Jihad Fisabilillah

Dalam Al-Quran, kata jihad diterjemahkan dengan berbagai turunannya terdapat 41 kali, baik dalam surat-surat yang diturunkan pada periode Makkah (Makkiyyah) maupun dalam surat-surat yang diturunkan pada periode Madinah (Madaniyyah). Akar kata jihad adalah جَهَدَ  yang berarti : keletihan, kegentingan, kepedihan, kesulitan, upaya, kemampuan, kerja keras.

Ayat jihad dalam arti perang (qital) atau melawan musuh, hanyalah sebagai salah satu maknanya, dan baru turun pada tahun kedua Hijriyah pada Perang Badar (624 M). Kedudukan jihad di jalan Allah (jihad fi sabilillah) banyak disebutkan, baik di dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan pahala yang sangat besar dibandingkan dengan orang-orang yang tetap tinggal di rumah tanpa jihad.

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." At Tawbah 29

Ayat At Tawbah 29 di turunkan ketika Rasulullah saw mendapatkan berita bahwa pasukan Romawi dan pasukan Bani Gathafan sedang bergabung untuk menyerang Madinah, sehingga Rasulullah saw memimpin 30 ribu pasukan muslim menuju lembah Tabuk untuk menghadapi mereka.

Allah menyebutkan di dalam surat An-Nisa’ ayat 95-96 :

 لَّا يَسۡتَوِى ٱلۡقَـٰعِدُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ غَيۡرُ أُوْلِى ٱلضَّرَرِ وَٱلۡمُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِہِمۡ‌ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَـٰهِدِينَ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِہِمۡ عَلَى ٱلۡقَـٰعِدِينَ دَرَجَةً۬‌ۚ وَكُلاًّ۬ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡحُسۡنَىٰ‌ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَـٰهِدِينَ عَلَى ٱلۡقَـٰعِدِينَ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا (٩٥) دَرَجَـٰتٍ۬ مِّنۡهُ وَمَغۡفِرَةً۬ وَرَحۡمَةً۬‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمًا (٩٦)

“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, [yaitu] beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. An-Nisaa’ 95-96).

Jihad di jalan Allah adalah sebuah perniagaan yang dapat menyelamatkan diri dari adzab yang pedih di akhirat.

Allah menyebutkan di dalam surat Ash-Shaff ayat 10-13 :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ هَلۡ أَدُلُّكُمۡ عَلَىٰ تِجَـٰرَةٍ۬ تُنجِيكُم مِّنۡ عَذَابٍ أَلِيمٍ۬ (١٠) تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٲلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (١١) يَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡ وَيُدۡخِلۡكُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡہَـٰرُ وَمَسَـٰكِنَ طَيِّبَةً۬ فِى جَنَّـٰتِ عَدۡنٍ۬‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (١٢) وَأُخۡرَىٰ تُحِبُّونَہَا‌ۖ نَصۡرٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَتۡحٌ۬ قَرِيبٌ۬‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (١٣)

“Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih di akhirat? Perdagangan itu adalah kalian beriman kepada Allah, beriman ke­pada Rasul-Nya dan kalian berjihad untuk membela Islam dengan harta kalian dan jiwa kalian. Keimanan dan jihad itu adalah lebih baik bagi kalian, jika kalian benar-benar menyadari beratnya adzab akhirat. Allah akan mengampuni semua dosa kalian. Allah memasukkan kalian ke dalam surga-surga. Surga-surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah memasuk­kan kalian ke tempat tinggal yang indah dalam surga ‘Adn. Itu semua adalah kemenangan yang besar. Hal lain yang kalian inginkan adalah pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang-orang mukmin.“ (Q.S. Ash-Shaff 10-13).

Allah berfirman:

وَقَـٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٌ۬ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ‌ۖ فَإِنِ ٱنتَہَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٲنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّـٰلِمِينَ (١٩٣)

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) keta’atan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (QS Al-Baqarah 193).

Hal ini seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

 رَأْسُ هَذَا الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَمَنْ أَسْلَمَ سَلِمَ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ، لاَ يَنَالُهُ إِلاَّ أَفْضَلُهُمْ.

Artinya, “Pokok urusan ini adalah Islam, siapa yang masuk Islam pasti ia selamat, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad yang tidak dapat diraih kecuali orang yang paling utama diantara mereka.” (H.R. Ath-Thabrani).

Pada hadits lain disebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ ؟ فَقَالَ: إِيمَانٌ بِاللهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ ثُمَّ مَاذَا ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ. قِيلَ ثُمَّ مَاذَا ؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ.

Artinya,“Apakah amal yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian amal apalagi?” Beliau menjawab, “Al-jihad fi sabilillah.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian amal apalagi?” Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (HR. Bukhari-Muslim).

مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ « لاَ تَسْتَطِيعُونَهُ ». قَالَ فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ « لاَ تَسْتَطِيعُونَهُ ». وَقَالَ فِى الثَّالِثَةِ « مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لاَ يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى

Artinya,“Amal apakah yang dapat menyamai jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, “Kamu tidak akan sanggup melaksanakannya.” Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali sedangkan jawaban Nabi sawtetap sama, “Engau tidak akan sanggup melaksanakannya.” Kemudian beliau saw bersabda, “Perumpamaan orang yang berjihad fi sabilillah itu seperti orang yang puasa dan shalat, serta membaca ayat-ayat Allah dan ia tidak berbuka dari puasanya dan tidak berhenti dari shalatnya sehingga orang yang berjihad fi sabilillah itu kembali.” (HR. Muslim).

“Orang yang mati syahid mendapatkan tujuh keistimewaan dari Allah; diampuni sejak awal kematiannya, melihat tempatnya di surga, dijauhkan dari adzab kubur, aman dari huru-hara akbar, diletakkan mahkota megah di atas kepalanya yang terbuat dari batu yakut terbaik di dunia, dikawinkan dengan tujuh puluh dua bidadari, serta diberi syafaat sebanyak tujuh puluh orang dari kerabatnya.” hadis riwayat al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad yang bersumber dari sahabat Miqdam bin Ma’di.

Sebaliknya, bagi mereka yang meninggalkan amalan jihad di jalan Allah, maka akan mendapatkan balasan berupa:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَا لَكُمۡ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلۡتُمۡ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ أَرَضِيتُم بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا مِنَ ٱلۡأَخِرَةِ‌ۚ فَمَا مَتَـٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فِى ٱلۡأَخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ (٣٨) إِلَّا تَنفِرُواْ يُعَذِّبۡڪُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا وَيَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَڪُمۡ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيۡـًٔ۬ا‌ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٣٩)

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal keni’matan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit, Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. At-Taubah 38-39).

 إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Artinya: “Bila kamu berjual-beli dengan ‘inah (dengan cara riba’ dan penipuan), mengikuti ekor-ekor lembu, menyukai bercocok-tanam, dan kamu meninggalkan jihad, Allah akan menimpakan kehinaan ke atas kamu yang tidak akan dicabut sehingga kamu kembali kepada agamamu.” (H.R. Abu Dawud).

 لَمَّا بويع أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْق صَعَدَ الْمِنْبَرَ فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَقَالَ فِيْهِ: لاَ يَدَعُ قَوْمٌ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ ضَرَبَهُمُ الله بِالْفَقْرِ.

Artinya: “Ketika Abu Bakar as-Shiddiq naik mimbar, beliau menyebutkan hadits dan di dalam hadits itu beliau mengatakan, “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah timpakan kefakiran terhadap mereka.” (HR Ibnu ‘Asakir).

Kefakiran bukanlah semata kefakiran dalam harta benda. Akan tetapi dominasinya ialah fakir jiwa, sehingga mereka sangat takut dan gentar berhadapan dan menentang musuh-musuh Allah.

Maka, lihatlah ketika manusia telah berpaling dari jihad di jalan Allah, dan berganti dengan menghadapkan perhatiannya secara penuh kepada berbagai urusan dunia. Maka, Allah timpakan atas mereka kefakiran hati, terlalu tamak dan sangat bakhil, pelit dan kikir, untuk mengeluarkan hartanya di jalan Allah.

Sehingga, mereka banyak menolak kewajiban dan rentan memakan barang haram seperti hasil ruswah (sogokan), korup, riba dan sebagainya. Dunia atau harta yang sedikit bagi mereka merupakan sesuatu yang membuat mereka sangat bimbang.

Orang yang mati sedangkan ia belum pernah berperang (berjihad) dan tidak tergerak hatinya untuk berperang, maka ia mati pada satu cabang kemunafikan.

 مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

Artinya: “Barangsiapa yang mati (seorang Muslim), sedangkan ia belum pernah berperang dan tidak pernah tergerak hatinya untuk berperang, maka ia mati pada satu cabang kemunafikan.” (H.R. Muslim).

Orang yang tidak berperang, atau tidak membantu perlengkapan orang yang berperang, atau tidak menjaga keluarga orang yang pergi berperang dengan baik, ia akan ditimpa kegoncangan sebelum hari kiamat.

 مَنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ يُجَهِّزْ غَازِيًا أَوْ يَخْلُفْ غَازِيًا فِى أَهْلِهِ بِخَيْرٍ أَصَابَهُ اللَّهُ بِقَارِعَةٍ

“Siapa yang tidak berperang dan tidak membantu persiapan orang yang berperang, atau tidak menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, niscaya Allah timpakan kepadanya kegoncangan.” (H.R. Abu Dawud).

Memang demikianlah, sesuai maknanya, kata jihad berarti : keletihan, kegentingan, kepedihan, kesulitan, upaya, kemampuan, kerja keras. Maka dalam perjuangan menegakkan Islam pun akan penuh dengan keletihan, kegentingan, kepedihan, kesulitan, upaya, kemampuan, kerja keras. Namun semua itu terasa nikmat bagi para mujahid yang ikhlas dan terpanggil jiwanya. Sejatinya Jihad Fisabilillah adalah ibadah tertinggi dalam Islam karena muslim yang berjihad itu ibaratnya mengorbankan harta dan jiwanya untuk Allah Subhana Wa Ta'ala

Semoga kita senantiasa tergerak untuk berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kita, dengan kekuasaan, lisan dan tulisan kita, untuk tegaknya kalimah Allah di muka bumi ini. Aamiin.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9(

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)


وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Al Anfal ayat 61

Bagaimana sikap Nabi Muhammad saw terhadap Non-Muslim? Tulisan berikut diharapkan dapat memberikan sekilas gambaran bagaimana Rasulullah saw sejatinya merupakan sosok panutan yang toleran dan pribadi mulia yang sangat menghormati pemeluk agama lain.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Al-Imran: 159)

Nabi Muhammad saw merupakan pemimpin terbaik pilihan Allah untuk manusia. Hal ini tidak hanya menjadi klaim umat Muslim semata tapi juga diakui oleh orang-orang Non-Muslim. Bahkan di masa hidup beliau, kaum kafir Quraisy yang senantiasa memusuhi beliaupun mengakui akan kepemimpinan beliau. Sikap rendah hati, sopan santun, lemah lembut dan adil serta sabar bisa kita temukan dalam keseharian beliau, maka tak heran bahwa siapapun akan kagum dengan sikap dan perilaku beliau.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا


"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." An-Nisaa ayat 114

Dalam sebuah hadis Rasulullah, Shalallaahu alaihi wasalam pun telah bersabda:

"Barang siapa yang mengganggu seorang kafir dzimmi, maka aku adalah musuh-nya di Hari Kiamat kelak". (al-Hadits).

Pada saat tinggal di Makkah, orang-orang kafir Quraisy senantiasa mencaci-maki dan menghina bahkan perlakuan kasar terhadap fisik beliau pun sering dilakukan oleh mereka. Tapi yang beliau lakukan hanya sabar dan tawakkal kepada Allah SWT dan mendoakan semoga mereka diberi petunjuk oleh Allah SWT, disamping itu beliau pun tetap menyampaikan risalah beliau kepada mereka dengan bijaksana dan baik, sesuai dengan firman Allah:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl: 125)

Ini menjadi salah satu bukti bahwa sikap dan perilaku beliau merupakan cerminan seorang hamba didasari dengan ketakwaan sehingga beliau menaruh kecintaan terhadap sesama makhluk Allah yang dengan jelas membenci beliau. Kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap makhluk Allah ini, memancar dari diri beliau secara fitrah.

Perbedaan agama tidak menghalangi Rasulullah saw untuk menghormati mereka. Apapun keyakinan seseorang terdapat satu persamaan, yaitu sebagai sesama ciptaan Allah Yang Esa.

Dalam sebuah riwayat disebutkan. Dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra dan Sahal bin Hunaif ra sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw pernah dilewati iringan jenazah, lalu beliau berdiri. Ketika dikatakan: Jenazah itu Yahudi, Rasulullah saw bersabda: Bukankah ia juga manusia? (Shahih Muslim No.1596)

Dengan sikap yang lemah lembut dan tidak memiliki rasa dendam terhadap musuh-musuhnya, beliau senantiasa berbuat baik terhadap mereka yang bisa dikatakan bukan saja musuh beliau, tapi kepada orang yang haus akan darah beliau dan darah para sahabat beliau.

Satu kejadian ketika terjadi Fathu Makkah (Penaklukan kembali), Rasulullah saw mengampuni orang-orang yang dulunya melempari beliau dengan kotoran onta, menghalangi jalan beliau dengan duri-duri, menganiaya dan berusaha membunuh beliau serta para sahabatnya tapi yang dilakukan beliau saat itu adalah beliau bersabda kepada orang-orang kafir Quraisy:

“Wahai penduduk Makkah! Hari ini tidak ada pembalasan terhadap kalian, laa tatsriiba ‘alaikum Yaum.” Kalian semua bebas!

Kejadian Fathu Makkah membuat umat Islam memegang kendali di Makkah namun, beliau senantiasa menanamkan kepada kaum Muslimin untuk tetap menghormati orang-orang kafir Quraisy dan tidak mengganggu harta mereka, serta tidak berlaku sewenang-wenang atas mereka. Beliau menyampaikan, “Janganlah kalian saling menzalimi, Karena itu merupakan kezaliman yang dilarang oleh Allah SWT dan Al-Qur’an mengajarkan bahwa:

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS At-Taubah 6)

Dari beberapa riwayat ini maka jelas, bahwa kehadiran Rasulullah di tengah-tengah umat manusia senantiasa membawa manusia ke arah kebaikan dan memberikan teladan bagi umat manusia umumnya dan kaum Muslimin khususnya. Beberapa sikap yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw di atas tadi hendaknya menjadi pedoman bagi kita bersama, sehingga kita bisa mengikuti setiap amalan yang beliau lakukan, dan menjadi pengikut beliau yang sejati.

Rasulullah saw pernah menegur para sahabatnya yang menduga bahwa jihad telah berhenti. Diriwayatkan dari Salamah bin Nufail Al-Kindi ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian seseorang berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah! Manusia telah melalaikan kuda perang, dan telah meletakkan pedang mereka seraya berkata: tidak ada jihad lagi dan peperangan telah usai, maka kemudian Rasulullah menghadapkan wajah kepadanya dan bersabda: Mereka telah berdusta, sekarang ini telah datang waktunya untuk berperang dan akan selalu ada dari umatku sekelompok orang yang berperang di atas kebenaran dan Allah mencondongkan hati suatu kaum kepada mereka dan memberi rezeki dari mereka hingga datang hari kiamat nanti dan hingga datang janji Allah. Kuda-kuda perang tertambat kebaikan di ubun-ubunnya hingga hari kiamat. Dan Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa aku akan dicabut nyawanya tidak lama lagi dan kalian akan mengikutiku dengan berkelompok-kelompok yang sebagian kalian akan menyerang sebagian yang lainnya dan pusat negeri kaum muslimin adalah Syam” (HR. An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Al-Albani, no:1935)

“Jihad akan senantiasa berlangsung sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, ia tidak akan dihentikan oleh kejahatan orang jahat ataupun keadilan orang adil.” (HR. Abu Dawud)

Jihad Fisabilillah adalah wajib ditegakan dalam situasi situasi ketika kaum Muslim sedang nyata nyata dalam keadaan ancaman musuh. Sebaliknya adalah suatu kekeliruan yang sangat fatal jika ayat ayat perdamaian dalam Al Quran diterapkan kepada kaum kafir yang jelas jelas memerangi kaum muslim.