhum Walid, pemimpin Makzum, kemudian ada dua saudara pemuda itu yaitu Khalid dan Hisyam, datang untuk menebus dirinya. Abdullah tidak mau melepaskan tebusanya itu kurang dari empat ribu dirham, Khalid saudara tiri Walid menolak untuk membayar uang tebusan semahal itu, tapi Hisyam mencelanya,"tentu saja kamu menolak karena ia bukan saudara kandungmu", Nabi saw menyaksikan percakapan tersebut mengusulkan kepada Abdullah sebaiknya mereka membayar tebusan dengan peralatan dan baju perang warisan ayah mereka. Khalid juga menolaknya, namun Hisyam bersikeras dan akhirnya keputusanyalah yang diambil.
Setelah membayar tebusan maka mereka kembali ke Mekah, di tengah perjalanan, Walid melarikan diri kembali ke Madinah dan menemui Nabi saw untuk masuk Islam secara resmi, bersyahadat di hadapan Nabi saw, kedua saudaranya mengejar Walid dan menyuruhnya pulang, dan dengan marah Khalid berkata kepada Walib,"Mengapa kau lakukan itu setelah kau kutebus dengan bayaran yang tinggi?", "mengapa tidak kau lakukan sebelum warisan ayah kita terlepas dari tangan kita, apa maumu?", dan Walid pun menjawabbahwa ia tidak mau dianggap dirinya mengikuti Muhamad hanya karena ingin bebas dari membayar uang tebusan. Kemudian mereka kembali ke Mekah bersma Khalid dan Hisyam. Dan setela sampai di Mekah Walid segera di tahan dan dikumpulkan bersama dengan Ayyasy dan Salamah, dua saudara Abu Jahal yang sudah lebih dulu masuk Islam, dan ditahan oleh Ikrimah anaknya Abu Jahal, Ikrimah meneruskan kekejaman ayahnya yang telah menahan beberapa kaum yang telah mengikuti agama Muhamad saw. Nabi saw selalu medoakan ketiga orang itu, dan juga keselamatan Hisyam dari Syam dan para sahabat lainya yang ditahan oleh kaumkafir Qurays di Mekkah.
Adalah Jubayr ibn Muth'im juga datang ke Madinah untuk menebus sepupu dan dua orang sekutunya dan Nabi saw menyambutnya dengan baik mengingat bahwa ayah Jubayr yang bernma Muth'im ibn Adi dan sanak kerabatnya dulu di Mekah pernah melindungi Nabi dan ayah Jubayr juga pernah melamar Aisyah bin Abu Bakar untuk dinikahkan dengan Jubayr namun pernikahan itu dibatalkan karena Muth'im ibn Adi tidak suka anaknya menikah dengan Aisyah pengikut agama Muhamad saw.
Kemudian Rasulullah mengatakan bahwa jika Muth'im masih hidup dan bisa datang kepadanya untuk menebus tawanan perang maka ia tak perlu membayar tebusan perangnya. Setelah membebaskan kerabatnya kemudian Jubayr tinggal beberapa saat di Madinah, Jubayr sangat terkesan dengan semua yang dilihatnya. Suatu saat ketika senja tiba, ia berdiri di dekat masjid untuk mendengarkan Nabi dan kaum muslim yang sedang shalat berjamaah, pada saat itu Nabi sedang melantunkan surat At Thur, yang memberi peringatan tentang hari kebangkitan dan neraka serta menggambarkan tentang keindahan surga. Surat itu diakhiri dengan ayat :
"Dan bersabarlah menunggu keputusan dari Tuhanmu, sesungguhnya kamu berada di dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, ketika bangun berdiri, serta bertasbihlah kepada Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenamnya bintang bintang (saat fajar)" QS At Thur 48-49
"Saat itu keimanan telah merasuk hatiku" kata Jubayr, namun ia tak mau terus mendengarkanya karena pikiranya masih terngiang ngiang oleh kematian pamanya dalam perang Badar, Thuaymah, saudara ayahnya adalah yang terbunuh di tangan Hamzah dalam perang Badar dan Jubayr merasa harus membalas kematian Thuaymah.
Kebanyakan mereka yang datang untuk menjemput membebaskan tawanan perang bersikap hormat dan segan kepada Nabi, jauh berbeda dengan Ubay dari Jumah, ia adalah saudara dari Umayyah dan sahabat baik Uqbah, yang keduanya adalah pentolan kafir Qurays yang tewas dalam perang Badar, setelah menebus dan membebaskan anaknya, ia bangkit dan sebelum pergi ia berkata kasar kepada Nabi saw,"Hai Muhamad, aku punya seekor kuda hebat yang kuberi nama Awd, Kuberi makan dia setiap hari dengan jagung yang banyak. Tunggulah aku akan menungganginya dan akan membunuhmu!" ujarnya, kemudian Nabi membalas dengan tenang," Tidak!, Akulah yang akan membunuhmu, Insha Allah", Ujar Nabi saw.
Dendam kesumat juga sudah merasuki beberapa kafir Qurays yang lainya, Kekalahan itu membuat Umayr dan lainnya, kembali dengan membawa kesedihan yang mendalam. Terlebih Umayr bin Wahhab karena buah hatinya yang bernama Ahb bin Umayr ditawan oleh umat Islam. Dirinya gelisah hingga tidak dapat menguasai diri untuk bersabar dan berlaku bijak. Begitu pula halnya dengan Shafwan bin Umayyah yang adalah sepupu dari Umayr, sebab ayahnya terbunuh dalam perang Badar. Kemudian Umayr bin Wahab pun berbincang-bincang dengan Shafwân bin Umayyah tentang kekalahan yang mereka derita dalam perang Badar. Kemudian, Umair mengatakan kepada Shafwân bahwa seandainya dia tidak memiliki tanggungan hutang dan keluarga yang dikhawatirkan masa depannya, tentu dia sudah berangkat ke Madinah untuk membunuh Rasulullah saw. Mendengar ucapan ini, Shafwân tidak menyianyiakannya. Dia berjanji untuk melunasi hutang Umayr dan memelihara keluarganya, jika dia berhasil membunuh Muhamad saw. Mereka bersepakat dan mereka merahasiakan rencana ini.
Shafwan berkata, “Tidak ada kebaikan sedikit pun setelah perang Badar.”
Umayr menanggapi perkataanya, “Jika aku tidak mempunyai agama dan keluarga, niscaya aku keluar untuk membunuh Muhammad.”
Shafwan bertanya, “Bagaimana mungkin kau bisa membunuhnya?” , kemudian Umair menjawab, “Sesungguhnya aku masih memiliki hubungan keluarga dengan mereka dan putraku di tawan.”. Mendengar ucapan sepupunya tersebut Shafwan melihat jalan untuk dapat membalas dendam. Kemudian dia berkata pada Umair, “Agamamu adalah agamaku dan keluargamu adalah keluargaku. Aku akan membantu mereka selama mereka berada di sana.” Umayr menjawab, “Rahasiakan rencana kita ini.”
Maka ketika bekal perjalanannya sudah siap, dia segera pergi ke Yastrib, mengendalikan kudanya bagaikan angin bertiup kencang. Dalam hatinya dia berharap pedangnya dapat memberi kenangan tersendiri, yakni membunuh Muhammad bin Abdullah. Tidak berapa lama kemudian kaki kudanya telah menginjak kota Madinah dan menerbangkan debu-debunya.
Kedatangannya diketahui oleh Umar bin Khaththab ra yang sedang duduk-duduk di depan pintu masjid dengan para sahabat. Menyaksikan kedatangannya tersebut, Umar tak henti-henti mengamatinya.
“Dia adalah musuh Allah. Kedatangannya pasti untuk berbuat jahat, karena dialah yang mengadu domba dan memaksa kami untuk berperang di Badar,” kata Umar.
Kemudian Umar menghadap Rasulullah dan berkata, "Wahai Nabi Allah, ini adalah musuh Allah datang dengan menyandang pedangnya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Hadapkan dia kepadaku.”
Umar bin Khaththab memohon izin kepada Rasulullah SAW dengan mengalungkan pedang di lehernya dan memerintahkan orang-orang yang datang bersamanya untuk menghadapkan Umayr bin Wahb kepada Rasulullah SAW.
Orang-orang Anshar segera membawa Umayr menghadap Rasulullah SAW, sedang Umar memegangi tali pedang yang berada di leher Umayr. Rasulullah SAW bersabda, “Lepaskanlah dia wahai Umar.”. Beliau saw berkata kepada Umayr, “Mendekatlah.” Kemudian Umair pun mendekat dan berkata, “Berbuat baiklah kamu di waktu pagi.” Itulah kata penghormatan orang-orang jahiliah. Rasulullah saw bersabda, “Allah telah memuliakan kami dengan penghormatan yang lebih baik dari penghormatanmu, ya Umayr. Yakni penghormatan ahli surga.”
Umayr berkata, “Ya Muhammad, jika engkau seperti itu berarti engkau mempunyai ajaran baru.”
Nabi saw tidak menghiraukan pertanyaan Umair, sambil bertanya, “Mengapa engkau datang ke sini?”
Umayr menjawab, “Aku datang ke sini untuk memohon pembebasan seorang tawanan yang kau tawan.”
Nabi bertanya, “Mengapa engkau membawa pedang?”
Umayr menjawab, “hanya untuk menjaga diri.”
Nabi kembali bertanya, “Apa benar tujuanmu ke sini hanya untuk itu?”
Umair menjawab, “Memang benar, tujuanku ke sini adalah untuk membebaskan anakku yang kau tawan.”
"Katakan terus terang apa maksudmu sebenarnya, Umayr," ujar Nabi. Ketika Umayr kembali menjawab bahwa ia bermaksud menebus anaknya, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Bukankah engkau dan Shafwan duduk bersama di Hijr? Kalian berdua membicarakn tentang korban perang. Kemudian kau berkomentar, ‘Jika aku tidak mempunyai agama dan keluarga niscaya aku keluar untuk membunuh Muhammad.’ Shafwan bin Umayyah menanggung agama dan keluargamu agar kamu dapat membunuhku. Hanya Allah yang dapat menghalangimu dari masalah itu.”
"Siapa yang mengatakanya kepadamu?", tanya Umayr kaget,"padahal tidak ada orang lain di saat itu?" ujarnya. "Jibril yang telah menyampaikanya kepadaku", ujar Nabi tegas.
Umayr terpaku mendengar ucapan Rasulullah saw tersebut, kemudian dia menjawab, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Ya Rasulullah, kami telah mendustakanmu dengan berita yang kau bawa dari langit dan wahyu yang turun kepadamu. Percakapan rahasia tersebut hanya aku dan Shafwan yang tahu. Demi Allah, engkau mengetahui masalah tersebut hanya dari Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepadaku dan membawa ke hadapanmu.”
Lalu, dia bersaksi dengan dua kalimat syahadat. Rasulullah saw bersabda, “Ajarkan agama dan Alquran kepadanya dan bebaskan tawanannya.” Para sahabat segera melaksanakan perintah Beliau saw.
Umayr berkata, “Ya Rasululllah saw aku telah berjuang sekuat tenaga untuk menghancurkan cahaya Allah dan sangat memusuhi orang-orang yang menganut agama Allah. Sekarang aku senang bila engkau mengizinkan aku kembali ke Makkah dan menyeru penduduk Makkah untuk masuk agama Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka untuk memeluk agama yang benar. Jika mereka tidak berkenan masuk Islam, maka aku akan menyakiti mereka seperti aku menyakiti para sahabatmu.” Rasulullah saw mengizinkannya.
Umair segera kembali ke Mekah dengan perasaan bangga dan suka cita, karena pada dirinya terdapat keimanan yang baru, keimanan yang tidak terduga sebelumnya, dan bermaksud mengajak yang lain untuk masuk Islam termasuk Shafwan anak Umayyah. Namun Shafwan sendiri menganggapnya sebagai penghianat dan benar benar tidak mau berbicara atau melakukan apapun denganya, setelah beberapa bulan kemudian Umayr kembali lagi ke Madinah sebagai Muhajirin.
Ka'ab bin Al Asyraf dari Bani Nadhir sangat pandai membuat syair, ia telah banyak membuat syair yang membakar semangat kaum Qurays untuk melakukan balas dendam dan juga melecehkan Rasulullah saw dan para sahabat, Ka'ab baru saja pulang dari Mekah dalam urusan dagang, tapi dalam setiap urusan di Mekah Ka'ab selalu mengungkapan kebencianya terhadap Rasulullah saw dan kaum muslim yang dicurahkan dalam setiap syair yang dia buat. Fungsi sebait syair di kalangan bangsa arab sama dengan kekuatang banyak orang, sebab syair itu akan di lantunkan dan disebarkan dari mulut ke mulut, jika syair itu berisi kebaikan maka akan mendorong orang orang yang mendengarnya akan berbuat balik dan begitu juga sebaliknya.
Suatu saat Rasulullah saw pernah berdoa "Ya Allah, dengan kekuasaan Mu, lindungilah hamba dari anak al Asyraf, dari kejahatan yang ia tunjukan dan dari syair syair yang ia telah sebarkan", kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabatnya ,"Siapa yang akan berangkat untuk melawan anak al Asyraf yang sangat melukaiku?", Orang pertama yang menyanggupi adalah Muhamad bin Maslamah, seorang Auws, dari keluarga Sa'ad bin Muadz. Kemudian Muhamad bin Maslamah berangkat dengan beberapa 4 orang kawanya untuk membinasakan Ka'ab bin Al Asyraf.
Dengan keahlian Muhamad bin Maslamah dalam bersilat lidah maka Ka'ab dibawa keluar menuju suatu tempat walaupun sebelumnya sudah dilarang oleh istrinya yang memang sudah sangat membenci kaum muslim tapi Ka'ab justru dengan sombongnya menganggap remeh firasat istrinya, dan pada suatu kesempatan Muhamad bin Maslamah dengan mudah menyabetkan pedangnya untuk membunuh Ka'ab bin Al Asyraf.
Setelah mengetahui ada kerabatnya yang dibunuh maka dengan kemarahan yang meluap Bani Nadhir mendatangi Rasulullah saw dan mengadukan peristiwa pembunuhan tersebut, Rasulullah saw tahu bahwa kebanyakan mereka hakikatnya sangat membenci dirinya, seperti halnya Ka'ab. Dan Rasulullah saw menjelaskan bahwa hal itu memang harus dilakukan sebagai hukuman dari tindak tanduk Ka'ab bin Al Asyraf di kota Mekah yang sangat merugikan Rasulullah saw karena Ka'ab menghasut kaum Qurays lewat syairnya untuk selalu memerangi Rasulullah saw. "Jika ia tetap menyimpan niat buruknya dalam hati seperti yang lain", Rasulullah saw sengaja menyindir Bani Nadhir yang ada dihadapanya ,"ia tak akan mungkin dibunuh, namun ia dengan jelas jelas menyerang dan melukai kami dengan tulisan dan syair syair jahatnya, berbeda dengan kalian, ia mampu menggunakan syair syair selayaknya sebilah pedang yang tajam menyerang kami".
Setelah perang Badar, Umar ditimpa dua kehilangan, yaitu Khunays bin Hudhafah yang gugur dalam perang Badar dan juga Ruqayah yang meninggal karena sakit. Khunays adalah menantu Umar yang menikahi Hafsah setelah kepulanganya dari Abysinia. Hafsah adalah anak kesayangan Umar dan saat itu berusia 18 tahun, cantik dan pandai membaca menulis. Kemudian Umar menawarkan Hafsah kepada Utsman agar menikahi Hafsah tapi kemudian Utsman menolaknya secara halus. Umar sangat kecewa dan sedikit sakit hati mendengarnya, tapi kemudian Utsman berjanji akan mencarikan pasangan yang lebih baik dari dirinya yaitu Abu Bakar yang merupakan sahabat dekatnya. Rupanya Abu Bakar pun menolak secara halus saran dari Utsman, dan kali ini Umar merasa lebih sakit hati lagi. Kemudian Umar mengeluhkan hal tersebut kepada Rasululah saw,"Tenanglah, akan kutunjukan kepadamu menantu yang jauh lebih baik dan akan kutunjukan kepada Utsman seorang ayah mertua yang lebih baik darimu", ujar Rasulullah saw."lakukanlah ya Rasulullah", ujar Umar penuh harap. Sejenak kemudian, Umar tersenyum lebar dan mengerti maksud Rasulullah saw, karena orang yang lebih baik dari pada Utsman dan Abu Bakar adalah Rasulullah saw sendiri, yang kemudian menikahi Hafsah beberapa waktu sebelum perang Uhud.